Saya merasa cukup prihatin ketika menyaksikan fenomena mahasiswa yang melakukan aksi demonstrasi demi kepentingan individu atau kelompok tertentu yang memiliki kepentingan terselubung. Mahasiswa, sebagai agen perubahan dan harapan bangsa, seharusnya bertindak dengan tulus dari hati nurani, tanpa ada dorongan lain selain kesadaran akan keadilan. Fenomena ini menunjukkan adanya distorsi peran mahasiswa sebagai _social control_ yang berfungsi untuk menjaga keseimbangan sosial.
Demonstrasi mahasiswa seharusnya didorong oleh rasa tanggung jawab moral untuk memperjuangkan kebenaran dan melawan ketidakadilan. Mahasiswa memiliki posisi strategis karena mereka berada di titik di mana idealisme masih segar dan belum tercemar oleh kepentingan pragmatis tertentu. Ketika mahasiswa terjun ke jalan untuk menyuarakan aspirasi, seharusnya yang mereka bawa adalah suara nurani, bukan suara pihak-pihak yang memiliki agenda terselubung.
Namun, dalam beberapa kasus, aksi demonstrasi mahasiswa berubah menjadi sarana untuk memperjuangkan kepentingan individu atau kelompok tertentu yang memiliki kepentingan politik atau ekonomi. Ini tentu sangat memprihatinkan, karena mahasiswa yang semestinya menjadi penjaga moralitas sosial justru digunakan sebagai alat politik. Bukan lagi karena mereka merasa tertindas atau melihat adanya ketidakadilan, melainkan karena dorongan kekuatan eksternal yang memanfaatkan situasi.
Keterlibatan pihak-pihak berkepentingan ini menyebabkan tujuan mulia dari aksi demonstrasi berubah arah. Alih-alih menyuarakan suara rakyat yang membutuhkan perubahan, demonstrasi mahasiswa sering kali berujung pada pemenuhan agenda tersembunyi yang tidak ada hubungannya dengan kepentingan umum. Ketika aksi mahasiswa digunakan untuk hal ini, peran mereka sebagai kontrol sosial pun menjadi kabur, dan mereka berubah menjadi _controlling interests_, atau pengontrol kepentingan.
Hal ini tentu saja berbahaya, karena mahasiswa adalah simbol perlawanan terhadap ketidakadilan dan penindasan. Ketika mahasiswa kehilangan orientasinya, masyarakat akan kehilangan salah satu komponen penting dalam menjaga keseimbangan kekuasaan. Demonstrasi mahasiswa yang dimanipulasi oleh pihak tertentu akan semakin menjauhkan mereka dari tujuan utamanya: memperjuangkan keadilan dan kebenaran.
Sejarah telah membuktikan bahwa mahasiswa memiliki peran penting dalam perubahan sosial dan politik di berbagai negara, termasuk Indonesia. Namun, sejarah juga menunjukkan bahwa ada saat-saat di mana mahasiswa disalahgunakan oleh kekuatan tertentu untuk mencapai tujuan politik atau ekonomi tertentu. Ini adalah pengkhianatan terhadap peran sejati mahasiswa sebagai penjaga moralitas sosial dan keadilan.
Aksi demonstrasi yang dilakukan mahasiswa seharusnya lahir dari kesadaran yang mendalam tentang kondisi masyarakat yang mengalami ketidakadilan. Mereka harusnya bergerak karena mereka merasa terdorong untuk mengubah sistem yang tidak adil, bukan karena ada kepentingan individu atau kelompok yang menunggangi mereka. Dalam situasi seperti ini, mahasiswa kehilangan kemurnian perjuangannya.
Kita harus kembali pada esensi pergerakan mahasiswa yang sesungguhnya: sebagai suara rakyat yang tidak didengar, sebagai pembela hak-hak mereka yang tertindas, dan sebagai agen perubahan sosial yang membawa nilai-nilai keadilan. Ketika mahasiswa bergerak atas dasar kepentingan pribadi atau kelompok, nilai-nilai tersebut akan tercemar dan perjuangan mereka menjadi tidak murni lagi.
Peran mahasiswa sebagai _social control_ sangat penting dalam menjaga dinamika masyarakat tetap sehat. Ketika mahasiswa mampu berfungsi dengan baik sebagai kontrol sosial, mereka akan menjadi kekuatan yang menyeimbangkan kekuasaan. Mereka akan mampu melawan kekuatan-kekuatan yang mencoba merusak tatanan sosial dengan mengedepankan kepentingan pribadi. Namun, saat mahasiswa dipengaruhi oleh kepentingan eksternal, mereka kehilangan kemampuan untuk menjalankan peran ini.
Kita perlu menekankan bahwa mahasiswa harus kembali ke jalur yang benar, di mana mereka berdiri atas dasar keadilan, bukan atas dasar keuntungan pribadi. Mahasiswa harus memperkuat posisi mereka sebagai aktor yang independen dan bebas dari pengaruh kelompok-kelompok tertentu. Dengan begitu, mereka akan mampu berkontribusi secara signifikan dalam menciptakan masyarakat yang lebih adil.