Dear saudara-saudari-ku , Dalam lima hari lagi, kita akan melakukan pemilihan presiden kita yang ketiga kalinya. Berbeda dengan pemilu sebelumnya, dikarenakan batasan Undang-Undang, kali ini SBY tidak mencalonkan diri lagi. Jika ya, mungkin situasi pemilihan presiden akan jauh berbeda dari kondisi saat ini. Namun dengan absennya SBY ini, dua putra bangsa baru muncul; Prabowo dan Jokowi. Kedua tokoh yang sama-sama belum memiliki pengalaman dalam kepemimpinan nasional dapat mengalahkan tokoh-tokoh politik nasional lainnya yang lebih dulu berkutat di dunia politik. Hal ini menunjukan bahwa sebagian besar rakyat Indonesia sepakat bahwa diperlukan pemimpin yang baru, yang lebih bersih dibandingkan politikus-politikus saat ini. Namun uniknya, keduanya menyadari kelemahan dalam hal pengalaman pada skala kepemimpinan nasional, sehingga memilih Wakil Presiden dari pihak yang dekat / pernah dekat dengan pemerintahan sebelumnya. Kedua tokoh ini berasal dari latar belakang yang berbeda. Dengan perbedaan tersebut, walaupun tujuan akhir mereka sama, mereka memiliki pendekatan yang berbeda. Hal ini menyebabkan munculnya polarisasi pemilih. Kedua pihak pendukung sama-sama merasa bahwa hanya calon pilihannya lah itu yang mampu membawa Indonesia ke arah yang lebih baik. Mereka juga menggambarkan pilpres ini sebagai pihak yang baik melawan pihak yang jahat. Untuk hal ini, saya menyatakan bahwa Anda terlalu banyak menonton sinetron. Hanya di sinetron dan dongeng lah dimana ada seseorang yang sangat baik dan sangat jahat. Di dunia nyata, suatu konflik dan peperangan terjadi bukan karena ada yang baik dan jahat, melainkan adanya dua kepentingan yang berbeda. Keberadaan persaingan ini sebenarnya baik untuk kedua calon. Tanpa saingan yang kuat, kesiapan mereka dalam memimpin akan lebih rendah dibandingkan saat ini. Memang, seseorang harus memiliki lawan yang sebanding jika hendak mengeluarkan semua potensi yang dimilikinya. Rivalitas kedua tokoh ini juga menyebabkan Indonesia menjadi serta-merta peduli politik. Jika membandingkan dengan pemilu tahun 2004 dan 2009, maka status, tweet, likes, dan share tentang politik pada saat ini (2014) jauh lebih banyak. Bahkan banyak teman-teman saya yang apatis pada tahun 2004 dan 2009, pada tahun ini lebih mengekspresikan preferensinya. Semoga pada kali ini, Golput tidak menang total seperti sebelum-sebelumnya
Di sisi lain, debat capres-cawapres saat ini juga lebih berwarna. Saya pernah menonton salah satu acara debat tahun 2004. Pada saat itu semua tokoh saling menyetujui pendapat calon lainnya. Dalam hati saya berpikir, “Kalau semua saling setuju, tunjuk saja satu untuk jadi pemimpin. Toh sama saja visinya”. Namun pada saat ini, kedua calon lebih berani tampil menyerang visi dan misi lawannya. Berbeda dengan banyak orang yang menyatakan bahwa seseorang harus santun. Maka saya berpendapat bahwa dalam acara debat, tentu saja harus saling menyerang. Dari debat saya hendak melihat siapa yang punya visi jelas dan bagaimana usaha yang bersangkutan untuk mempertahankan visinya ketika diserang, direndahkan, dan dijelek-jelekan. Siapapun yang menjadi presiden kelak, beliau akan mendapatkan banyak serangan terhadap visinya tersebut dari negara-negara lain yang tidak se-ideologi. Media debat ini bisa dijadikan sarana latihan. Jika yang menonton hanya ingin mendengar yang baik-baiknya saja dalam debat, itu namanya supporter, bukan penonton. Memang saat ini debat tersebut belum berjalan sesuai yang saya impikan. Namun hal ini menunjukan bahwa Indonesia berjalan menuju ke arah yang lebih baik. Dear saudara-saudari-ku, Saya