Akhirnya kita telah tiba di penghujung ramadan, tak lama lagi perpisahan akan terjadi. Penulis berharap semoga kita semua tetap diberikan kesehatan baik fisik dan mental untuk menghadapi hari terakhir. Juga semoga puasa-puasa serta ibadah lainnya yang kita lakukan diterima oleh Allah SWT.
Banyak kejadian yang terjadi selama menempuh 30 hari perjalanan di bulan puasa ini. Masing-masing pasti punya satu atau beberapa momen yang Insya Allah akan menjadi momentum untuk tetap istiqamah melakukan hal-hal positif di luar ramadan nantinya. Kegiatan rutin yang kita jalani selama ini seperti mengaji, shalat tarawih, bersedekah, dan lainnya semoga akan terus terjaga sampai kita bertemu lagi di bulan suci tahun depan, Insya Allah.
Tak ada yang tahu tentang umur, dan kita juga tidak bisa memastikan apakah tahun depan masih diberi kesempatan untuk bertemu lagi dengan ramadan atau Allah lebih dulu memanggil kita. Meskipun demikian, apapun yang terjadi Insya Allah itulah yang terbaik.
Penulis ingat betul bagaimana puasa tahun lalu menjadi yang terakhir kalinya untuk dosen saya Pak Bukhari Daud dan bibi saya yang biasa saya panggil ibunda. Saya tidak pernah menyadari bahwa sebelum ramadan tahun ini, mereka sudah kembali kepada Allah. Satu persatu orang yang saya cintai pulang.
Untuk Pak Bukhari, baru kali ini saya merasa begitu kehilangan dari kalangan guru. Beliau sudah saya anggap sebagai ayah kedua di kampus. Banyak jasa beliau saat saya sedang melakukan penelitian skripsi. Berkat beliau saya mendapatkan arah jalan penelitian saya padahal beliau bukanlah dosen pembimbing saya melainkan penguji. Selain itu, kebiasaan beliau yang selalu menghargai janji, menjaga shalat fardhu berjamaah, memperlakukan mahasiswa dengan baik, menjadi contoh tersendiri bagi saya. Pak Bukhari merupakan salah satu teladan dalam kehidupan saya. Bahkan, saya yang juga sekarang mengajar di salah satu pondok tahfidz di Banda Aceh, secara tak langsung cara mengajar saya terbawa dari cara mengajar beliau. Dan saya bahagia dapat menerapkan apa yang Pak Bukhari terapkan, meskipun belum semaksimal beliau.
Sebenarnya, puasa tahun ini saya sangat menanti kehadiran beliau di Masjid Al Makmur, Lampriet, Banda Aceh. Biasanya, Pak Bukhari mendapat jadwal rutin untuk berceramah di sela-sela shalat Isya dan Tarawih. Namun Allah berkehendak lain, dan saya yakini dalam hati bahwa semua terjadi bukan karena tanpa sebab, juga di balik dari ujian yang saya hadapi, pasti ada satu atau beberapa hal positifnya. Dan itu akan terlihat seiring berjalannya waktu.
Tak lama setelah meninggalnya Pak Bukhari, kabar duka kembali menyapa saat bibi saya, ibunda, kembali kepada-Nya. Adalah penyakit kanker yang telah beliau derita sejak beberapa tahun lalu, merenggut nyawa beliau. Ada satu hal yang membuat saya teringat akan sosok almarhumah nenek saya. ketika kesehatan beliau terus menurun, ibunda tetap mencoba menebar senyuman dalam sakitnya. Tak hanya itu, saat detik-detik terakhir sebelum embusan napas terakhir beliau, ibunda terus berjuang melawan penyakitnya itu. Seakan beliau tak ingin menyerah dan terus menebar aura positif untuk tetap menghibur suami dan anak-anak beliau.
Almarhumah nenek saya pun demikian yangbtutup usia empat tahun silam. Seminggu sebelum beliau meninggal, kesehatan beliau semakin berkurang. Mulai dari batuk hingga napas yang sesak pelan-pelan merenggut kebahagiaan beliau. Tapi, kekuatan hatinya mengalahkan penyakit dalam tubuhnya, nenek terus berjuang menahan rasa sakit dengan terus tersenyum. Hingga pada malam setelah Isya beliau menutup mata untuk selamanya. Sampai detik ini, senyuman beliau terus berada dalam hati saya, sebagai simbol kekuatan untuk menghadapi lika-liku kehidupan.
Pak Bukhari, Ibunda dan nenek saya, merupakan sosok teladan bagi saya. Dan khusus untuk ibunda serta nenek, dapat saya katakan bahwa para wanita memang benar-benar kuat. Mereka mampu menyembunyikan rasa sakit agar orang di sekitar tidak khawatir dengan kondisi batin atau fisik mereka. Dan anggapan terkait wanita itu lemah merupakan sebuah kebohongan besar. Orang-orang yang menganggap wanita demikian, mereka belum paham tentang seluk beluk kehidupan ini. Dan inilah gunanya puasa, salah satunya agar kita terus berpikir positif dan jangan beranggapan atau berprasangka buruk.
- Air mata di ramadan tahun ini
Tak dapat dipungkiri bahwa setiap tahun ramadan tiba, pasti ada saja kesedihan-kesedihan yang melanda kita semua khususnya ummat muslim. Baru-baru ini kita mendapat berita duka terkait meninggalnya Ustadz Tengku Zulkarnain. Menurut kabar yang beredar, beliau tutup usia akibat covid 19 ini. Salah satu ulama, panutan, contoh, meninggalkan kita semua. Sosok beliau yang berani melawan kedzaliman yang terjadi di Indonesia membuat ustadz Tengku banyak dimusuhi, tapi tak sedikit pula yang berdiri di sisi dan mendukung pergerakan beliau. Kepergian ustadz Tengku sekaligus menambah daftar ulama-ulama yang tutup usia di tahun 2021 ini. Bagaimanapun juga, beliau kembali kepada Allah dalam bulan suci, Insya Allah kebaikan turut menyertai beliau dan ditempatkan di sisi terbaik-Nya.
Kabar duka lain datang dari negeri Palestina yang kembali dibombardir oleh penjajah zionis Israel. Kejamnya mereka sudah tak bisa ditolerir lagi, dengan teganya menghabisi nyawa-nyawa yang sedang beribadah di masjid. Sisi kemanusian mereka benar-benar tidak ada, membunuh siapa saja warga Palestina di depan.
Sungguh sangat memalukan ketika sebagian dunia berdiam diri seolah-olah tidak terjadi apa-apa di Palestina. Tercatat hingga kini, baru Turki saja yang bersuara. Melalui presiden Erdögan, beliau mengecam keras apa yang telah dilakukan oleh pihak Israel. Beliau juga mengajak seluruh negara-negara Islam untuk bersatu dan bergerak melindungi negeri Palestina. Turki sendiri bukan kali ini saja mengecam aksi Israel yang telah melenceng jauh dari terapan hak asasi manusia, sudah banyak suara-suara yang mereka tujukan untuk melawan penjajahan yang hingga detik ini masih dilakukan oleh Israel.
Lalu siapa yang berani mengatakan bahwa penjajahan adalah tindakan yang harus dimusnahkan? Siapa yang berani berkata bahwa penjajahan itu sudah tidak ada lagi di dunia ini? Lihatlah penjajah zionis Israel, sudah bertahun-tahun melakukan aksi keji tersebut, tapi sebagian besar negera tak memperdulikan itu. Sungguh memalukan.
Seharusnya bulan suci ini menjadi momen kebahagian bagi seluruh umat muslim juga menjadi ajang silaturrahim. Tapi momen ini dengan tega dihancurkan oleh para penjajah. Bayangkan saja kita sedang beribadah di masjid tiba-tiba di tembaki, kita sedang melakukan aktivitas rutin lalu tanpa disadari malah diserbu dengan roket. Lihat sekarang Palestina — tangisan, darah, suara peluru, ledakan bom — semua menjadi satu padu meluluh lantakkan negeri dan nyawa-nyawa yang tidak berdosa.
Penulis mewakili seluruh keluarga dan kerabat, turut berbela sungkawa atas kejadian di Palestina. Semoga yang telah mendahului mendapat tempat yang sebaik-baiknya dari Allah. Dan yang ditinggalkan oleh sanak keluarga, semoga terus diberi kekuatan oleh Allah untuk menghadapi hari-hari berdarah ini. Kita semua tak pernah tahu kapan pembunuhan ini akan usai. Tapi janji Allah mengenai negeri Palestina akan benar-benar tiba.
Dan bagi para pembaca sekalian, tidak mesti harus turun ke medan tempur untuk dapat membantu rakyat Palestina, apabila memang tidak mampu. Sekurang-kurangnya kita mengirim mereka doa agar terus berada dalam lindungan-Nya, baik setelah shalat atau di manapun kita berada. Apalagi dalam bulan suci ini, Insya Allah doa yang kita panjatkan dengan kerendahan hati serta setulus mungkin, akan diterima oleh Allah. Dan dengan condongnya hati kita untuk terus memihak Palestina, Insya Allah menjadi amal kebaikan yang akan menolong kita di akhirat kelak.
- Ujung Ramadan
Seberat apapun cobaan yang kita alami, tetapkanlah keteguhan hati kita, bahwa semua akan ada masa ujungnya, semua akan segera berakhir. Teruslah berusaha dan memohon doa kepada Allah, sungguh hanya Dia-lah yang Maha Penolong. Yakinlah bahwa Allah tetap bersama orang yang terus mengingat-Nya.
Terkadang kita mengharapkan kebahagian di setuap ujung momen yang kita jalani, termasuk di bulan puasa ini. Sebagian ada yang berbahagia, tapi banyak juga yang bersedih. Oleh sebab itu, kita yang sedang berbahagia ini agar tidak terlalu terbawa suasana. Ketahuilah bahwa di seberang negeri sana, atau bahkan di sebelah rumah kita ada sekumpulan orang yang sedang mengalami kesedihan. Apabila kita tak mampu membantu mereka dengan segenap materi yang kita punya, minimal kita terus mendoakan mereka dalam kebaikan.
Untuk mereka yang sedang menghadapi cobaan, percayalah bahwa Allah tak pernah berlalu dari kalian. Seberat apapun hidup yang kalian jalani, teruslah berusaha dan jangan lupa untuk tetap berdoa. Dan, ujian serta cobaan yang ada Insya Allah tercatat sebagai kebaikan di sisi Allah. Yang terpenting adalah, kalian yang sedang bersedih, jangan pernah berkecil hati, kami semua akan terus berpihak di antara kalian. Sungguh kalian tidak sendirian di dunia ini.
Dan teruntuk Palestina, kalian tidak hanya berjuang sendirian untuk mempertahankan negeri dan Masjidil Al-Aqsa, perjuangan kalian juga merupakan perjuangan kami. Tangisan kalian juga milik kami, rasa sakit serta luka kalian adalah bagian dari kami, dan keluarga kalian merupakan keluarga kami.
Intinya adalah terus berusaha dalam doa. Apapun yang kita jalani, usaha dan doa adalah jalannya. Penulis teringat dengan salah satu tulisan skripsi Riska Riwana, kerabat dekat saya. Dia mengaku bahwa dalam menyelesaikan penelitian skripsinya, doa dan usaha adalah titik temu untuk menyelesaikan segala perkara. Oleh karena itu jangan ragu untuk berusaha dan jangan pernah remehkan doa.
Semoga ramadan tahun ini menjadi momentum kita untuk dapat lebih dekat dengan Allah. Juga, semoga puasa ini menggerakkan kita untuk saling memahami perasaan orang lain, membantu kerabat sebisa mungkin, dan menjadikan diri sendiri lebih baik dari sebelumnya. Amalan-amalan yang kita lakukan selama ramadan ini, semoga tetap terjaga hingga nanti kita bertemu lagi di bulan suci tahun depan, Insya Allah.
Lebih lanjut, penulis berharap agar dunia dapat kembali normal; berakhirnya konflik di belahan dunia, berakhirnya rasis yang terjadi, pelecehan seksual, pembunuhan serta berakhirnya covid 19 yang sudah mewabah lebih dari satu tahun. Dengan lika-liku kehidupan yang kita hadapi, sebagai umat muslim sudah sepatutnya kita tidak perlu berkecil hati atau berputus asa. Ada cara untuk menemukan jalan keluar salah satunya adalah dengan shalat dan mengaji atau bersedekah.
Ingatlah bahwa banyak ayat-ayat motivasi di dalam Al-Quran, yang mana kata-kata tersebut berasal dari Allah, bukan dari manusia. Maka pahamilah, ketika Sang Maha Pencipta sudah percaya bahwa segala cobaan yang ada itu, kita pasti sanggup melaluinya, lantas, mengapa kita sebagai makhluk ciptaan-Nya masih juga ragu?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H