Suatu tindakan dan usaha komunikasi yang terencana dengan tujuan menciptakan efek tertetu pada sejumlah besar khalayak yang dilakukan secara berkelanjutan pada kurun waktu tertentu. (Rogers dan Storey 1987).
Berdasarkan definisi tersebut tentu tidak berlebihan jika Jakarta kini dikatakan sedang ‘demam kampanye’. Hampir seluruh masyarakat berbondong-bondong menyuarakan dukungannya kepada paslon Cagub-Cawagub idola mereka. tentunya kondisi tersebut merupakan hasil dari komunikasi yang masif dilakukan oleh masing-masing timses paslon Cagub-Cawagub.
Lalu bagaimana jika warga yang baru mau diajak komunikasi eh.. tapi sudah terlanjur cinta duluan sebelum dilakukan komunikasi yang bertujuan kampanye kesekelompok warga?
Hal tersebut terjadi pada kampanye pasangan petahana. Mengusung tagline kampanye rakyat, pasangan ini benar-benar merealisasikan arti dari taglinemereka. Jika pasangan lain banyak yang melakukan blusukan ke berbagai wilayah. Lalu mengapa harus kampanye rakyat? Kampanye rakyat memiliki tiga pesan utama setidaknya, antara lain: bersih, transparan, dan partisipasif. Rakyat juga dilatih untuk memiliki kesadaran politik, dan hak mereka untuk memilih pemimpin serta ikut berpartisipasi dalam politik.
Selain itu dengan sistem kampanye seperti ini membuat pasangan calon akan lebih mawas diri jika terpilih. Hal tersebut karena mereka sudah mendapat dukungan bahkan dana langsung dari rakyat, bukan dari pengusaha atau partai, sehingga yang harus mereka utamakan adalah melayani rakyat bukan melayani partai atau pengusaha.
Pasangan ini tampil dengan anti mainstream. Mereka justru mengundang masyarakat dari berbagai lapisan untuk datang ke rumah pemenangan mereka. Masyarakat tersebut dating dengan ongkos pribadi dan atas kemauan sendiri tentunya, bukan diberi ongkos atau diundang dulu.
Tak berhenti sampai disitu, warga juga datang dan memberikan donasi untuk kepentingan kampanye. Warga yang menyumbang tak hanya berasal dari kalangan berada, tetapi juga warga yang berasal dari kalangan bawah. Salah satunya adalah Ibu Nurhayati dan Ibu Nuraini berasal dari Muara Karang yang menyumbang sebesar Rp 10.000. Menurut mereka sumbangan tersebut mereka berikan dengan ikhlas agar Basuki Tjahja Purnama dan Djarot kembali terpilih.
Sumbangan untuk pasangan ini juga diberikan dari kelompok pengusaha tempe di Kalideres. Â Sebuah baskom bewarna abu-abu yang berisikan uang sumbangan diserahkan oleh perwakilah pengusaha tempe kepada Djarot. Warga di lingkungan tersebut bergotong-royong mengumpulkan uang hingga Rp 570.000 untuk Djarot.
Sumbangan ini adalah ‘bentuk investasi’ masyarakat yang apabila nantinya pasangan Badja terpilih, maka keuntungan yang didapat adalah pembangunan dan pembenahan kehidupan di Jakarta menjadi lebih baik.
Menurut Djarot aksi pengumpulan dana yang dilakukan oleh warga Jakarta, terutama rakyat kecil membuatnya semakin semangat untuk melayani rakyat. Mereka sudah cape-cape mengumpulkan uang demi saya dan Pak Basuki untuk menang, malu saya kalo nanti terpilih kerjanya hanya sekenanya, ujar pria berkumis tersebut.