Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mengungkapkan bahwa akan terus mengantisipasi dan meminimalisir kemungkinan munculnya kelompok-kelompok radikal atau ancaman terorisme menjelang pemilihan umum(pemilu 2004).
Potensi adanya gerakan-gerakan tradikal di Indonesia masih tetap ada hingga saat ini,akan tetapi aparat keamanan akan bekerja lebih keras untuk menjamin kelancaran ajang pemilu dan pemilihan priseden (Pilpres)2024. Direktur pencegah BNPT, Brigjen (Pol) Ahmad Nurwakhid.
Dalam dunia politik modern, isu mengenai radikalisme telah menjadi salah satu isu paling menantang yang dihadapi oleh negara-negara di seluruh dunia. Melihat dari pengalaman Pemilu/Pilpres 2014 dan Pemilu/Pilpres 2019 yang menjadi kesaksian sejarah satu dekade terakhir bahwa pengerahan identitas agama, ras dan etnis (SARA) memicu ketegangan sosial dalam masyarakat multikultural. Menjelang pemilihan umum (pemilu) 2024, perhatian terhadap radikalisme politik menjadi semakin mendalam dan signifikan.Â
Dalam artikel ini, akan menyelidiki bagaimana radikalisme politik mempengaruhi proses pemilu dan mengapa penting untuk kita memahami fenomena ini untuk menjaga stabilitas demokrasi.
Apa itu radikalisme Politik?
Radikalismse merupakan suatu paham yang menginginkan perubahan atau pembaruan sosial dan politik dengan cara kekerasan.Paham ini rentan menyerang siapa saja,sedangkan radikalisme politik adalah pandangan atau tindakan ekstrem yang mencoba untuk menggulingkan atau menggantikan sistem politik yang ada. pa ham ini dapat muncul dalam berbagai bentuk, seperti radikalisme sayap kanan, radikalisme sayap kiri, atau radikalisme berbasis agama. Radikalisme politik sering kali ditandai oleh tindakan ekstrem, pemikiran oposisional yang keras, dan bahkan tindakan kekerasan untuk mencapai tujuan politik tertentu.
Dalam politik Indonesia,permalahan terkait isu radikalisme politik semakin besar karena pendukungnya semakin meningkat.Khususnya radikalisme Islam yang saat ini masih banyak ditemui.Namun,lambat laun gerakan radikalisme  berbasis Islam mengalami pergeseran dalam tujuannya,dan tidak memiliki kesamaan dalam polanya.
Disatu sisi ada yang hanya sekedar memperjuangkan implementasi syari'at islam tanpa harus mendirikan "negara islam",akan tetapi ada juga yang ingin memperjuangkan negara islam Indonseia diikuti dengan berdirinya "kekhalifahan Islam",pada pola organisasinya pun beragam mulai dari gerakan moral ideologi  seperti  Majelis  Mujahidin  Indonesia  dan  Hizbut  Tahrir  Indonesia  (HTI)  sampai adanya gerakan dengan gaya militer seperti Laskar Jihad, dan FPI. (Endang, 2005) .
Sosiologi dalam melihat fenomena RadikalismeÂ
Menurut Teori Pembelajaran Sosial yang dicetuskan oleh Albert Bandura, mayoritas perilaku manusia dipengaruhi oleh hasil observasi perilaku orang lain. Hasil pengamatan tersebuat yang  membentuk pemahaman tentang bagaimana seorang individu seharusnya bertindak. Individu yang memiliki pemikiran radikal atau terlibat dalam tindakan terorisme seringkali memiliki tingkat agresi yang tinggi.
Menurut Teori Pembelajaran Sosial, tingkat agresi ini sebagian besar dipengaruhi oleh apa yang dipelajari individu tersebut melalui interaksi di lingkungan sosialnya. Dengan kata lain, seseorang yang tumbuh dalam lingkungan yang terpapar oleh kekerasan cenderung mengembangkan sikap agresi yang lebih kuat.