Setiap orang pasti dengan mudah bisa melihat kesamaan antara Hitler dan Sukarno. Yang paling mudah terlihat adalah mereka sama-sama tokoh politik, dan sama-sama pernah menjadi Presiden di negaranya masing-masing.
Sukarno pernah menjadi presiden Indonesia dan menamai dirinya sebagai Penyambung Lidah Rakyat, sedangkan Hitler pernah menjadi pemimpin tertinggi Negara Jerman sebagai sang Fuhrer yang berarti sang Pandu atau Pemandu Rakyat.
Kedua tokoh ini sangat berpengaruh di masanya. Sepak terjangnya dalam percaturan politik menancap kuat dalam ingatan sejarah. Pemikiran dan gerak-gerik mereka dalam berpolitik selalu menarik untuk dibicarakan kembali.
Sukarno lahir di kota Surabaya pada 6 Juni 1901. Nama Sukarno sebenarnya tidak begitu saja menempel pada dirinya. Awalnya ia bernama asli Koesno Sosrodihardjo, namun karena semasa kecilnya sering sakit-sakitan terkena malaria dan disentri, namanya pun diubah menjadi Sukarno. Ada kepercayaan orang Jawa jaman dulu, kalau seorang anak sering sakit-sakitan maka namanya harus diganti.
Adapula cerita lain yang menyebutkan bahwa sebenarnya pergantian nama itu bermula karena kakak perempuannya bernama Karsinah, merasa bahwa nama mereka itu kurang sedap didengar ditelinga. Munculah sebuah ide dari kakak perempuannya untuk mengganti nama mereka masing-masing.
"Kus Kus bagaimana pendapatmu, apabila nama kita ini diganti saja?" Tanya Karsinah kepada Kusno.
"Mengapa diganti yu? Apa salahnya kita memakai nama Karsinah dan Kusno?" Jawab Kusno.
Karsinah pun mengungkapkan alasannya, "Saya rasa Kus nama kita ini tidak begitu sedap didengar oleh telinga. Ayah kalau memanggil saya, Nah... Karsinah... Nah... Karsinah... Ah, tidak sedap nian ditelinga. Dan apabila memanggil engkau, Kus... Kus... Tikus atau bagaimana engkau itu?"
Kusno diam sejenak, memikirkan usulan kakaknya itu, kemudian ia berkata, "Saya pikir-pikir benar juga engkau yu. Sebenarnya bagi saya sendiri juga tidak senang dipanggil Kus itu. Kus itu singkatan dari Tikus atau bagaimana? Atau singkatan dari kakus barangkali. Ah, tidak. Saya tidak mau lagi dipanggil Kus. Walau oleh Ayah atau Ibu sekalipun!". Â
Akhirnya mereka berdua menyampaikan rencana pergantian namanya itu kepada ayahnya, Raden Soekemi Sosrodihardjo. Soekemi menyetujui rencana mereka itu, lalu menyuruh mereka untuk memilih nama mereka sendiri. Namun Soekemi memberikan sebuah syarat kepada Karsinah dan Kusno sebelum mengganti namanya.Â
"Nah hendaknya nama baru itu dimulai dengan huruf Jawa KA, sedangkan permintaanku kepadamu Kus, supaya nama yang engkau pilih mulai dengan huruf Jawa SA dan akhirnya huruf NA."