Mohon tunggu...
Reyne Raea
Reyne Raea Mohon Tunggu... Penulis - Mom Blogger Surabaya

Blogger Surabaya di reyneraea.com, Penulis e-book Diary Parenting Single Fighter Mom

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Antara Kakak, Mas dan Mbak

8 Desember 2012   06:07 Diperbarui: 24 Juni 2015   20:00 2395
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hampir 13 tahun lalu ketika saya menginjakkan kaki pertama kali di kota Surabaya, saya merasakan banyak perbedaan dengan tempat tinggal saya sebelumnya. Baik dari udaranya yang panas dengan bau polusi yang khas juga bahasanya yang sama sekali tidak bisa kupahami. Di tempat tinggal saya sebelumnya (Sulawesi) hampir semua orang selalu menggunakan bahasa Indonesia dengan campuran dialek daerah yang kata – katanya kadang membuat orang bingung. Namun meskipun bingung, pendatang baru masih bisa mengira – ngira apa perkataan orang di tempat saya ketimbang di Surabaya yang hampir semua orang menggunakan bahasa daerah.

Salah satu ciri khas di Surabaya yang juga berlaku di seluruh tanah Jawa yaitu panggilan mas atau mbak kepada orang lain. Panggilan mas untuk laki – laki dan mbak untuk perempuan bertujuan untuk memanggil orang lain yang kita belum mengetahui namanya. Bisa juga digunakan untuk menyapa seseorang yang lebih tua dari kita, dan tentunya panggilan seorang adik kepada kakaknya.

Di Jawa, Surabaya khususnya, hampir semua orang asli suku Jawa selalu memanggil kakaknya dengan sebutan mas atau mbak, tapi... itu dulu. Sekarang di saat zaman media sosial menjamur di mana – mana, di saat K-Pop jadi kiblat sebagian besar para pemusik baru, di saat pasangan di samping sudah tak semenarik BBM eh? :D

Panggilan mas atau mbak juga semakin hari semakin hilang dari perkataan masyarakat pulau Jawa, terlebih lagi untuk generasi yang baru lahir. Contohnya saja pada keluarga suami saya yang notabene asli suku Jawa, dari ke 6 orang bersaudara yang sudah menikah dan memiliki anak, hanya ada dua keluarga yang membiasakan panggilan "mas" atau "mbak" kepada anak - anaknya. Hal itu juga terjadi pada hampir semua sahabat saya yang asli suku Jawa, Hampir semua anak - anak sahabat saya tidak mengenal yang namanya "mas" atau "mbak", semua digantikan oleh "kakak".

Generasi muda yang remajapun tidak mau kalah, terkadang saya merasa "geli" sendiri jika sedang berjalan - jalan ke pusat - pusat perbelanjaan atau tempat keramaian, hampir semua pekerja di sana selalu menyapa saya dengan panggilan "kakak". Saya jadi teringat dengan keadaan 13 tahun lalu ketika saya baru pertama menginjakkan kaki di tanah Jawa, di mana saya jadi merasa "geli" sendiri ketika disapa dengan panggilan "mbak", saya jadi merasa seperti orang Jawa :).

Menurut saya, sangat disayangkan jika nanti akhirnya panggilan yang menjadi ciri khas suku Jawa tersebut hilang dari masyarakat, sebutan "kakak" memang bagus, "sangat Indonesia" dan mungkin terlihat keren serta modern bagi sebagian orang, namun sebutan "mas" atau "mbak" juga patut dilestarikan, sebelum menghilang dan di klaim negara lain sebagai ciri khasnya.

Di tengah maraknya modernisasi yang diikuti dengan "sukses" oleh sebagian besar masyarakat kita,masih banyak juga orang - orang yang masih cinta kebudayaan negeri sendiri, contohnya keluarga penyanyi Widi Mulia B3, Widi serta suaminya selalu membiasakan anak - anaknya untuk mencintai kebudayaan daerah, mulai dari panggilan ke orang tua yang ketika banyak para artis bahkan orang biasa yang membiasakan anak mereka dengan panggilan "mom" dan "dad", Widi malah masih nyaman dengan panggilan "ibu" dan "bapak" dari kedua anaknya serta panggilan "mas" dan "mbak" untuk kedua anaknya.

Oleh karena itu, mari cintai dan lestarikan kebudayaan kita sebelum hilang dan diambil oleh negara lain, khususnya sebutan "mas" dan "mbak" di pulau Jawa. Meskipun saya bukan asli suku Jawa, tapi saya kadang merindukan ketika orang - orang menyapa saya dengan sebutan "mbak", karena menurut saya itu lebih sopan dan santun untuk di tanah Jawa.

Selamat siang dan salam perdamaian :)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun