Laut adalah jalan penghubung yang tidak perlu diperbaiki. Tidak heran Pelindo I, Pelindo II, Pelindo III, Pelindo IV memiliki banyak proyek pembangunan pelabuhan untuk menghubungkan pulau-pulau di Indonesia melalui laut. Seperti rencana Pelindo II bekerja sama dengan Pelindo I dan pelindo IV untuk membangun 24 pelabuhan di seluruh Indonesia.
Rencana besar BUMN Kepelabuhan terganjal dengan Pansus Pelindo II. Salah satu rekomenasi yang diberikan Pansus Pelindo II kepada Presiden adalah tidak serta merta membuka investasi luar negeri dalam jangka panjang. Pansus Pelindo memberikan rekomendasi dengan adanya kejanggalan, Pansus Pelindo II memberikan rekomendasi pada tanggal 17 Desember 2015 sebelum masa kerjanya habis.
Pembangunan pelabuhan di seluruh Indonesia berdasarkan program pemerintah menjadikan Indonesia poros maritim dunia dan mendukung tol laut. Investasi yang diperlukan sangat besar. Rencana Kerjasama Pelindo I, Pelindo II, dan Pelindo IV bangun 24 pelabuhan memerlukan investasi 60 – 70 triliun, sedangkan DPR tidak menyetujui perusahaan BUMN disuntikan modal negara. Lalu mendapatkan dana untuk investasi tersebut dari mana? Disaat semua Pelindo mempersiapkan diri untuk menjadikan Indonesia poros maritim dunia, rekomendasi Pansus Pelindo II malah memasung semua Pelindo untuk tidak melangkah kemana-mana.
Saat Presiden Joko Widodo mengatakan sektor kemaritiman adalah salah satu fokus utama pemerintahannya, ini memberikan semangat bagi para karyawan Pelindo I, Pelindo II, Pelindo III, dan Pelindo IV untuk memajukan kembali Indonesia diatas laut. Namun Pansus Pelindo II yang didominasi oleh fraksi PDIP melemahkan semangat tersebut.
Pelindo I, Pelindo II, Pelindo III, dan Pelindo IV mengejar ketertinggalan Indonesia di bidang kemaritiman membutuhkan gebrakan. Tanpa ada gebrakan bagi BUMN Kepelabuhan, maka memajukan Indonesia dibidang maritim akan menjadi angin lalu saja.
Gebrakan BUMN Kepelabuhan seperti yang dicontohkan RJ Lino mendapatkan dana sebesar 486,5 juta Dolar US dari amandemen kontrak HPH di JICT, serta menerbitkan Global Bond perdana sebesar 1,6 miliar Dolar US. Dana yang didapat Pelindo II tersebut digunakan untuk pembangunan pelabuhan tanpa menggunakan dana APBN sedikit pun. Pelabuhan tersebut diantaranya Terminal Kalibaru, Pelabuhan Cirebon, Pelabuhan Tanjung Carat, dan Terminal Kendaraan Indonesia, dan Pelabuhan Sorong.
Namun Pansus Pelindo II merekomendasikan RJ Lino dicopot dari Direktur Utama Pelindo II. Hingga pada akhirnya kekuatan politik dapat melengserkan RJ Lino melalui tangan KPK.
RJ Lino sebagai tersangka dan berujung pada pencopotan dirut, dapat berimbas pada semangat Pelindo I, Pelindo III, dan Pelindo IV untuk melakukan percepatan membangun pelabuhan diseluruh Indonesia. Ketika pejabat Pelindo I, Pelindo III, dan Pelindo IV berniat mengambil lompatan jauh seperti RJ Lino, niat pejabat semua Pelindo akan dihalangi oleh rasa takut akan seperti RJ Lino.
Publik juga mengetahui Oversight Commitee (OC) dibentuk Pelindo II pada Februari 2013 untuk menjaga proyek Kalibaru dan Perpanjangan HPH di JICT agar tidak ada pihak meminta “jatah”. OC diisi oleh Erry Ryana Hardjapamekas (Mantan Wakil KPK), Faisal Basri (pengamat ekonomi), Natalia Soebagyo (ahli tata kelola pemerintahan), dan Lin Che Wei (analis keuangan). Namun Pansus Pelindo II meminta agar OC dibubarkan.
Warga Indonesia tentu tidak mau adanya proyek Hambalang berikutnya. Rakyat sudah mengetahui kasus proyek Hambalang menjadi bancakan para elite partai pemenang pemilu pada saat itu. Dibandingkan dengan proyek Hambalang dengan dana 2,57 triliun rupiah, proyek pembangunan oleh Pelindo I, Pelindo II, Pelindo III, dan Pelindo IV membutuhkan dana jauh diatas Hambalang.
Misi Presiden Joko Widodo untuk mengembalikan kejayaan Indonesia di laut adalah angin segar bagi elemen-elemen maritim di Indonesia. Namun para elite partai melalui Pansus Pelindo II menjadi batu karang yang menghalangi misi Presiden sebagai ombak. Ketika elemen-elemen kemaritiman hanya diam dan menonton, maka batu karang semakin kuat dan kokoh menghalangi arus perubahan kemaritiman Indonesia, serta akan adanya karat yang bisa mengeroposkan tol laut menjadi rapuh.