Seperti dilansir media seluruh dunia, pegolf legendaris Amerika Serikat Tigerwood telah mengakui perselingkuhannya dengan sedikitnya tujuh wanita yang disebut dari model majalah play boy hingga bintang porno. Seperti diketahui skandal perselingkuhan telah membuat pegolf nomor satu dunia tersebut ditinggalkan sejumlah sponsornya, diantaranya adalah pabrikan mobil Amerika, General Motors (GM) yang tidak memperpanjang kontrak Woods dan menghentikan pasokan mobil gratis untuk Woods.
Dalam satu konferensi pers terbatas sang legendaris mengakui kesalahannya dan meminta maaf secara terbuka kepada keluarga, orang orang terdekat dan lain lain dengan mengatakan  " Saya sangat menyesal atas perilaku yang tidak bertanggung jawab ini dan saya egois terlibat dalam masalah seperti ini, Saya tahu orang ingin mencari tahu bagaimana aku bisa begitu egois dan begitu bodoh, bagaimana aku bisa melakukan hal-hal ini kepada istriku Elin dan anak-anakku, aku tidak setia, tidak jujur dan telah berbuat curang". Wood juga berkata : Saya fikir saya telah bekerja keras sepanjang hidup dan layak untuk menikmati semua godaan yang ada disekitarku, aku salah, aku bodoh "
Setelah itu Wood memeluk ibunya yang hadir dalam konperensi pers tersebut.
Bila disimak lebih jauh, di era global ini isu perselingkuhan telah menjadi sesuatu yang biasa.., namun keberanian untuk secara terbuka meminta maaf kepada keluarga dan seluruh yang berkepentingan relatif sulit dilakukan. Bukan tidak mungkin Woods melakukan itu karena takut ditinggalkan penggemarnya atau para sponsorship, Namun permohonan maaf yang dilakukan secara terbuka itu tetap sesuatu yang layak dihargai sebagai suatu kejujuran.
Isu perselingkungan yang ada diseputar selebritis yang heboh ditayangkan ditelevisi kita misalnya, walaupun sudah sangat meluas diketahui umum dan berbuntut pada perceraian, namun yang melakukannya tidak mengatakan apapun.. apalagi meminta maaf kepada pasangan yang dihianati. Budaya sportif dengan meminta maaf karena kesalahan yang dilakukan belum terlalu mengakar pada budaya kita, bukan cuma urusan perselingkungan namun kesalahan kecil yang dilakukanpun sulit untuk meminta maaf, kebanyakan setelah berbuat salah kemudian memilih diam.
Adakah yang salah dari budaya atau sistem pendidikan kita atau apapun itu sehingga meminta maaf untuk kesalahan yang telah dilakukan menjadi sesuatu yang sangat dirasakan "berat" dan membuat sang "ego" tidak nyaman ?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H