Kau memang janardana, sorot matamu terang bagai indurasmi. Aku gamang ketika kau berkata, "Cinta ini efemeral" katamu, padahal yang ku ingin adalah cinta yang perennial.
Jadilah pelita disaat aku jatuh dan hampir rimpuh. Dan ketahuilah bahwa hanya kamu yang dapat menyalakan anala cinta ini.
Jangan risak aku soal ketidakyakinan mu akan sendu yang tak berujung. Rinai dan petrikor tak cukup untuk membasuh selaksa renjana ini.
Aku bawa kau ke tepian temaram, lalu aku bisikan kata lembut di telinga mu, "Dekap dan hidu aku dengan bibir manis mu itu, sampai aku tertidur"
Redum hari ini akan menjadi saksi pertautan batin kita yang sporadis.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI