Mohon tunggu...
Reynal Prasetya
Reynal Prasetya Mohon Tunggu... Penulis - Broadcaster yang hobi menulis.

Penyuka Psikologi, Sains, Politik dan Filsafat yang tiba - tiba banting stir jadi penulis Fiksi. Cerita-cerita saya bisa dibaca di GoodNovel: Reynal Prasetya. Kwikku: Reynal Prasetya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Bagaimana Figur Otoritas Memengaruhi dan Mengelabui Pikiran Kita

15 November 2020   15:47 Diperbarui: 16 November 2020   18:08 2139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sukarno contoh figur otoritas. Sosok yang penulis kagumi dan idolakan (Sumber: instagram.com/presidensukarno)

Dalam psikologi atau dalam dunia self hypnosis ada istilah yang namanya figur otoritas. Kita tidak akan menemukan pengertiannya di KBBI. Tapi otoritas secara harfiah bisa diartikan sebagai kekuasaan, atau wewenang.

Bila didefinisikan, sederhananya figur otoritas adalah tokoh atau seseorang yang mempunyai atribut atau wewenang, kekuasaan untuk mengatur, memerintah, memimpin, bahkan menggerakkan atau membuat kebijakan dalam bidang tertentu.

Sebut saja misalnya Ulama yang memiliki otoritas dibidang keagamaan. Dokter memiliki otoritas dibidang kesehatan. Saintis memiliki otoritas dibidang keilmuan. Guru bahkan orangtua pun sebenarnya termasuk figur otoritas. Guru adalah figur otoritas untuk muridnya, sedangkan orangtua adalah figur otoritas untuk anaknya.

Atau bisa juga orang yang kita idolakan, kita anggap hebat atau spesial. Tokoh politik tertentu, artis tertentu atau siapa pun orang yang kita idolakan dan kita anggap hebat otomatis menjadi figur otoritas diri kita.

Saya misalnya sangat mengidolakan Sukarno. Bagi saya, Sukarno adalah orang hebat, spesial. Apapun yang berhubungan dengan Sukarno, saya pasti takjub dan kagum. Semakin lama saya mengidolakan Sukarno, maka tanpa sadar, Sukarno telah menjadi figur otoritas bagi saya.

Maka ketika sudah menjadi figur otoritas, apapun yang dikatakan Sukarno, baik ataupun buruk, benar ataupun salah akan selalu saya terima tanpa harus kritis dan mempertanyakan benar atau salahnya, baik ataupun buruknya. 

Otak ini menjadi seperti spons yang menyerap semua itu menjadi sebuah keyakinan.

Penglihatan ini menjadi buta, sehingga tidak bisa melihat dengan "normal" bahwa Sukarno pun adalah manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan. Tapi karena saya sangat mengagumi, mengidolakan dan menganggapnya hebat, saya jadi seolah-olah terhipnotis untuk mengikuti apapun yang dikatakannya.

Apalagi jika kekaguman itu sudah sampai pada level fanatik. Wah pokoknya fans berat, idola banget, figur ideal, ini lebih berbahaya lagi. Kita tidak sadar dan mengakui kalau tokoh yang kita idolakan itu sebenarnya juga punya kecacatan, kekurangan dan sisi gelap.

Dalam pandangan kita, tokoh tersebut adalah tokoh ideal dan maha sempurna, sehingga kita akan bersedia mati-matian memperjuangkan apapun yang menjadi pemikiran dan perkataannya.

Seandainya saya hidup di zaman Sukarno, ketika Sukarno berteriak, "Ganyang Malaysia!!!" Atau "Setrika Amerika!!!" wah maka saya tanpa ragu pasti akan mengikutinya. Berjuang untuknya. Karena dipikiran bawah sadar saya hanya ada satu hal: "Ini idola saya, ini orang hebat, saya harus mengikutinya!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun