Mohon tunggu...
Reza Maulana
Reza Maulana Mohon Tunggu... Guru - Ilmu Sosial Politik FIS UNJ

Bachelor of Social Science

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Problematika Perjanjian Nominee dalam Perkara Hukum Agraria di Indonesia

28 Desember 2023   23:58 Diperbarui: 29 Desember 2023   00:16 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Di era globalisasi saat ini, kebutuhan atas tanah semakin meningkat. Meningkatnya kebutuhan  atas tanah  tersebut  sejalan dengan  semakin  berkembangnya  industrialisasi dan teknologi yang mempengaruhi asek sosial dan budaya. Saat ini kebutuhan atas tanah tidak hanya  dijadikan sebagai  tempat  tinggal semata.  Tetapi  tanah juga  juga dijadikan  sebagai keperluan usaha ataupun jaminan kredit pinjaman bank. Walaupun kebutuhan atas tanah terus meningkat, tetapi porsi dari tanah itu sendiri bersifat tetap atau tidak bertambah. Jika hal ini terus berlangsung maka akan timbul sebuah "scarcity" dalam konteks pemenuhan kebutuhan tanah di masa yang akan datang. 

Indonesia sebagai sebuah negara yang memiliki kekayaaan alam yang cukup melimpah tentu menjadi sorotan dunia karena luas wilayah daratan mencapai 1.919.000 km2. Hal inilah yang  menjadi  daya  tarik  pelaku  ekonomi  untuk  melirik  indonesia  sebagai  tempat  untuk berinvestasi atau  membuka kegiatan usaha.  Namun, tidak  semua pelaku ekonomi  tersebut merupakan warga negara Indonesia. Banyak pelaku  ekonomi berstatus  warga  negara asing yang tertarik untuk berinvestasi di Indonesia. Penulis dalam hal ini lebih menekankan sebuah pengertian bahwa  pelaku ekonomi asing  yang dimaksud adalah  investor asing.  Pengertian orang asing yang terdapat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2015 memberikan pesan bahwa orang asing yang berkedudukan di Indonesia harus memiliki pekerjaan,serta dapat memberikan manfaat bagi Indonesia (Ardani, 2017). Walaupun jika dinilai dari sisi positif, investasi yang dilakukan oleh pihak asing mampu mengangkat atau membantu perekenomian Indonesia.

 Secara  yuridis,  Investasi  kegiatan  usaha  yang  dilakukan  warga  negara  asing  di Indonesia tidak dapat memperoleh status  hak milik  atas tanah. Tetapi, warga negara  asing tersebut dapat memperoleh status atas tanah tersebut dengan memperoleh Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB), Hak Pakai dan Hak Sewa. Mengapa hal tersebut bisa terjadi?  Karena  berdasarkan  perundang-undangan  mengenai  Hukum Agraria  di  Indonesia yakni UU No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan dasar Pokok-pokok Agraria (selanjutnya disebut dengan UUPA), Indonesia menganut asas nasionalitas yang tertuang didalam  (Pasal 21 Ayat  (1) jo. Pasal 26 Ayat (2) UUPA). Pasal tersebut menyatakan bahwa  Hak milik tidak dapat dipunyai oleh orang asing dan pemindahan  hak milik kepada orang  asing dilarang dengan ancaman demi hukum.  Dari penjelasan pasal tersebut dapat diketahui bahwa tanah yang ada di wilayah negara Indonesia hanya diperuntukan  untuk warga negara Indonesia. Selain itu, pasal 9  UUPA juga  ikut memperjelas  bahwa Indonesia  menganut asas  nasionalitas dalam konteks hukum agraria nya, pasal tersebut menjelaskan bahwa hanya warga negara Indonesia saja yang diperbolehkan untuk mempunyai hak sepenuhnya atas bumi,air, dan ruang angkasa. 

