[caption id="" align="aligncenter" width="372" caption="gambar dari om google"][/caption]
“Maaf ki, qu gak ikut ramadhan lagi, qu mulai ragu Allah itu ada, kayaknya doa qu gak ada yang dikabulin, qu capek berdoa, selamat ramadhan ya buatmu dan keluarga ”. Itu jawaban email singkat seorang teman kepada saya, sebut saja namanya lilies, saat saya mengucapkan selamat ramadhan kepadanya tiga minggu yang lalu melalui email. Blep.., saya kaget, melongo dan bingung. Di kepala saya penuh tanda tanya, ada apa denganmu lies ?.
Walau saya tahu ini lahan pribadi yang secara saya juga sungkan untuk bertanya, tapi rasa penasaran yang tinggi membuat saya mengirim email lagi dengan satu pertanyaan : lies dikau jadi atheis ?. Keesokan hari email saya dijawab seperti ini : “ iya ki, sebenarnya sih sejak nopember tahun lalu qu udah enggak lagi ngejalanin ritual agama, kau kan tahu qu termasuk taat jalanin kewajiban agama, tapi qu berdoa minta yang sederhana aja gak dikabulin tuh, dan qu rasa, banyak lho doa qu yang enggak dikabulin, qu jadi ragu dan lama-lama capek, andai saja tuhan mau mengabulkan doa qu hari ini qu akan kembali mencintainya dan menjalani perintahnya. Ki, kau jangan mikir bahwa kalo qu atheis qu jadi orang serem, qu sih pake hati nurani aja dan anehnya qu merasa lebih nyaman dalam berusaha dan gak merasa tergantung kepada siapapun untuk menginginkan apapun.. hahaha.. keluarga qu lama-lama juga ngerti tuh..... btw gimana kabarmu ? “
Lama saya merenung membaca email lilies. Saya tahu persis lilies selalu patuh dalam beribadah dan lahir dari keluarga yang taat kepada agamanya. Beberapa tahun lalu lilies bagi saya seperti seorang “teman spiritual” yang sering punya solusi saat saya terperangkap pada masalah, solusi yang disodorkan juga bernafas agamis. Yang saya tangakap Lilies menjadi atheis karena merasa lelah berdoa namun tidak didengarNya. Cintanya kepada tuhan yang diaplikasikan dalam ketaatannya melakukan ibadah telah luntur karena “merasa” doa tidak terjawab. Lilies seperti “kecewa atau marah” dan tidak lagi percaya pada Allah. Ketika cintanya merasa tak dijawab lilies berpaling dan mengucapkan selamat tinggal kepada tuhan.
Sempat saya berfikir mau menjawab email lilies lagi untuk meyakinkannya bahwa doanya akan terjawab pada saat yang tepat dan indah. Sempat juga berfikir ingin menyodorkan ayat-ayat dalam kitab suci , tapi saya berfikir akh.. lilies lebih paham dari saya dan saya gak yakin lilies akan kembali seperti lilies yang dulu hanya karena email saya, dia seperti sudah nyaman dengan pilihannya. Walaupun kalimat dalam emailnya yang tertulis “andai saja tuhan mau mengabulkan doa qu hari ini qu akan kembali mencintaiNya dan menjalani perintahNya” buat saya agak mengganggu. Kalau lilies menginginkan hal itu dan dia minta kepada saya untuk membuktikan bahwa tuhan mendengar doanya saat itu juga sehingga dia tidak jadi atheis maka habislah saya. Jelas saya tidak bisa membuktikan bahwa tuhan itu ada hanya pada hari yang dia minta doanya dikabulkan. Siapa pula saya yang bisa memaksa tuhan untuk memperkenankan doa lilies pada hari atau saat yang dia inginkan hanya agar lilies tetap mencintaiNya. Bukankah Allah tak dibutuh dicintai ? justru lillis yang seperti butuh dicintai Allah dan tersinggung saat doa tidak didengar.
Ya sudahlah lies, itu pilihan hidupmu, selamat menjalani dan tetaplah menjadi sahabatku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H