Mohon tunggu...
Reynal Prasetya
Reynal Prasetya Mohon Tunggu... Penulis - Broadcaster yang hobi menulis.

Penyuka Psikologi, Sains, Politik dan Filsafat yang tiba - tiba banting stir jadi penulis Fiksi. Cerita-cerita saya bisa dibaca di GoodNovel: Reynal Prasetya. Kwikku: Reynal Prasetya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Menggugat Kembali Pemahaman Soal Takdir

20 Desember 2019   00:51 Diperbarui: 21 Desember 2019   08:43 1040
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Anda pasti sudah paham kalau kita bicara soal takdir, tentu ini sudah bukan lagi area pembahasan yang enteng. Butuh sebuah kajian intens dan perenungan yang sangat dalam sebelum artikel ini layak untuk dipublikasikan.

Akan tetapi hasrat saya yang terlalu kuat mengakibatkan saya tergerak untuk cepat-cepat menuangkan apa yang telah tertangkap oleh kepala saya, sebelum semuanya hanya menguap dengan sia-sia.

Seperti yang kita ketahui, sungguh tidak akan terhitung lagi berapa jumlah definisi dan sudut pandang tentang takdir yang sudah banyak tersebar di alam semesta ini.

Kita bisa menemukannya di mana-mana, bila mengetik kata "takdir" saja di internet, wah bakal kelabakan dan pusing tujuh keliling betapa banyak dan beragamnya penjelasan soal takdir.

Tentu kita mesti mengapresiasi, artinya masih banyak juga orang yang berusaha mempelajari dan mencari tahu, dan berarti bukan sebuah larangan juga bila kita berupaya untuk lebih memahami makna terdalam dari takdir ini.

Jadi oleh karena itu, rasanya tidak perlu lagi kita panjang lebar mengulas apa itu definisi takdir, karena kita sebagai umat beragama mungkin sudah otomatis tahu gambarannya seperti apa.

Karena yang menjadi titik bahasan kita kali ini adalah mengapa sih kadang ada orang yang masih keliru memahami Takdir ? 

"Loh tahu dari mana anda kalau mereka itu keliru ?" begitu mungkin tanya anda, oke saya mengerti dan bisa menerima kritik yang anda sampaikan, karena ini sudah menjadi resiko dari apa yang akan saya bongkar secara habis-habisan.

Ketika takdir terlalu dipahami sebagai sesuatu yang saklek, orang akan lebih mudah berpikir bahwa segala sesuatu yang terjadi dan ia alami dalam hidupnya itu semuanya murni karena kehendak Tuhan.

Memang tidak sepenuhnya salah !, namun kelihatannya Tuhan seperti menjadi sebab tunggal atas apapun yang terjadi dalam hidupnya. Padahal banyak sekali sebab lain yang mungkin belum ia sadari. 

Bilamana kita mencermati ayat-ayat kitab suci, seringkali kita menemukan dua ayat yang seolah-olah berlawanan, namun saling menyempurnakan. 

Dalam kitab suci agama saya di sebutkan bahwa : "Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu." artinya kita percaya dan mengimani bahwa apapun yang terjadi dalam hidup ini pasti tidak luput dari campur tangan dan Kuasa-Nya. Kita percaya bahwa Tuhan selalu hadir dalam setiap kejadian-kejadian dalam hidup kita, bukan hanya pada saat kita sedang bersembahyang atau di rumah ibadah saja, Dia hadir dalam setiap jejak langkah, hembusan nafas, dan memelihara detak jantung kita dengan sempurna. Dan tidak ada satupun yang bisa kita sembunyikan dari penglihatan dan pendengaran-Nya. Sungguh Dia Maha Berkuasa atas segala sesuatu.

Namun dalam ayat lain juga di sebutkan bahwa : "Sesungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mau mengubah keadaan pada diri mereka sendiri." 

Artinya berarti kita sebagai manusia juga turut di libatkan dalam mewujudkan realita itu sendiri ? Tuhan memberi kita kesempatan untuk berusaha, untuk mencoba, untuk memperbaiki, untuk merubah apa yang perlu kita rubah. 

Kan tidak mungkin juga rezeki bisa tiba-tiba turun dari langit, sedangkan kita masih bermalas-malasan dan tidak mau berubah menjadi rajin. Padahal mungkin Tuhan akan menyalurkan rezeki-Nya lewat tangan orang lain bilamana kita mau berikhtiar.

Para pedagang bakso atau tukang tambal ban misalnya, mereka dapat rezeki dari mana ? Ya dari konsumen kan, bila anda tiba-tiba lapar pengen beli bakso, bisa jadi anda sebenarnya sedang di gerakan oleh Tuhan untuk menyalurkan rezeki-Nya pada pedagang bakso tadi. Atau tiba-tiba di tengah jalan ban kendaraan anda bocor, bisa jadi Tuhan sedang mengabulkan do'a si bapak tukang tambal ban pada hari itu, lalu di pilihlah anda sebagai agen penyalur rezeki-Nya lewat kejadian ban bocor tadi.

Nah berarti kan sebenarnya kita ini di libatkan oleh Tuhan dalam setiap proses kehidupan ini setiap hari secara sadar maupun tidak. dan kita di beri kesempatan untuk melakukan perubahan. 

Karena Dia pasti tahu jika kita memang layak dan punya "wadah" yang cukup besar untuk mendapatkannya, Maka Dia pun tidak akan segan-segan memberinya. Jadi bukan berarti keinginan kita yang tidak atau belum di kabulkan, kitanya saja yang sebenarnya belum layak dan siap menerimanya.

Sampai disini kita bisa mengamati bahwa semuanya terlihat seperti paradoks, di satu sisi segala sesuatu dalam hidup ini terjadi atas kehendak-Nya, namun di sisi lain Dia juga memberikan kesempatan pada makhluknya untuk berusaha, merencanakan, memperbaiki, dan mengubah. 

Jadi kita tidak bisa serta merta menyatakan bahwa apapun yang terjadi dalam hidup kita ini adalah semuanya murni karena kehendak Tuhan, karena bisa jadi, diri kita sendiri lah yang menjadi penyebabnya. Kita lah yang enggan bercermin, dan mau belajar apa sebenarnya kesalahan yang sudah kita perbuat tanpa kita sadari.

Pertanyaannya, apabila memang semua yang terjadi dalam hidup ini semuanya murni karena kehendak Tuhan, lalu bagaimana dengan para koruptor, penjahat, atau PSK, apakah mereka memang sudah di takdir kan seperti itu sejak lahir ? Masa Tuhan menakdirkan seseorang untuk berkorupsi ? Kan bercanda itu namanya.

Apabila memang semua yang terjadi dalam hidup ini semua karena kehendak Tuhan, berarti kita sama saja seperti layaknya wayang yang hanya memerankan alur cerita saja dan tidak bisa berbuat apa-apa ? Dan seolah-olah kita tidak punya pilihan untuk menentukan alur cerita kita sendiri.

Padahal Tuhan sudah dengan jelas memberi kita kebebasan untuk memilih, karena itulah Dia menciptakan Surga dan Neraka agar manusia dapat memilih dengan sadar apakah dia mau berbuat amal kebaikan dan menjalankan segala perintah-Nya dengan ta'at, atau malah sebaliknya. Membuat kerusakan di muka bumi, berbuat jahat dan merugikan banyak orang.

Jalan ceritanya memang sudah di tulis dan sudah final, akan tetapi bagaimana nanti terwujudnya juga tergantung bagaimana action diri kita. Untuk lebih mudah memahaminya coba kita perhatikan sebuah kalkulator.

Ilustrasi kalkulator (sumber: tmsentosa.co.id)
Ilustrasi kalkulator (sumber: tmsentosa.co.id)
Nah kita perhatikan bahwa angka berapun, penjumlahan, perkalian, pembagian berapapun angkanya sudah ada dalam kalkulator itu, bahkan sebelum anda membelinya di toko. Namun angka yang nanti keluar tergantung tombol apa yang anda pencet.

Kalau anda pencet 1 ya, yang keluar dalam layar kalkulator juga angka satu, kalau yang anda pencet angka 2 ya, yang keluar dalam layar kalkulator juga pasti angka dua kan? Jadi tergantung apa yang kita pilih. 

Semua jalan ceritanya sudah ada, kalau kita memilih menikah dengan si A ya jalan ceritanya ada, kalau kita memilih menikah dengan si B ya jalan ceritanya juga sudah ada. tapi nanti jangan salah kan Tuhan loh ya kalau ternyata anda salah memilih pasangan. Kan anda sendiri yang milih. :P

Jadi intinya jangan sampai kita menyerah dan kehilangan semangat dalam menjalani hidup ini hanya dengan dalih "Ini sudah Takdir Tuhan!".

Buang jauh-jauh paradigma itu karena Tuhan pun pasti tidak senang melihat hambanya mengeluh. Semua orang kaya juga pada awalnya adalah orang miskin, semua orang sukses juga pada awalnya adalah orang gagal.

Jadi kenapa tidak mencoba saja, karena berusaha jauh lebih baik daripada sekedar meratapi nasib. 

Kalaupun kita sudah berusaha, sudah mencoba, sudah mengupayakan perubahan namun Tuhan belum saja memberi kita kesuksesan, bukan berarti Dia melanggar janjinya, bisa saja mungkin apa yang kita pikir baik tapi tidak menurut Dia, sedangkan apa yang kita pikir buruk tapi baik menurut Dia. 

Hanya Dia lah yang Tahu. Sebagai hamba yang lemah kita hanya bisa menunduk dan berserah, bukan untuk menyerah mengaku payah, namun percaya bahwa semuanya pasti akan berakhir Indah. 

Sebagaimana firman-Nya : "Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi pula kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu. Allah maha mengetahui sedang kamu tidak mengetahui"

Wallhua'lam bish-shawab....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun