“Ya my friend. I agree.” Kataku, sambil mengusap air mata yang juga sudah mulai terasa hangat dipipi.
Disela-sela kegiatan meliput yang terlalu melelahkan dan menakutkan itu, aku sering mengunjungi Julia di Rumah Sakit. Secara fisik dia memang terlihat sehat, masih ada sedikit senyum yang tersisa dari wajah anggunnya. Namun secara psikis, mungkin ia masih merasa terpukul dengan kejadian yang baru saja ia alami. Gadis kecil itu terpaksa harus menjadi yatim piatu diusianya yang baru saja menginjak 3 tahun.
Aku masih ingat saat pertama kali bertemu dengannya, ia duduk di lobby Rumah Sakit mengenakan sweater warna kuning sambil memeluk botol berisi air mineral. Warna rambutnya brown menjuntai sebahu, hidungnya mancung, pipinya bulat berisi seperti ada dua bola pingpong yang besarang didalamnya, ditambah warna matanya yang sudah kebiruan tanpa perlu menggunakan lensa buatan, membuat Julia sangat indah dipandang dari sudut mana pun.
Sebenarnya Julia hanyalah satu dari sekian banyaknya anak-anak di Gaza yang akhirnya harus menjadi yatim piatu di usia yang masih belia. Namun yang menjadikan aku akhirnya dekat dengan Julia adalah kecakapannya dalam berkomunikasi. Tak banyak anak-anak di Gaza seusianya yang cukup fasih berbahasa Inggris. Sedikit-sedikit ia mengerti apa yang aku ucapkan.
Menurut cerita yang aku dengar dari teman Ayahnya yang kini mengurus dan menjaga Julia sehari-hari dipengungsian Rumah Sakit, Ibunya Julia adalah seorang Dosen bahasa Inggris yang sehari-harinya mengajar di salahsatu Kampus yang ada di Gaza. Rupanya Julia mewarisi kecerdasan itu dari ibunya.
Julia adalah gadis yang supel, ia sangat suka menggambar. Senyumnya selalu terpancar dari bibir mungilnya ketika ia sedang mengoret-oret pensil warna itu di buku gambarnya. Itulah satu-satunya hiburan yang bisa dilakukan Julia selama di pengungsian. Ia nampak fokus dan serius sekali ketika sedang menggambar.
“Julia, what are you drawing?” Tanya aku pada gadis kecil itu.
“I'm drawing my country's flag.” Tangannya cekatan membentuk persegi panjang dengan kombinasi warna merah, hitam, putih dan hijau.
“Why you drawing that?” Tanyaku lagi pada Julia.
“Because I love my country.” Ia menjawab sambil tersenyum sumringah, ada binar dimatanya. Seperti tidak sadar kalau negaranya kini sedang di jajah.