Pendidikan adalah proses menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak peserta didik, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya (Menurut Ki Hajar Dewantara). Berdasarkan pengertian itu, pendidikan menjadi sesuatu yang penting bagi sebuah negara untuk bisa menuntun semua potensi masyarakat dan generasi penerusnya agar menjadi modal dalam membangun negara tersebut. Negara kita, Indonesia sangat menyadari pentingnya arti Pendidikan sehingga salah satu wujud kesadaran tersebut adalah dialokasikannya 20% dari APBN untuk sektor Pendidikan. Dan pendidikan merupakan hak dari setiap orang, bahkan pada tingkat global, Pasal 13 Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya mengakui hak setiap orang atas pendidikan (wikipedia).
Melihat besarnya dana yang disediakan pemerintah untuk pendidikan, terkadang tidak berbanding lurus dengan kualitas pendidikan yang dihasilkan. Realita dilapangan dapat kita lihat pada lembaga-lembaga pendidikan formal seperti Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) bahkan sampai ke perguruan tinggi masih saja banyak lulusan yang dihasilkan jauh dari yang diharapkan. Meskipun untuk menghasilkan kualitas pendidikan yang baik tentunya tidak hanya bicara tentang berapa biaya yang dibutuhkan karena pendidikan sifatnya sangat kompleks, melibatkan berbagai elemen dan faktor seperti keluarga, lingkungan masyarakat, faktor ekonomi, kesehatan dan lain sebagainya.
Saat ini, pemerintah telah menanggung biaya operasional sekolah melalui pendanaan yang dikenal dengan istilah Dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) dimana petunjuk penggunaan dan pengelolaannya sudah diatur melalui peraturan menteri pendidikan dan kebudayaan (Permendikbud No.8 Tahun 2020). Dan besarannya berbeda-beda untuk setiap tingkatan satuan pendidikan. Untuk tingkatan SD besaran dana BOS Rp.900.000/siswa/tahun, SMP : Rp 1.100.000/siswa/tahun, SMA : Rp.1.500.000/siswa/tahun dan SMK adalah Rp.1.600.000/siswa/tahun. Selain dana BOS tersebut sekolah juga masih diberi peluang untuk mencari pendanaan melalui donatur ataupun melalui pihak ketiga lainnya sesuai dengan peraturan yang berlaku, namun yang pasti sudah tidak diperbolehkan untuk melakukan pungutan yang mengikat dari siswa. Dengan besaran dana operasional sekolah seperti itu dan peluang mencari pendanaan lain, harusnya sekolah-sekolah di negeri kita ini sudah harus bisa secara optimal melakukan kegiatan pendidikan yang baik bagi para peserta didiknya, minimal segala sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh sekolah demi terselenggaranya kegiatan pembelajaran sudah harus bisa terpenuhi. Namun kenyataannya masih saja banyak sekolah yang kondisinya masih memprihatinkan seperti tidak adanya listrik yang memadai, buku-buku pelajaran yang kurang, jaringan internet dan komputer yang spesifikasinya masih jauh dari kebutuhan, media pembelajaran seperti proyektor yang tidak tersedia di setiap ruangan kelas, dan sarana yang lainnya.
Dengan besaran dana operasional sekolah seperti yaang dijelaskan di atas, masih saja ada sekolah yang melakukan pungutan yang sifatnya mengikat kepada para siswa dengan sebutan Uang Komite Sekolah yang besarannya bervariasi di setiap sekolah, ada yang Rp.50.000, Rp.100.000 bahkan mungkin sampai Rp.150.000 per siswa per bulannya. Dengan alasan kekurangan dana maka pihak sekolah melalui rapat Komite Sekolah menetapkan pungutan tersebut dari para siswa dimana orang-orang yang duduk di Komite Sekolah belum tentu juga mewakili suara orang tua siswa yang bersekolah di sekolah tersebut. Pendidikan sangat mahal, alasan ini mungkin menjadi alasan bagi para orang tua siswa untuk mau membayar uang pungutan tersebut karena semua itu demi masa depan anak-anaknya, atau mungkin para orang tua siswa (red : masyarakat) banyak yang tidak tahu bahwa sesungguhnya biaya operasional sekolah itu sudah ditanggung oleh pemerintah. Jangankan orang tua siswa, bahkan guru disekolah itu pun belum tentu tahu penggunaan dan pengelolaan Dana BOS itu meskipun secara aturan harusnya penggunaan dan pengelolaan dana BOS harus melalui rapat dewan guru dan Komite Sekolah.
Jika kita membuat gambaran dana yang dibutuhkan oleh sebuah sekolah, sebut saja Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dengan dana BOS yang disediakan oleh pemerintah, jangankan sarana dan prasarana yang memadai, bahkan menghadirkan instruktur dari Dunia Usaha/Dunia Industri untuk memberikan materi pembelajaran bagi sekolah itu juga mampu, bahkan untuk pengembangan kemampuan para guru-guru juga masih bisa. Misalkan saja sebuah SMK dengan 3 jurusan dan masing-masing jurusan memiliki satu program studi dengan jumlah siswa per tingkatan 60 orang (2 kelas). Artinya setiap program studi berarti memiliki 180 orang siswa (Tingkat 1, tingkat 2 dan tingkat 3), berarti ketiga program studi tersebut memiliki 3 x 180 org siswa = 540 orang siswa. Besaran dana BOS untuk SMK adalah Rp.1.600.000/siswa/tahun, yang artinya sekolah tersebut memiliki dana BOS sebesar 540 siswa x Rp.1.600.000 = Rp.864.000.000,-/tahun. Asumsinya jika sekolah tersebut sudah berumur 5 tahun ke atas harusnya sudah memiliki sarana dan prasarana yang memadai sehingga dana tersebut harusnya mampu membiayai operasional sekolah tersebut, karena disamping dana BOS yang tersedia, sekolah juga masih bisa mencari peluang pembiayaan dari pihak ketiga sesuai aturan yang berlaku, bahkan sebuah SMK harusnya mampu membuat Unit Produksi Sekolah yang bisa menghasilkan sesuai dengan masing-masing jurusan yang ada di SMK tersebut. Lalu kemanakah dana BOS yang ada di sekolah tersebut, jika sekolah pun masih saja melakukan pungutan kepada siswa? Sudah banyak sekolah yang mampu memanfaatkan Dana BOS yang disediakan oleh pemerintah tersebut untuk kemajuan pendidikan kita, namun masih banyak juga sekolah yang belum secara maksimal menggunakan dana tersebut untuk kualitas pendidikan yang baik.
Sesungguhnya Pendidikan kita bukan kekurangan dana/uang meskipun dana yang disediakan pemerintah saat ini masih belum maksimal namun bukan berarti kekurangan. Pendidikan kita sebenarnya kurang memiliki manajemen yang profesional, manajemen yang masih tidak peduli dengan kualitas pendidikan, bahkan mungkin manajemen yang masih belum disentuh oleh Revolusi Mental. Manajemen Pendidikan dalam hal ini dimulai dari manajemen di sekolah sebagai pengguna anggaran hingga diatasnya sebagai pemberi dan yang melakukan pengawasan terhadap penggunaan anggaran tersebut. Penempatan orang-orang di Pendidikan ini baiknya dengan memperhatikan keprofesionalan bukan karena kepentingan baik itu kepentingan politik maupun kepentingan jual-beli jabatan. Karena jika dunia Pendidikan kita dipimpin oleh orang-orang yang dengan kepentingan tertentu maka akan sulit untuk memiliki sebuah sekolah yang mempunyai manajemen yang akan memperhatikan kualitas. Padahal Pendidikan merupakan salah satu kunci kemajuan dari sebuah Bangsa dan Negara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H