Mohon tunggu...
Reza Hariyawan
Reza Hariyawan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya adalah mahasiswa jurusan Ilmu Komunikasi UPNVJ yang memiliki kemampuan berkomunikasi dengan baik, kemampuan dalam manajemen waktu yang efektif, dan mampu bekerja sama di dalam tim. Saya juga dikenal sebagai individu yang disiplin, tanggung jawab, dan memiliki kemampuan beradaptasi yang cepat.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Maraknya Hoaks dan Disinformasi di Tengah Pandemi Covid-19

8 Desember 2024   21:19 Diperbarui: 8 Desember 2024   21:29 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Corona Virus Disease 2019 atau yang biasa kita kenal dengan istilah Covid-19 merupakan sebuah penyakit yang pertama kali di temukan pada akhir tahun 2019 di Wuhan, China yang kemudian menyebar ke berbagai negara termasuk Indonesia. Tepat pada bulan Maret tahun 2020, Covid-19 muncul pertama kali di Indonesia. Sejak kemunculannya, virus ini terus menyebar luas sampai mengakibatkan banyak korban jiwa (Aditia, 2021). Untuk mencegah semakin menyebarnya virus tersebut, WHO mengeluarkan beberapa rekomendasi untuk mencegah penularan Covid-19. Salah satunya adalah perintah untuk tetap di rumah yang bertujuan untuk menghindari kontak langsung dengan orang lain. Perintah tersebut, membuat terbatasnya mobilitas semua orang, karena semua kegiatan harus dikerjakan dari rumah masing-masing, mulai dari sekolah sampai bekerja sekalipun harus dilaksanakan dari rumah. Keterbatasan mobilitas tersebut, menyebabkan sebagian besar orang menghabiskan banyak waktunya untuk mengakses internet, hal itu juga yang menjadi penyebab semakin mudahnya penyebaran informasi di media sosial.

Banyak sekali perubahan aspek kehidupan yang terjadi akibat pandemi Covid-19. Selain tantangan kesehatan, pandemi ini juga menyebabkan gelombang besar informasi. Tidak sedikit dari informasi yang menyebar luas tersebut merupakan informasi yang belum tentu kebenarannya. Maka dari itu, pada esai ini saya akan membahas tentang maraknya hoaks dan disinformasi di tengah pandemi Covid-19. Sebelum kita masuk ke pembahasannya, saya akan terlebih dahulu memberikan pengertian dari hoaks dan disinformasi itu sendiri. Sebenarnya hoaks dan disinformasi tidak jauh berbeda. Hoaks adalah sebuah informasi atau berita yang tidak sesuai dengan kenyataan, biasanya informasi yang dimuat bertujuan untuk memanipulasi agar informasi yang sebenarnya tertutupi, di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) hoaks juga diartikan sebagai informasi bohong. Meskipun demikian, hoaks tidak selalu bertujuan untuk menipu. Sering kali hoaks muncul dalam bentuk candaan tetapi dianggap serius oleh penerima informasi hoaks tersebut. Tak jauh beda dari hoaks, disinformasi juga merupakan informasi yang keliru dan sengaja dibuat. Biasanya disinformasi sengaja dibuat oleh oknum dengan tujuan tertentu, dampak yang dihasilkan seringkali lebih serius jika dibandingkan dengan hoaks (Noviana, Ainul Fadli, & Venezia, 2021).

Maraknya hoaks dan disinformasi harus segera diatasi, karena dampaknya yang berbahaya terhadap perilaku masyarakat. Disinformasi dan hoaks tentang pandemi Covid-19 bertebaran dengan berbagai macam topik, contohnya adalah informasi yang tidak benar mengenai pencegahan dan penyembuhan virus dan lain sebagainya. Permasalahan timbul ketika disinformasi menyebar luas dimana-mana dan banyak orang yang mengonsumsi berita tersebut, hal itu mengakibatkan terganggunya keseimbangan antara berita yang asli dan berita palsu (Bafadhal & Santoso, 2020). Penyebaran hoaks di Indonesia semakin sulit untuk dikendalikan karena minimnya minat membaca masyarakat Indonesia. Jika minat membacanya tidak memadai, masyarakat semakin sulit untuk melakukan kontrol secara efektif terhadap media ataupun honten yang digunakan untuk berkomunikasi (Yani, S.IK, M.H.,, 2019).

Tersebarnya hoaks dan disinformasi terkait Covid-19 menimbulkan berbagai dampak di masyarakat, mulai dari kepanikan, contohnya adalah banyak sekali orang yang membeli barang secara berlebihan karena terkena panic buying sampai ketakutan yang tidak lain disebabkan oleh banyaknya informasi tidak benar yang sudah tidak terkendali. Saya juga mengalami sendiri dampak dari hoaks dan disinformasi tersebut, didaerah rumah saya terjadi penolakan terhadap vaksinasi, padahal vaksin terbukti aman dan efektif dalam mengurangi gejala dan penyebaran virus. Banyak orang yang ragu-ragu untuk divaksin karena mewabahnya disinformasi yang beredar. Hoaks dan disinformasi juga bisa mengakibatkan pengaruh terhadap pengambilan keputusan, baik untuk individu itu sendiri maupun terhadap kebijakan publik (Butar, 2024). Konsumsi terhadap berita disinformatif juga menyebabkan banyak dampak buruk yang lain, seperti banyaknya orang yang lebih memilih pengobatan alternatif yang tidak efektif dan pada akhirnya berpotensi membahayakan nyawa mereka sendiri. Masalah ini tentunya tidak bisa dianggap sebelah mata, banyaknya masyarakat yang terpapar disinformasi secara terus-menerus bisa mendorong mereka untuk melakukan perilaku yang salah.

Mewabahnya disinformasi juga menyebabkan informasi tentang perilaku hidup sehat tertutupi dengan berbagai macam praktik-praktik keliru yang sebenarnya justru menghasilkan perilaku kesehatan yang salah (Bafadhal & Santoso, 2020). Maka dari itu, sebelum semuanya semakin buruk dan tidak terkendali, kita harus mulai melakukan pencegahan terhadap hoaks dan disinformasi. Memang bukan sesuatu hal yang mudah untuk melakukannya, kita harus melakukan langkah-langkah yang bertahap untuk mewujudkan pencegahan tersebut terlaksana dengan baik. Kita juga perlu berkolaborasi dengan berbagai pihak, mulai dari media, masyarakat, platform media sosial, sampai pemerintah harus turut membantu pencegahan tersebut. Pemerintah harus menciptakan undang-undang yang kuat tentang penyebaran berita hoaks. Karena sudah menjadi rahasia umum, salah satu faktor yang menyebabkan mewabahnya hoaks di era sekarang adalah karena regulasi yang tidak jelas dari hukum di Indonesia yang mengatasi masalah ini (Yani, S.IK, M.H.,, 2019). Media juga harus memberikan standar yang tinggi terhadap jurnalistik dan lebih selektif dalam memverifikasi setiap informasi yang diperoleh. Selain itu, masyarakat juga tidak boleh tinggal diam, kita semua harus lebih kritis saat menerima ataupun menyebarkan informasi di media sosial (Butar, 2024).

Sebagai langkah awal untuk mencegah penyebaran hoaks dan disinformasi, kita bisa mulai dari meningkatkan minat baca masyarakat indonesia, karena dengan membaca kita bisa lebih selektif dalam menerima berita ataupun informasi di media sosial. Seperti yang kita tahu, masyarakat indonesia memang sangat kekurangan minat baca. Jadi ini merupakan langkah awal yang tepat untuk mencegah makin mewabahnya penyebaran hoaks dan disinformasi. Karena kita sedang berada di era digital, jadi kita harus mengembangkan literasi digital. Literasi digital bisa diartikan sebagai sebuah keterampilan yang dimiliki dalam menggunakan media digital, dengan memiliki keterampilan ini, bisa menumbuhkan etika yang baik dan rasa tanggung jawab, sehingga kita bisa mendapatkan informasi yang benar (Annisa, Agustina, Puspitasari, Noor Rofi'ah, & Ramadhani, 2021).

Jadi kesimpulan yang saya dapatkan setelah melakukan pencarian ke berbagai sumber adalah memang masih sangat marak penyebaran hoaks dan disinformasi apalagi pada masa pandemi Covid-19 ini, karena mobilitas yang terbatas mengakibatkan banyaknya orang yang mengakses internet secara berlebihan. Hal itu menyebabkan cepatnya perluasan informasi, baik itu informasi yang benar maupun informasi yang tidak benar sekalipun. Kurangnya tingkat literasi masyarakat indonesia juga menambah buruk suasana yang terjadi. Banyak sekali dampak yang dihasilkan dari penyebaran informasi palsu tersebut, maka dari itu, saya telah mengumpulkan berbagai solusi untuk minimal mengurangi penyebaran hoaks dan disinformasi tersebut. Solusinya adalah dengan mendorong pemerintah untuk membuat undang-undang yang kuat tentang hoaks dan disinformasi, memberikan standar yang tinggi dalam jurnalistik, lebih selektif dalam menerima informasi, dan meningkatkan minat membaca. Dengan kompaknya semua elemen masyarakat untuk membantu memberantas penyebaran hoaks dan disinformasi, diharapkan hal tersebut bisa hilang secara perlahan. Karena di era digital ini, kemampuan untuk memilah informasi menjadi kunci utama untuk menjaga kesehatan dan keselamatan bersama.

Referensi

Aditia, A. (2021). Epidemiologi, virologi, penularan, gejala klinis, diagnosa, tatalaksana, faktor risiko dan pencegahan. Jurnal Penelitian Perawat Profesional, 653-660.

Annisa, W. N., Agustina, W. C., Puspitasari, W., Noor Rofi'ah, K. N., & Ramadhani, S. A. (2021). Peran Literasi Digital untuk Mencegah Penyebaran Hoaks bagi Masyarakat Indonesia. Journal of Education and Technology, 113-118.

Bafadhal, O. M., & Santoso, A. D. (2020). Memetakan pesan hoaks berita COVID-19 di Indonesia lintas kategori, sumber, dan jenis disinformasi. Bricolage: Jurnal Magister Ilmu Komunikasi, 235-249.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun