Mohon tunggu...
Reza Kharisma Dwi Putra
Reza Kharisma Dwi Putra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa aktif

Hidup harus bisa bermanfaat bagi sesama makhluk hidup

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Kekebalan Hukum Negara: Menjaga Kedaulatan dan Memastikan Akuntabilitas

4 Desember 2024   14:59 Diperbarui: 4 Desember 2024   15:46 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Kasus penyadapan yang terjadi di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Yangon, Myanmar, pada tahun 2003 dan 2004, menyoroti isu serius terkait kekebalan diplomatik dan tanggung jawab negara dalam konteks hukum internasional. Penyadapan ini tidak hanya melanggar privasi dan keamanan diplomat, tetapi juga mencerminkan tantangan yang dihadapi dalam menjaga hubungan diplomatik antar negara. Dalam konteks ini, tulisan ini akan membahas kekebalan diplomatik, tanggung jawab negara, serta mekanisme penyelesaian sengketa yang dapat ditempuh dalam menghadapi pelanggaran tersebut.

Kekebalan Diplomatik
Kekebalan diplomatik merupakan prinsip fundamental yang diatur dalam Konvensi Wina 1961 tentang Hubungan Diplomatik. Prinsip ini memberikan perlindungan kepada diplomat dan misi diplomatik agar dapat menjalankan tugasnya tanpa gangguan dari negara tuan rumah. Menurut Pasal 29 Konvensi Wina, seorang diplomat tidak dapat ditangkap atau dituntut secara hukum oleh otoritas negara penerima. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa diplomat dapat berfungsi secara efektif tanpa takut akan tindakan hukum yang dapat mengganggu tugasnya.
Namun, meskipun banyak negara telah meratifikasi Konvensi Wina, pelanggaran terhadap hak-hak kekebalan diplomatik masih sering terjadi. Kasus penyadapan KBRI di Myanmar adalah salah satu contohnya. Penyadapan ini dilakukan oleh junta militer Myanmar dengan memasang alat penyadap di gedung kedutaan, yang jelas merupakan pelanggaran terhadap kedaulatan Republik Indonesia dan hak-hak diplomatnya

Tanggung Jawab Negara
Tanggung jawab negara muncul ketika suatu negara melakukan tindakan yang bertentangan dengan hukum internasional. Dalam kasus penyadapan KBRI, pemerintah Myanmar telah melanggar kewajiban internasionalnya untuk melindungi misi diplomatik asing. Tindakan tersebut tidak hanya merugikan Indonesia sebagai negara pengirim, tetapi juga menciptakan ketidakpercayaan dalam hubungan bilateral antara kedua negara.
Berdasarkan hukum internasional, jika suatu negara gagal melindungi perwakilan diplomatik dari tindakan ilegal seperti penyadapan, maka negara tersebut dapat dianggap bertanggung jawab atas pelanggaran tersebut. Dalam konteks ini, Indonesia memiliki hak untuk mengajukan protes resmi kepada pemerintah Myanmar dan meminta penjelasan mengenai tindakan tersebut.

Penyelesaian sengketa internasional dapat dilakukan melalui berbagai cara, termasuk jalur politik dan hukum. Dalam kasus penyadapan KBRI, langkah awal yang paling baik adalah melalui negosiasi diplomatik antara kedua negara. Diplomasi berbasis itikad baik sangat penting untuk mencapai kesepakatan yang saling menguntungkan tanpa meningkatkan ketegangan lebih lanjut.
Jika jalur diplomasi gagal, Indonesia dapat mempertimbangkan untuk membawa masalah ini ke Mahkamah Internasional. Proses ini akan melibatkan pengumpulan bukti dan argumen hukum yang kuat untuk mendukung klaim Indonesia atas pelanggaran hak-hak kekebalan diplomatiknya. Selain itu, kerjasama dalam kerangka ASEAN juga bisa menjadi alternatif untuk menyelesaikan sengketa ini secara kolektif.

Kasus penyadapan KBRI di Myanmar memiliki implikasi yang lebih luas bagi stabilitas dan keamanan regional di Asia Tenggara. Jika pemerintah Indonesia memutuskan untuk menurunkan tingkat perwakilan diplomatiknya sebagai respons terhadap pelanggaran tersebut, hal ini dapat menciptakan preseden buruk bagi hubungan antar negara anggota ASEAN lainnya. Tindakan semacam itu berpotensi merusak kemajuan yang telah dicapai dalam kerangka kerjasama regional dan menimbulkan ketegangan baru di kawasan.
Lebih jauh lagi, kasus ini menjadi ujian bagi Komunitas Keamanan ASEAN yang baru dibentuk. Adanya komunitas tersebut seharusnya mendorong penyelesaian konflik secara damai dan mencegah eskalasi ketegangan antar negara anggota. Jika ASEAN tidak mampu menangani masalah seperti ini dengan baik, hal itu dapat mengancam keberlangsungan organisasi dan stabilitas regional secara keseluruhan.

Dalam konteks hubungan internasional, kekebalan hukum negara menjadi isu krusial yang menguji keseimbangan antara kedaulatan dan akuntabilitas. Kasus penyadapan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Yangon, Myanmar, pada tahun 2003 dan 2004, mencerminkan tantangan ini secara nyata.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun