Mohon tunggu...
REZA DWI KURNIAWAN
REZA DWI KURNIAWAN Mohon Tunggu... Politisi - Mahasiswa

Penulis dan pengamat Ekonomi dan Politik (EKPOL )

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Orientasi Negara terhadap Ekonomi Berkelanjutan

28 November 2024   16:14 Diperbarui: 28 November 2024   16:23 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Jatim institut 

Dalam beberapa dekade terakhir, konsep ekonomi berkelanjutan telah menjadi fokus penting dalam pembangunan negara-negara di dunia. Ekonomi berkelanjutan didefinisikan sebagai pendekatan ekonomi yang tidak hanya berorientasi pada pertumbuhan dan keuntungan semata, tetapi juga mempertimbangkan dampak sosial dan lingkungan. Hal ini penting untuk memastikan bahwa kebutuhan generasi sekarang dapat terpenuhi tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang. Sebagai negara berkembang, Indonesia menghadapi tantangan besar dalam menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi dengan pelestarian sumber daya alam dan keadilan sosial.  

Menurut Jeffrey Sachs, seorang ekonom terkemuka, ekonomi berkelanjutan memerlukan pendekatan holistik yang mencakup tiga pilar utama: ekonomi, sosial, dan lingkungan. Dalam konteks Indonesia, langkah ini melibatkan upaya untuk mengurangi ketimpangan sosial, meningkatkan akses terhadap pendidikan dan kesehatan, serta menjaga keberlanjutan sumber daya alam. Sayangnya, orientasi kebijakan ekonomi Indonesia selama ini sering kali terjebak pada pertumbuhan ekonomi jangka pendek, seperti eksploitasi sumber daya alam dan pembangunan infrastruktur tanpa memperhatikan dampak lingkungan.  

Pada tingkat global, konsep ekonomi hijau (green economy) mulai menjadi tolok ukur dalam menciptakan ekonomi berkelanjutan. Menurut laporan dari Program Lingkungan PBB (UNEP), ekonomi hijau mampu meningkatkan kesejahteraan manusia dan mengurangi risiko lingkungan secara signifikan. Di Indonesia, beberapa program pemerintah, seperti gerakan *Making Indonesia 4.0* dan pengembangan energi terbarukan, merupakan upaya untuk mengintegrasikan keberlanjutan dalam agenda pembangunan. Namun, keberhasilan program ini masih terbatas oleh birokrasi yang rumit dan kurangnya investasi pada inovasi teknologi ramah lingkungan.  

Prof. Emil Salim, seorang ekonom senior Indonesia, menekankan bahwa pembangunan ekonomi harus didasarkan pada pendekatan yang ramah lingkungan. Ia berpendapat bahwa Indonesia perlu beralih dari model ekonomi berbasis ekstraktif menjadi ekonomi yang berbasis nilai tambah. Sektor-sektor seperti pertanian berkelanjutan, energi terbarukan, dan ekonomi digital merupakan sektor strategis yang dapat dikembangkan. Menurutnya, orientasi ekonomi seperti ini dapat menciptakan lebih banyak lapangan kerja, sekaligus melestarikan ekosistem yang ada.  

Pandangan lain datang dari Joseph Stiglitz, peraih Nobel Ekonomi, yang menekankan pentingnya pemerintah dalam menciptakan kebijakan fiskal dan moneter yang mendukung keberlanjutan. Subsidi terhadap energi fosil, misalnya, harus dihentikan dan dialihkan ke energi terbarukan. Dalam konteks Indonesia, transformasi ini membutuhkan keberanian politik dan kesadaran publik yang lebih tinggi. Selain itu, penguatan regulasi terkait deforestasi dan pengelolaan limbah menjadi langkah kritis untuk mewujudkan ekonomi berkelanjutan.  

Namun demikian, transformasi menuju ekonomi berkelanjutan bukanlah tanpa tantangan. Kesenjangan ekonomi dan ketimpangan akses terhadap teknologi sering kali menjadi penghambat utama. Data dari Bank Dunia menunjukkan bahwa tingkat ketimpangan di Indonesia masih cukup tinggi, terutama di daerah-daerah terpencil. Oleh karena itu, pemerintah perlu meningkatkan inklusi keuangan, memperkuat pendidikan vokasi, serta memastikan bahwa manfaat pembangunan dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat.  

Dengan orientasi yang jelas terhadap ekonomi berkelanjutan, Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadi pelopor dalam pembangunan yang inklusif dan ramah lingkungan di Asia Tenggara. Sinergi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil diperlukan untuk mewujudkan visi ini. Sebagai bangsa yang kaya akan sumber daya alam dan memiliki modal sosial yang kuat, Indonesia harus mampu menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi dan keberlanjutan lingkungan bukanlah dua hal yang saling bertentangan, melainkan dapat berjalan beriringan untuk mencapai kemakmuran jangka panjang.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun