Bagi sebagian orang terus menerus menunjukan kesedihan dan kegalauan karena cinta mungkin akan terasa canggung dan tidak nyaman, apalagi jika itu dilakukan di media sosial. Tapi tidak sedikit juga ada orang yang nyaman melakukan hal tersebut dan menampilkan seluruh perasaan dan keluh kesahnya di media sosial.
Entah karena ingin mendapat simpati atau dukungan dari publik, atau hal tersebut dilakukan semata-mata karena merasa nyaman menghayati kesedihan dan "mendramatisasi" kegalauan seolah-seolah menjadi korban yang paling terpuruk akibat cinta.
Contohnya ketika berada dalam fase "jomblo" alias tidak punya pacar misalnya, ada orang yang sering merasa sedih, galau bahkan menganggap diri tidak berharga ketika tidak mampu mendapat pacar seperti orang-orang diluar sana.
Status jomblo seringkali dipandang sebagai keadaan yang tidak wajar, itulah kenapa banyak orang yang merasa galau dan terpuruk bila tak kunjung mendapat gandengan, hingga kata-kata dan kalimat sedih untuk menutupi luka pun senantiasa menghiasi halaman media sosial.
Padahal apa yang salah dengan status jomblo atau single? Untuk apa pula kita meratapi status jomblo dan merasa malu apabila belum punya pasangan? Untuk apa pula kita merasa sedih dan kesepian selama kita mempunyai teman-teman dan kegiatan-kegiatan menyenangkan yang dapat dilakukan?
Namun orang-orang kadang lebih senang "mendramatisasi" dan "meromantisasi" kesedihan dan menggalaukan diri sendiri sembari memutar lagu-lagu bernada melankolis ketimbang mengubah pikiran dan fokusnya itu ke hal-hal yang lebih menyenangkan.
Terlebih sejak kemunculan lagu-lagu dan film-film tentang cinta yang semakin menjamur di tahun 2000an, banyak orang jadi lebih mudah baper dan dikit-dikit galau karena cinta. Tak sedikit pula ada orang yang memilih mengakhiri hidup dengan tragis akibat putus cinta.
Uniknya bukan hanya remaja atau anak muda saja yang kini hobi "menggalau" di media sosial, rupanya para ABG (anak baru gocap) alias emak-emak dan bapak-bapak pun tak ketinggalan selalu eksis di media sosial dengan kata-kata romantis dan kalimat-kalimat galau yang amat menyentuh hati.
Terlebih munculnya sosok remaja bernama Fajar Sadboy di media sosial membuat dunia permedsosan kian "ambyar" dan orang-orang menjadi ikutan galau masal dengan kata-kata dan kalimat-kalimat manis pelipur lara berbalut sastra yang seringkali diucapkan oleh anak remaja yang baru berusia 15 tahun tersebut.
Bagaimana mungkin seorang anak dengan usia yang "belum cukup umur" itu merasa seperti orang yang ahli dan expert soal cinta. Padahal normalnya anak-anak seusia itu harusnya masih fokus dengan pendidikan, karir, serta masa depannya ketimbang terlalu fokus mendramatisir kisah cinta bersama wanita yang ia sebut sebagai mantannya itu.