mem-publish ini sesaat sebelum waktu pemilihan. Dengan timing ini, saya tidak mengarahkan anda untuk memilih salah satu calon. Saya yakin bahwa hampir semua orang yang membaca sudah menetapkan pilihan. Baik Prabowo, Jokowi, atau sudah bertekad untuk tidak memilih dan memanfaatkan pemilu sebagai kesempatan santai-santai di rumah. Saat ini, saya lebih menyarankan Anda untuk berpartisipasi sebaik-baiknya dalam pemilu. Jangan berbuat curang. Esensi dari demokrasi adalah mengeluarkan kemampuan semaksimum mungkin sehingga yang menang merupakan yang terbaik dari kumpulan yang baik. Sementara calon yang menang dari pemilu dengan cara curang merupakan yang terburuk dari kumpulan yang baik. Satu perbuatan curang akan memacu perbuatan curang lainnya yang terpaksa dilakukan untuk menutupi kecurangan sebelumnya. Pada akhirnya walaupun sudah tidak menjabat lagi, kecurangan tersebut akan terus menghantui sampai kita meninggal dunia. Setelah berpartisipasi, Anda juga harus siap dengan konsekuensinya. Jika anda memilih Prabowo, anda sudah harus siap mental jika ternyata Jokowi yang terpilih. Jika anda memilih Jokowi, anda juga harus siap mental jika ternyata Prabowo yang terpilih. Jika anda tidak memilih, maka Anda harus menerima konsekuensi jika ternyata pemimpin terpilih tidak sesuai dengan yang anda harapkan. Sangat tidak etis jika Anda mengkritik sementara, Anda tidak terlibat dalam proses pemilihannya. Siapapun yang terpilih, hal ini bukanlah akhir dunia bagi yang kalah. Ini hanyalah permulaan bagi Indonesia yang baru selama lima tahun ke depan.
Suatu kenyataan yang pahit bahwa siapapun yang terpilih, hanya segelintir orang dari pemilihnya yang mendapatkan keuntungan langsung. Sebagian besar dari kita akan kembali ke pekerjaan kita, menonton final Piala Dunia, mudik, lebaran, lalu kembali berjuang untuk hidup kita masing-masing. Sangat naif untuk mengharapkan bahwa apabila Prabowo atau Jokowi terpilih, maka Indonesia dalam hitungan hari menjadi negara maju di dunia. Lima tahun ke depan adalah waktu menetapkan fondasi untuk Indonesia yang lebih baik. Hasilnya akan kita dapat paling cepat 10 tahun lagi. Dan yang paling penting, akan lebih mudah menghancurkan Indonesia dibandingkan membangun Indonesia. Oleh karena itu, siapapun yang terpilih, haruslah kita dukung sepenuh hati selama kebijakan itu bertujuan untuk membuat Indonesia yang lebih baik.
Jika memang dukungan Anda kepada salah satu calon presiden saat ini adalah murni karena menginginkan Indonesia yang lebih baik, bukan karena keuntungan pribadi jangka pendek, maka mendukung presiden yang bukan pilihan kita untuk kemajuan Indonesia lebih mudah dari yang kita duga. Bagi yang calonnya terpilih, agar tidak terjebak euforia dan kesenangan berlebihan. Ingatlah bahwa tugas anda dimulai saat calon anda terpilih. Kita harus senantiasa mengawasi jalannya pemerintahan, agar Presiden pilihan anda tersebut berusaha untuk memenuhi semua janji-janjinya selama kampanye, dan berhasil merealisasikan sebagian besar janjinya tersebut dalam jangka 5 tahun. Dan terakhir, untuk semua pihak, akanlah baik bagi kita semua untuk mengasumsikan bahwa selalu ada oportunis yang membonceng di kedua capres untuk kepentingan pribadi. Adalah kewajiban kita untuk menggagalkan rencana-rencana oportunis ini.
Musuh kita bukanlah calon presiden saingan, namun semua oportunis yang mengharapkan keuntungan pribadi jangka pendek di Indonesia ini. Semoga Indonesia dapat menjadi maju dan dapat terus dipandang sejajar dengan bangsa-bangsa lain di dunia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Politik Selengkapnya