Setiap tahun lebaran pasti Darussalam berubah menjadi kota sunyi, hening, dan benar-benar suara riuh kendaraan lenyap dari telinga. Yang terdengar hanya suara tiupan angin, juga burung-burung yang mulai berani memamerkan irama syahdunya.
Darussalam ini lebih dikenal sebagai kotanya pelajar. Dua kampus besar dan terkenal di Aceh yakni Universitas Syiah Kuala dan UIN Ar-Raniry seolah membuat daerah kampung halaman saya ini menjadi sebuah kota yang sibuk. Mulai dari jam enam setelah subuh, oarang-orang sudah memulai aktivitas rutin. Puncaknya ada di antara jam tujuh, setengah delapan hingga pukul delapan pagi, semua orang akan terlihat sibuk. Ada yang bersekolah, kuliah, bekerja, berjualan, hingga lainnya. Jalanan pun ramai dengan kendaraan yang sepanjang jam sibuk di pagi hari itu terus didengungkan dengan suara klakson mobil atau sepeda motor. Cukup untuk memekakkan gendang telinga.
Hanya hari minggu saja yang terlihat sepi. Itu pun cuma setengah hari, terhitung dari pagi sampai dengan dzuhur. Menjelang sorenya, orang-orang akan memanfaatkan hari libur ini dengan nongkrong di cafe-cafe, jalan-jalan ke pantai, menjalankan rutinitas hobi, berolahraga, dan lainnya. Darussalam selalu diramaikan dengan orang-orang sibuk. Namun ketika lebaran tiba, atau beberapa hari sebelum hari lebaran, kota saya ini semakin sepi. Puncaknya adalah di hari lebaran itu sendiri. Jalanan sepi, warung-warung pada tutup, kendaraan jarang yang lewat. Hal ini dikarenakan aktivitas pada jam-jam sibuk tidak berlaku di hari lebaran. Memang, tidak semua tempat di Darussalam itu sunyi ketika hari raya, hanya daerah-daerah yang ramai dihuni oleh para mahasiswa perantau saja yang sepi, salah satunya di Gampong Tanjung Selamat, tempat tinggal saya.
Sejak saya masih kecil, pemandangan sunyi ini memang sudah lumrah terjadi. Namun pada saat lebaran di kala itu, masih banyak orang yang menghiasi jalanan walaupun hanya berjalan kaki atau menggunakan sepeda. Mereka itu adalah para penduduk asli. Kebiasaan kami di sini ketika lebaran adalah bersilaturrahim ke tempat saudara atau tetangga. Dan biasanya, kami bertamu hanya dengan berjalan kaki. Jarang yang menggunakan kendaraan, sebab jalan kaki bersama sudah cukup membuat suasana hari menjadi lebih berwarna.
Namun, hal ini semakin langka sekarang sebab para penduduk asli sebagian besar sudah pada pindah, dan kini kota Darussalam diisi oleh perantau, baik dari kalangan mahasiswa maupun yang bekerja. Maka, ketika lebaran tiba, mereka para perantau pasti mudik sehingga suasana Darussalam menjadi sangat hening.
Ini adalah situasi yang jarang sekali terjadi di Darussalam, terhitung sejak saya masuk SMP hingga kuliah, bahkan juga sampai sekarang. Dengan berjalannya waktu, dan terus berkembangnya dua kampus besar tersebut, membuat banyak orang dari luar Banda Aceh atau Aceh Besar semakin tertarik untuk menuju ke Darussalam, khususnya di kalangan mahasiswa. Kota saya ini seakan hidup dengan hadirnya mereka, dan tiba-tiba menjadi mati di saat hari lebaran.
Tapi, sunyinya Darussalam bukanlah hal yang harus dipermasalahkan. Kapan lagi? Iya, kapan lagi bisa berada dalam situasi tenang begini? Pagi kami bisa mendengar suara burung, siangnya merasakan embusan angin yang teduh di bawah cerahnya sinar matahari, sorenya bisa berbicara santai dengan kerabat tanpa harus membesarkan suara atau tanpa adanya jeda sesaat karena suara bisingnya kendaraan, malam pun begitu.
Iya, kapan lagi kami orang Darussalam merasakan aura ketenangan seperti ini? Jauh dari suara klakson kendaraan, bagi kami adalah momentum untuk bernostalgia ke masa lalu.
Walau bagaimanapun juga, kota pelajar yang telah identik dengan Darussalam tak dapat dipungkiri juga. Saya di satu sisi merasa beruntung dapat tinggal di daerah ini, sebab ada banyak hal baru yang bisa diambil dengan silih bergantinya para pendatang yang masuk. Di sisi lain, ketika lebaran tiba, saya bisa merasakan situasi hari yang memang sangat saya idam-idamkan, yaitu keheningan.
Risih juga terus-menerus berada dalam kebisingan, pusing kepala ketika mendengar lalu lalang suara kendaraan, tak sanggup juga mata terus melihat orang-orang sibuk yang terus bergerak dari pagi hingga malam. Dan saat lebaran tiba, seakan saya dapat mencapai satu keinginan yaitu hidup dalam keheningan.