Saya membuka tulisan ini dengan kalimat "Tuhan Maha Cinta, Maha Segalanya dan lebih dari kata Maha itu sendiri''.
Setiap manusia pasti pernah merasakan kesunyian dalam hidupnya yang bisa disebabkan oleh beberapa hal yang tidak bisa kita sama ratakan penyebabnya karena bersifat general dan universal. Dalam beberapa orang yang telah saya observasi menyebutkan bahwa dalam setiap kesunyian yang ia temui, ia juga sekaligus mendapatkan kenikmatan dalam mengingat Tuhan.
Tidak sedikit dari kita sering merasakan kesunyian, hening, kosong bahkan sedih tetapi bagaimana kitab bisa mengalihkan perasaan itu dengan kenikmatan mengingat Tuhan sebagai salah satu bentuk pendekatan diri pada dzat yang telah menciptakan kita.Â
Di riwayatkan dalam Halatu Ahli Al-Haqiqati Ma'allahi Ta'ala mengisahkan dialog Yahya bin Muad Ar-Razi dengan sahabatnya. Hal apakah yang dapat menenangkan jiwa? Ia menjawab: "mengingat dzat yang maha hidup yang tidak akan mati untuk selamanya".
Ketika kita sedang dalam kesunyian tersebut sering tidak lagi ada pikiran tentang dunia, maka dari itu membuat diri kita berserah dan memulai percakapan dengan Tuhan, entah tentang pengeluhan maupun pengharapan-pengharapan kita di hari yang akan datang.Â
Ketika kesunyian itu kita lewati dengan mendekatkan diri pada Tuhan, maka nikmat yang kita rasapun akan berlipat ganda dan siap untuk memulai hidup lagi dengan semangat yang baru yang berasal dari dalam diri kita sendiri dan bukan dari hal yang sia-sia.
Dari cerita diatas, dapat disimpulkan bahwa Tuhan dan Hambanya adalah suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan walau dalam keadaan terendah apapun.Â
Karena Tuhan adalah Maha Segalanya dan hamba membutuhkan spiritual dari sang Maha Segalanya untuk melanjutkan hidup di dunia maupun kehidupan selanjutnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H