Ya, di satu sisi, kita memang perlu bersyukur, perlu menerima apapun yang telah Tuhan berikan kepada kita.
Namun di sisi lain, kita juga perlu mencermati, kadang ada beberapa rasa syukur yang sebenarnya bukan rasa syukur.
Ada beberapa orang yang seringkali menggunakan rasa syukur, sebagai muslihat atas keengganan dirinya untuk melakukan perbaikan dan perubahan besar dalam hidup nya.
Misalnya begini, "Alhamdulillah pak, ya saya mah segini saja sudah bersyukur kok, yang penting keluarga saya bisa makan, itu saja sudah cukup.!"Â
Tampak di luar, sikap nya memang terlihat sangat mulia, bisa bersyukur dan menerima keadaan.
Tapi sebenarnya, bila di cermati, kalimat itu adalah kalimat egois. Karena berarti ia hanya memikirkan dirinya dan keluarga nya sendiri?
Terus tetangganya, atau orang-orang di luar sana yang kelaparan tidak peduli?
Nah, saya yakin Anda juga pasti pernahkan bertemu dengan tipe orang yang seperti itu.
Kalau saya sendiri, cukup sering dicurhati seperti itu, banyak orang yang nampak di luar ia bersyukur, menerima keadaan hidupnya, namun ia sebenarnya enggan melakukan suatu upaya untuk memperbaiki kualitas hidupnya dan lebih memilih bersembunyi di balik rasa syukur dan sikap menerima.
Sebenarnya tidak salah juga, kalau memang dari awal ia sudah sadar akan konsekuensinya.
Sayangnya, yang seringkali terjadi adalah, ada beberapa orang yang sebenarnya ingin sekali hidupnya berubah, namun tanpa sadar ia telah mensabotase diri nya sendiri dengan rasa syukur, dengan sikap menerima dan enggan keluar dari zona nyamannya sendiri.