Mohon tunggu...
Reza Muara
Reza Muara Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

maju atau di bungkam

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perempuan di Bawah Terjang Daun Patah (Feminisme dan Seksualitas)

24 Juni 2023   21:03 Diperbarui: 24 Juni 2023   21:03 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Beberapa feminis percaya bahwa seksualitas perempuan merupakan bagian integral dari pembebasan perempuan dan bahwa perempuan harus memiliki kebebasan penuh untuk mengekspresikan dan menjalani seksualitas mereka seperti yang mereka pilih. Mereka berpendapat bahwa seksualitas perempuan harus dibebaskan dari kontrol dan norma patriarkal yang menghalangi perempuan untuk mengekspresikan hasrat dan dorongan seksualnya. Dari sudut pandang ini, seksualitas perempuan dipandang sebagai kekuatan yang kuat dan alamiah yang harus diperjuangkan dalam kerangka kesetaraan gender. Feminis juga membahas isu-isu seperti konsen, persetujuan, dan kekerasan seksual dalam konteks seksualitas. Mereka menekankan pentingnya persetujuan yang jelas dan adanya hubungan seksual yang sehat, bebas dari pemaksaan atau pelecehan. Mereka berjuang untuk mengubah norma dan budaya yang mendukung pemerkosaan, ini yang menyebabkan masyarakat Indonesia takut akan seksualitas, karena jika di terapkan memang agak sedikit mengerucut kepada seks bebas kenapa demikian, dengan adanya persetujuan yang baik antara lawan jenis ini dalam konsep biologis. Seksualitas sosial sangat dipengaruhi oleh faktor sosial, budaya dan sejarah. Norma gender dan ekspektasi perilaku seksual seringkali dibentuk oleh norma gender yang diterima masyarakat. Misalnya, dalam banyak budaya patriarki sering terjadi standar ganda dalam perilaku seksual laki-laki dan perempuan. Wanita mungkin diharapkan untuk menjaga kehormatan dan kesucian seksual mereka, sementara pria sering dikatakan memiliki lebih banyak kebebasan untuk mengekspresikan dan menjalani kehidupan seks mereka. Selain itu, seksualitas sosial juga terkait dengan isu kekuasaan dan ketimpangan. Ada struktur kekuasaan yang memengaruhi cara masyarakat memandang, mengatur, dan mengontrol seksualitas individu. Misalnya, dalam konteks patriarki, seksualitas perempuan seringkali dikontrol dan dimanipulasi oleh laki-laki, baik dalam hubungan interpersonal maupun melalui institusi sosial seperti hukum, agama, atau media. Perjuangan perjuangan gerakan feminisme mengenai hak seksuaitas dan reproduksi telah memunculkan banyak isu dan tuntutan seperti halnya akses aman mengenai aborsi serta kesehatan reproduksi yang komperehensif dalam hal aborsi banyak Negara yang melarang tentang adanya aborsi dan angkuhnya para pemerintah tidak menilik bahwa susahnya menghamil dan ini adalah hak otonom bagi perempuan juga lalu dalam hal reproduksi yang baik bidang kesehatan untuk mempercanggih alat bagaimana alat reproduksi itu bekerja dengan aman. (Simone de Beauvoir), menekankan pentingnya perempuan memiliki kendali atas tubuh dan seksualitas mereka sendiri. Dia mengatakan bahwa perempuan harus memiliki kebebasan untuk menentukan pilihan mereka dalam hal seksualitas dan reproduksi. Dalam hal ini juga perempuan sering di manipulatif oleh kalangan laki-laki untuk hanya sekedar memuakan hasrat (laki) nya, meskipun dari pihak wanita enggan atau tidak mau dengan laki-laki tersebut jatauhnya ialah pemekorsaan. Banyak hal yang terjadi dalam kasus-kasus di Indonesia mengenai kasus seperti ini, apa yang sebenarnya terjadi dan apa sebenernya? Apakah memang hasrat laki-laki memang lebih besar dan hasrat seksualitas perempuan kecil begitu? ini masih menjadi problem dan berkelanjutan seakan-akan perempuan terlihat terbelakang berbagai persoalan yang menimpa dari zaman dulu hingga kini masih belum berakhir bisa disebut belum ada titik terang. Meskipun perjuangan aktifis perempuan telah menggagaas dan memperjuangkan hak-hak perempuyan sendiri atasnama penghapusan kekerasan yang terjadi namun kini seiring perubahan sosial kemunculan modernisasi global semakin menjadi tantangan bagi kaum perempuan itu sendiri, namun dengan pendidikan sekarang yang semakin membaik ini bisa membantu perempuan mendapatkan haknya yang setara dengan laki-laki dari sektor lainya.

Dalam hal bersosial juga perempuan yang berada dalam lingkup patriarkal jika dilihat dalam aspek prespektif gender, ini tidak sama sekali mencerminkan kesetaraan dimana misal, seorang orang tua yang tidak menginginkan anak permpuanya sekolah lebih tinggi dan memperoleh pendidikan yang baik. Masif memang keadaanya jika ditinjau dengan kacamata awamiyah hal seperti itu biasa-biasa saja, tetapi menajuk kepada arti hakiki daripada feminisme yang mempunyai kilas sejarah yaitu memperjuangkan hak perempuan khususnya citra perempuan dari segi ekonomi, kesehatan, kehidupan serta pendidikan tak ayal hal seperti itu menjadi bahan perdebatan. Disamping itu perempuan jika hanya belajar memasak dan mengorek dapur agaknya memang tidak relevan dengan kondisi masa ini, apakah perempuan hanya sebagai dampingan laki-laki untuk menunjang kehidupan (pria) yang lebih baik? Apakah perempuan juga tak punya impian hidup bahagia menurut dirinya sendiri? Jelas ini menjadi rancu jikalau tidak pada konteksnya kita membicarakan. Alih-alih wanita hanya menjadi bagian daripada Second Sex daripada laki-laki ataupun suami yang pulang dari kantor, kerja ataupun sehabis mengajar dan pulang dengan tubuh lunglai disambut dengan wanitanya (istri) dengan pakaian minim sehingga  menimbulkan serpihan semangat lagi dalam hal kehidupan seorang pria, tentu ini sangat tidak ada atas nama kesetaraan. Dikutip dari karangan Djenar Maesa Ayu seorang penulis feminisme dalam karyanya ia menyebutkan, bahwa merawat, membahagiakan dan mengasuh anak bukan semata-mata dari tangan ibu (wanita), laki laki juga bisa memberikan hal seperti itu dengan merawat dan mengasihi anaknya namun dengan kondisi patriarki seksualitas seakan-akan menjadi kosong dimata masyarakat.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun