Indonesia sebagai sebuah bangsa merdeka didasarkan pada sebuah ideologi luhur, yakni Pancasila. Sejak Proklamasi Kemerdekaan, Pancasila menjadi dasar negara yang memadukan nilai-nilai kebangsaan, agama, dan budaya lokal. Namun, dalam perjalanan sejarah, ideologi ini menghadapi tantangan serius, baik dari dalam maupun luar negeri. Fenomena terkini menunjukkan bahwa Indonesia tampak bergerak menjauh dari prinsip-prinsip sosialisme yang terkandung dalam Pancasila, namun juga tidak sepenuhnya menganut kapitalisme. Hal ini memunculkan pertanyaan besar: ke mana arah ideologi Indonesia, dan apa yang kini menjadi dasar negara kita?
* Pergeseran Sosialisme dalam Pancasila
Sebagai negara yang berakar pada nilai-nilai kebersamaan, keadilan sosial menjadi salah satu pilar utama dalam Pancasila. Sayangnya, implementasi keadilan sosial di Indonesia sering kali tergerus oleh praktik oligarki dan ketimpangan ekonomi. Contoh nyata adalah ketidakmerataan pembangunan antara pusat dan daerah, serta penguasaan sumber daya oleh segelintir elit. Prinsip sosialisme yang seharusnya menempatkan kepentingan rakyat sebagai prioritas tampak kian memudar. Program-program seperti redistribusi tanah atau perlindungan terhadap buruh sering kali hanya menjadi janji politik tanpa realisasi signifikan.
* Kapitalisme yang Tak Sepenuhnya Kapitalis
Di sisi lain, meskipun kebijakan ekonomi Indonesia cenderung mendekati kapitalisme, negara ini belum sepenuhnya mengadopsi prinsip-prinsip pasar bebas yang murni. Pemerintah masih mempertahankan peran besar dalam sektor strategis seperti energi, pangan, dan transportasi. Namun, keberadaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang monopolistik kerap menjadi alat politik daripada instrumen efisiensi ekonomi. Kapitalisme yang setengah hati ini memunculkan paradoks, di mana ekonomi tumbuh, tetapi distribusi manfaatnya sangat timpang.
*Krisis Identitas Ideologi
Indonesia kini berada dalam krisis identitas ideologi. Pada tataran praktis, kebijakan pemerintah tampak pragmatis tanpa berpijak pada ideologi yang jelas. Misalnya, dalam menangani persoalan ekonomi global, pemerintah kerap mengutamakan investasi asing tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap kedaulatan rakyat. Di sisi lain, retorika Pancasila terus digaungkan sebagai identitas bangsa, meskipun implementasinya jauh dari semangat awal.
* Pancasila yang Tergerus oleh Praktik Politik
Ironisnya, Pancasila yang digadang-gadang sebagai "bintang penuntun" justru kerap menjadi alat legitimasi politik semata. Dalam banyak kasus, Pancasila digunakan sebagai simbol untuk meredam kritik atau mempertahankan status quo, bukan sebagai pedoman untuk menciptakan keadilan sosial dan kemanusiaan. Hal ini mengikis kepercayaan masyarakat terhadap Pancasila sebagai dasar negara.
*Munculnya Neo-Feodalisme