Walaupun  Indonesia  menganut  asas nasionalitas  di  dalam  peraturan  perundang-undangan hukum agraria nya (UUPA), tetapi tetap saja banyak pihak yang berusaha mencari titik lemah dari asas nasionalitas itu sendiri. UU No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan dasar Pokok-pokok Agraria dapat dikatakan sebagai sebuah upaya pemerintah dalam hal melindungi segala bentuk kepentingan yang berkaitan dengan konsepsi pertanahan dan agraria nasional. Suatu kebijakan dapat dikatakan efisien jika manfaat bersih (total manfaat-total biaya) lebih besar dari nol (Herlina & Nadiroh, 2018). Perjanjian nominee adalah salah satu cara untuk membongkar titik  lemah dari  asas nasionalitas  yang terdapat  di dalam  UUPA.  Perjanjian nominee  adalah  sebuah  praktik  yang  dilakukan  warga  negara  asing  yang  bermukim  di Indonesia  untuk menguasai  tanah  di  Indonesia. Di  dalam  praktiknya,  perjanjian  nominee digunakan oleh warga negara asing dengan meminjam nama warga negara Indonesia untuk mendaftarkan  tanah dengan  status  hak milik,  dimana  di dalam  konteks  ini warga  negara Indonesia  yang  ditunjuk  tersebut  berperan  sebagai  Nominee.  Dalam  konteks  yang  lebih sederhana, perjanjian nominee dapat dikatakan sebagai perjanjian pernyataan/kuasa. Seorang WNI dalam hal ini menyatakan bahwa tanah tersebut bukan miliknya namun WNI tersebut memberikan kuasa kepada WNA untuk dapat menjual. Hal tersebutlah yang dapat mencederai asas nasionalitas dari UUPA itu sendiri. 

Menyikapi permasalahan  perjanjian tersebut, perjanjian nominee dapat dikategorikan sebagai penyeludupan hukum sekaligus mencederai asas nasionalitas UUPA yang notabene nya merupakan landasan yuridis peraturan hukum agraria di Indonesia. Bahkan jika ditelaah lebih jauh, pihak  atau  warga negara indonesia  yang menjadikan dirinya  sebagai peminjam nama merupakan sebuah tindakan pengkhianatan warga negara terhadap bangsa dan negara. Hal  tersebut dikarenakan  perjanjian  nominee pada  dasarnya  bertujuan  untuk menghindari ketentuan larangan warga negara asing memiliki hak atas tanas sebagimana yang diatur oleh pasal 21 ayat (1) UUPA. Pasal 21 ayat(1) menentukan bahwa hanya warganegara Indonesia yang dapat mempunyai hak milik. Cara menghindari pasal tersebut adalah dengan melakukan nominee atau pinjam nama sehingga warga negara asing tersebut dapat memiliki hak atas tanah secara tidak langsung. Konsekuensi hukum yang ditimbulkan dari perjanjian nominee itu sendiri dapat dibagi menjadi dua akibat yakni: 

1. Akibat hukum terhadap perjanjian Perjanjian nominee melanggar syarat sah perjanjian yang halal sesuai dengan pasal 26 ayat 2 UUPA. Sehingga akibat hukum perjanjian batal demi hukum. 

2. Akibat hukum terhadap notaris yang membuat akta tanah hasil perjanjian nominee Notaris bertanggung jawab atas kerugian yang ditimbulkan sebagai akibat perjanjian tersebut (Gandasari, 2016).   Negara memiliki tanggung jawab yang besar dalam menyikapi permasalahan tersebut. Bentuk tanggung jawab yang dapat dilakukan sebuah negara dalam menyikapi permasalahan tersebut adalah dengan ikut campur atau intervensi setiap kegiatan masyarakat yang berkaitan dengan konsepsi pengaturan tanah di Indonesia. 

Pemerintah sebagai perwujudan dari sebuah negara harus lebih mengedepankan aspek kesejahteraan seluruh rakyat (general welfare) dalam urusan  peyelenggaraan  pemerintah. Negara  juga  memiliki  wewenang  untuk mengelola kekayaan alam Indonesia di bidang pertanahan dalam bentuk hak menguasai tanah yang di dalam pelaksanaannya dilakukan oleh pemerintah. Walaupun negara memiliki hak menguasai tanah  namun  di  dalam pelaksanaannya hak  menguasai  tersebut  tidak  boleh  bertentangan dengan kepentingan nasional. 

Dengan  demikian,  dapat  disimpulkan  bahwa  perjanjian  nominee  dapat  dikatakan sebagai  sebuah pelanggaran  dan pengkhianatan  terhadap  asas nasionalitas  undang-undang pokok agaria (UUPA) karena memungkinkan pihak asing dapat memiliki hak milik atas tanah secara tidak langsung. Kedudukan asas nasionalitas di dalam UU No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan dasar Pokok-pokok Agraria menjadi sebuah hal yang penting, karena atas dasar asas nasionalitas itulah warga negara Indonesia dapat menjadi tuan  rumah di negerinya sendiri. Selain itu, warga negara Indonesia sebagai  manusia yang memiliki nilai moral yang tinggi sesuai sila ke-2 Pancasila "kemanusiaan yang adil dan beradab" seharusnya lebih bijak dalam melakukan perbuatan hukum khususnya dalam hal jual beli tanah yang melibatkan pihak asing (warga negara asing). 

  References

 Ardani, M. N. (2017). KEPEMILIKAN HAK ATAS TANAH BAGI ORANG ASING DI INDONESIA. Jurnal Law Reform, 204-216.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun