Keberadaan ragam kesenian dan budaya lokal kita hingga akhir ini memang benar-benar seperti berada pada ujung tanduk, hal ini disebabkan oleh arus globalisasi yang kian begitu kuat sehingga membuat kesenian budaya lokal yang ada pada dalam negeri seperti seakan hilang entah kemana dan nasibnya begitu perlu diperhatikan dengan serius.Â
Beberapa strategi sudah diupayakan oleh pemerintah terhadap masyarakat mengenai permasalahan seni dan budaya yang kian mengkhawatirkan, seperti contohnya yaitu mewajibkan anak sekolah untuk memakai pakaian adat di sekolah seperti yang ada pada daerah Yogyakarta, event kebudayaan nasional setiap tahun, dan masih banyak lagi yang lainnya, semua upaya tersebut adalah tak lain dan tak bukan semata-mata untuk melestarikan budaya lokal kita agar tak lekang oleh waktu dan agar tak tergerus oleh arus globalisasi.Â
Selain daripada contoh upaya-upaya diatas, masih terdapat sebuah salah satu upaya yang sangat penting untuk melestarikan seni budaya, yaitu sebuah keberadaan 'sanggar seni budaya'. Sanggar seni budaya merupakan suatu sarana atau tempat yang digunakan sekumpulan orang untuk melakukan kegiatan pembelajaran seni.Â
Peran sanggar seni budaya sebagai sarana melestarikan budaya memang sangatlah penting, disinilah kemudian nasib keberadaan seni kebudayaan lokal ditentukan, apakah kesenian dan kebudayaan lokal akan tetap ada ditengah-tengah arus globalisasi?, ataukah akan hilang begitu saja? , yang jelas substansi keberadaan sanggar seni budaya bertujuan untuk melestarikan sebuah seni dan kebudayaan.Â
Jadi, selama disetiap wilayah kita masih terdapat suatu keberadaan sanggar seni budaya, maka dapat diyakini seni budaya lokal kita akan tetap terjaga. Tinggal permasalahannya terletak pada seberapa banyak sanggar-sanggar seni tersebut ada, dan seberapa banyak peminat yang ingin dan mau melestarikan budaya kita, karena jika dilihat sejauh kita memandang, sanggar-sanggar seni budaya di Indonesia memang begitu sangat minim sekali keberadaanya, padahal Indonesia merupakan sebuah negara yang kaya akan ragam budaya, namun sanggar pelestari budayanya sungguh begitu sedikit dan berbanding terbalik dengan banyaknya ragam budaya yang ada di Indonesia, ditambah lagi seringnya konflik internal yang terjadi pada tiap sanggar seni budaya, dalam hal ini sehingga dapat dikatakan bahwa Indonesia dimasa kini yaitu sedang mengalami sebuah krisis pelestarian budaya.
Upaya-upaya melestarikan seni dan budaya dengan cara memahaminya secara tekstual dan secara teori saja tidaklah cukup, karena jika tidak dibarengi dengan praktik dan niat untuk melestarikannya akan terjadi sebuah kesia-siaan belaka, seni budaya Indonesia akan tetap hilang tergerus oleh arus globalisasi. Oleh karena itu dibutuhkan generasi-generasi yang mempunyai keinginan kuat untuk melestarikan budaya dan dibarengi dengan keberperanan sanggar untuk memfasilitasi mereka.Â
Â
Problematika sanggar seni budaya dewasa kini bukan hanya terletak pada jumlah sanggar yang berdiri dan seberapa banyak peminatnya serta minimnya guru atau pelatihnya saja, masih terdapat problematika lain yang dialami oleh sanggar seni budaya. Respon masyarakat terhadap adanya sanggar juga perlu diperhatikan dan didengar, karena dari respon tersebut dapat menjadi sebuah problem jika mereka merespon dengan cara memberikan sebuah kritikan, saran, dan masukan kepada sanggar.Â
Beberapa kalangan masyarakat kini mulai mempertanyakan mengenai keberadaan sanggar pelestari budaya dan isi pelaksanaan didalamnya. Satu dari sekian banyak pertanyaan tersebut adalah terkait uang iuran atau pungutan yang ada pada sanggar seni pelestari budaya. Dalam praktiknya mereka yang ingin mulai belajar kesenian di sanggar seni diwajibkan harus membayar uang terlebih dahulu, uang tersebut pun dinilai tak cukup kecil juga.Â
Memang, jika dilihat, praktik pembayaran yang ada pada sanggar adalah sebuah hal umum yang dilakukan oleh para pemilik sanggar sedari dulu, para sanggar seni melakukan sebuah praktik pembayaran seperti uang pangkal atau bulanan dengan beralasan yaitu untuk merawat fasilitas dan properti kesenian yang ada.