Di masa pandemi seperti saat ini, ada begitu banyak sektor yang mengalami penurunan signifikan terutama sektor ekonomi. Pandemi yang semakin menjadi, membuat ekonomi menjadi semakin tidak terkendali dimana dampak yang sangat besar itu dirasakan oleh berbagai kalangan, termasuk pedagang di sekolah.
Aturan tentang kewajiban menjaga jarak (social distancing) yang menyebabkan ditiadakannya sekolah tatap muka, berakibat sangat fatal bagi para pedagang yang berjualan di sekolah. Tidak adanya sekolah tatap muka menyebabkan tidak adanya mata pencaharian bagi mereka. Mereka kehilangan lapak yang biasa digunakan sebagai tempat mengadu nasib dalam mengumpulkan pundi rezeki. Tidak hanya itu, kehidupan sehari-hari mereka juga menjadi semakin berat karena di masa pandemi ini ada banyak sekali kebutuhan yang harus terus dipenuhi, sedangkan mereka tidak lagi memiliki mata pencaharian yang bisa menopang kebutuhan itu. Banyak yang akhirnya memilih untuk berjualan di tempat lain, tetapi hal itu bukanlah sesuatu yang mudah, mengingat bahwa di masa pandemi ini sulit menemukan lapak untuk berjualan. Di kedai-kedaipun kebanyakan tidak lagi menerima titipan makanan dan jajan-jajanan.
Buk Adek, salah seorang pedagang yang berjualan di dekat sekolah mengungkapkan bahwa kebijakan penutupan sekolah sangatlah berdampak bagi para pedagang seperti dirinya. Penutupan sekolah menyebabkan tidak adanya anak-anak yang biasa menjadi pelanggan di kedai mereka. Sehari-hari, buk adek berjualan di samping SD Negeri 3 kota Langsa. Ia berjualan beraneka ragam jajanan, mainan anak-anak, serta nasi sarapan. Terkadang ia juga berjualan gorengan serta makanan ringan lainnya. "ya kayak gini lah nak, jualannya ya ini ajalah jajanan, mainan, sama kadang-kadang jualan nasi juga kalau pagi" tutur buk adek. Sebelum pandemi menyerang, biasanya buk adek memiliki banyak pelanggan khususnya anak-anak yang bersekolah di SD tersebut. Anak-anak itu sering membeli nasi untuk sarapan di kedai nya. Tak jarang juga mereka membeli mainan atau hanya sekedar duduk sambil menikmati berbagai jajanan. "sebelum pandemi kemarin itu masih rame nak, kalau dibilang lumayanlah pendapatannya sehari hari. Tapi kalau semenjak pandemi ini susah nak, sehari aja kalau dapat 20.000 itu udah alhamdulillah sekali" tutur nya.
Buk adek menjelaskan bahwa kehidupannya di masa pandemi ini terasa begitu berat. Jika sekolah ditutup dan diliburkan, maka terpaksa ia juga menutup kedainya dan tidak berjualan. Hal ini dikarenakan konsumen dari kedainya adalah anak-anak yang bersekolah di SD tersebut. Ketika sekolah ditutup, maka ia pun kehilangan konsumen yang berbelanja di kedainya. Ini tentu saja sangat berpengaruh pada kesehariannya, dimana ia tidak memiliki sumber pemasukan. "iya kayak tadi lah nak, kalau dibuka pun gak ada yang beli, soalnya kan anak-anak gak masuk sekolah. Palingan sehari itu gak lebih dari 20 atau 10 ribu" ujar buk adek. Kehidupannya juga semakin diperparah karena pada bulan sebelas tahun 2020 silam suaminya baru saja meninggal dunia. "iya, udah bulan sebelas kemarin bang Em (suami buk adek) meniggal, makanya saya jadi tinggal sendiri sekarang. Biasanya kan bang Em juga ikut jualan di sekolah sana jadinya gak terlalu berat lah. Kalau sekarang ini rasanya berat sekali nak" tutur nya.
Di rumah, buk adek hanya tinggal seorang diri karena anak-anaknya sudah tinggal di kota lain. Menghadapi pandemi yang nampaknya tak kunjung usai, buk adek sudah mencoba beberapa cara seperti berjualan di dekat rumah dan sebagainya. Namun, hasilnya tetap saja nihil. "iya kalau dibilang begitu sebenarnya saya ini bingung sekali nak, kalau disini juga gak ada pemasukan, kalau jualan di rumah juga sama aja. Kemarin itu sempat jualan di rumah, tapi sama aja karena di dekat rumah itu udah banyak kedai" jelas nya. Bantuan dari pemerintah juga sampai sekarang masih belum mendapat titik terang, padahal buk adek sudah beberapa kali mencoba mengajukan ke desa agar dirinya mendapat bantuan dari pemerintah. Akan tetapi, pengajuannya itu sampai sekarang masih belum membuahkan hasil. "iya udah beberapa kali ngusulin ke gampong (desa) tapi sampai sekarang masih belum nampak hasilnya. Yang ada kita di lempar-lempar nak, yang satu suruh lapor kesini, terus udah kita lapor malah disuruh lapor lagi ke yang lain, yang ada kita pun jadi tambah bingung" ungkap buk adek. Beliau menyayangkan bahwa bantuan dari pemerintah masih belum tersalurkan secara efektif. "yang bikin sedihnya itu nak, usaha-usaha yang tidak terlalu terdampak kayak kita ini malah dapat bantuan, di gampong saya malah yang tauke tempe nya yang dapat bantuan" tutur nya. Buk adek juga mengungkapkan bahwa sudah dua kali lembaga survey datang ke kedainya. Ia juga sudah ditanya-tanyai dan mengisi formulir, namun hal itu hanya seperti angin lalu. Tak ada bantuan apapun yang diterima buk adek setelah survey tersebut.
Saat ini kedainya terlihat sangat sepi pengunjung. Barang yang adapun terlihat sudah sangat sedikit dibandingkan biasanya. Hal ini disebabkan buk adek terhambat masalah modal untuk menambah persediaan di kedainya. Di pagi hari, ia juga sudah tidak berjualan nasi lagi, dikarenakan memang tidak ada konsumen yang membeli dagangannya itu. Buk adek berharap bahwa bantuan sosial dari pemerintah dapat berjalan dengan lebih efektif agar mampu menjangkau masyarakat yang benar-benar terdampak. Ia juga berharap agar pandemi dapat segera berakhir sehingga sekolah kembali dibuka dan para pedagang dapat kembali berjualan seperti biasa.
Dampak semacam ini tidak hanya dirasakan oleh buk adek saja, tetapi juga dirasakan oleh banyak pedagang di sekolah lainnya. Kita berharap bahwa ada langkah lebih lanjut yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi hal semacam ini. Kita juga bersyukur bahwa di beberapa daerah, sekolah sudah kembali dibuka yang tentunya dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan. Dan kita juga berharap semoga pandemi ini cepat usai sehingga semua bisa kembali normal seperti sebelumnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H