Mohon tunggu...
REZA DWI KURNIAWAN
REZA DWI KURNIAWAN Mohon Tunggu... Politisi - Mahasiswa

Mahasiswa Universitas Pelita Bangsa Falkutas Ekonomi dan Bisnis

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Negara Demokrasi di Persimpangan: Saat Kekuasaan Parsial Menggerogoti Keadilan

25 Januari 2025   03:44 Diperbarui: 25 Januari 2025   03:44 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Negara demokrasi sering dianggap sebagai sistem pemerintahan yang ideal, di mana kedaulatan berada di tangan rakyat dan keputusan diambil berdasarkan prinsip musyawarah atau suara mayoritas. Namun, di balik idealisme tersebut, terdapat fenomena yang disebut sebagai teori negara parsial, yang menggambarkan fragmentasi kekuasaan di dalam tubuh negara. Negara parsial muncul ketika institusi-institusi negara atau kelompok tertentu bertindak hanya untuk kepentingan golongan tertentu, bukan demi kepentingan kolektif seluruh rakyat.  

Fenomena ini sering kali terjadi dalam negara demokrasi yang lemah, di mana pengawasan terhadap pemerintah kurang efektif dan transparansi rendah. Kelompok-kelompok elit politik atau ekonomi yang memiliki akses terhadap kekuasaan negara memanfaatkan celah demokrasi untuk menciptakan ruang eksklusif bagi kepentingan mereka. Akibatnya, fungsi negara sebagai pelayan rakyat berubah menjadi alat yang melayani kepentingan segelintir pihak.  

Teori negara parsial juga dapat dipahami melalui perspektif patronase politik. Dalam praktik ini, pejabat publik atau partai politik memberikan keuntungan ekonomi, jabatan, atau akses istimewa kepada kelompok tertentu sebagai imbalan atas dukungan politik. Hal ini mengakibatkan penguatan hubungan transaksional yang menggerogoti nilai-nilai demokrasi sejati, seperti keadilan sosial dan kesetaraan hak.  

Salah satu faktor yang memicu berkembangnya negara parsial adalah korupsi sistemik. Ketika korupsi merajalela, fungsi negara sebagai pengelola kekayaan publik menjadi terdistorsi. Institusi-institusi negara tidak lagi netral, melainkan menjadi alat kekuasaan bagi kelompok-kelompok yang berkuasa. Proses legislasi, penegakan hukum, dan alokasi anggaran publik sering kali dimanipulasi demi keuntungan segelintir elit.  

Dalam konteks ekonomi, negara parsial sering menciptakan ketimpangan yang semakin parah. Sumber daya negara yang seharusnya digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat justru dialokasikan kepada kelompok tertentu. Hal ini memunculkan oligarki ekonomi yang menguasai sektor-sektor strategis, seperti energi, infrastruktur, atau pangan. Oligarki ini pada akhirnya memperkuat kekuasaan politik mereka melalui pembiayaan partai politik atau kampanye.  

Selain itu, negara parsial dapat menyebabkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Ketika rakyat merasa bahwa negara tidak mewakili kepentingan mereka, muncul apatisme politik yang melemahkan legitimasi demokrasi. Masyarakat menjadi enggan berpartisipasi dalam proses politik, sehingga memperbesar peluang bagi kelompok-kelompok elit untuk terus mendominasi.  

Namun, fenomena ini tidak selalu disebabkan oleh niat buruk aktor politik semata. Dalam beberapa kasus, fragmentasi dalam negara demokrasi dapat terjadi karena sistem pemerintahan yang terlalu kompleks. Desentralisasi yang tidak diimbangi dengan pengawasan yang memadai, misalnya, dapat menciptakan banyak pusat kekuasaan yang bekerja tanpa koordinasi, sehingga memperburuk tata kelola negara.  

Mengatasi teori negara parsial dalam tubuh demokrasi membutuhkan reformasi struktural dan budaya politik. Transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi masyarakat harus menjadi pilar utama dalam setiap pengambilan keputusan. Selain itu, perlu ada upaya kolektif untuk memutus rantai patronase politik dan membangun sistem yang benar-benar inklusif.  

Peran masyarakat sipil juga sangat penting dalam mengawasi kinerja pemerintah dan mendorong agenda reformasi. Aktivisme, media yang independen, serta pendidikan politik harus diperkuat untuk menciptakan masyarakat yang kritis dan berdaya. Dengan cara ini, demokrasi dapat ditegakkan kembali sebagai sistem yang melayani seluruh rakyat, bukan hanya sebagian kecil elit.  

Teori negara parsial adalah peringatan bagi setiap negara demokrasi untuk tidak lengah terhadap ancaman fragmentasi kekuasaan. Jika dibiarkan, fenomena ini tidak hanya merusak keadilan sosial, tetapi juga merongrong fondasi demokrasi itu sendiri. Oleh karena itu, diperlukan komitmen bersama untuk menjaga demokrasi tetap berjalan sesuai prinsip dasarnya, yaitu melayani kepentingan rakyat secara utuh dan inklusif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun