Mohon tunggu...
Mohamad Safriyanto Lamondo
Mohamad Safriyanto Lamondo Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Perbankan Syariah UIN Malang

:)

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Ekonomi Islam: Penerapan Kebijakan Fiskal di Masa Rasulullah dan Indonesia

3 Juni 2024   18:08 Diperbarui: 3 Juni 2024   18:08 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Apakah kalian tahu? dalam menjalankan sebuah pemerintahan, dibutuhkan kebijakan-kebijakan yang dapat mengatur sebuah negara. Salah satunya adalah Kebijakan Fiskal. Nah, pada kesempatan kali ini kita akan melihat bagaimana penerapan kebijakan fiskal tersebut terutama dalam pandangan Ekonomi Islam.

Sebuah kebijakan yang dibuat oleh pemerintah untuk mengatur perekonomiannya melalui pengeluaran dan pendapatan, inilah yang disebut dengan Kebijakan Fiskal. Secara garis besar kebijakan fiskal memiliki tiga fungsi utama, yaitu fungsi alokasi, distribusi dan stabilisasi. Sedangkan jika kita melihat dari sudut pandang ekonomi islam, tentunya kebijakan fiskal memiliki akar yang kuat dalam Al-Quran dan Hadis, sehingga sangat menerapkan pada prinsip-prinsip dasar yang menekankan keadilan sosial, distribusi kekayaan, dan kesejahteraan umum. Melihat dalam konteks keberlanjutan, kebijakan fiskal islam menawarkan perspektif unik yang dapat berkontribusi pada pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif.

Salah satu pilar utama kebijakan fiskal dalam ekonomi Islam adalah zakat. Zakat merupakan kewajiban finansial yang dibebankan kepada setiap umat Islam yang mempunyai harta yang telah  melebihi nisab. Zakat sendiri berfungsi sebagai mekanisme redistribusi kekayaan yang efektif, memastikan bahwa kekayaan tidak hanya terkonsentrasi di tangan segelintir orang, melainkan bisa tersebar secara merata sehingga tidak akan terjadi kondisi yang kaya akan semakin kaya dan miskin semakin miskin. Dana yang terkumpul dari zakat digunakan untuk membantu orang-orang yang kurang mampu dan tentunya membutuhkan, seperti fakir, miskin, anak yatim, dan orang-orang yang terlilit utang. Dalam perekonomian modern, zakat dapat dianggap sebagai salah satu bentuk pajak progresif yang berperan penting dalam mengurangi kesenjangan ekonomi dan sosial.

Selain zakat, pada masa Rasulullah SAW. diterapkan juga konsep seperti kharaj dan jizyah. Kharaj adalah pajak tanah yang dikenakan atas tanah yang dikuasai umat Islam. Pajak ini tidak hanya berfungsi sebagai sumber pendapatan negara tetapi juga mendorong penggunaan lahan yang produktif. Sedangkan jizyah adalah pajak yang dikenakan pada non-Muslim yang tinggal di negara-negara Muslim. Sebagai imbalannya, mereka mendapatkan perlindungan dan hak sebagai warga negara. Dalam hal penyusunan anggaran, Rasulullah SAW melakukannya dengan sangat cermat, efektif dan efisien yaitu dengan memprioritaskan kepentingan umum seperti infrastruktur. 

Pada Masa Rasulullah SAW, Baitul Mal menjadi lembaga keuangan negara  yang bertugas untuk mengelola pendapatan yang berasal dari zakat, kharaj, jizyah dan sumber lainnya, sekaligus menyalurkannya untuk kepentingan umum. Konsep Baitul Mal mirip dengan perbendaharaan negara atau kementerian keuangan di beberapa negara saat ini. Pengelolaan keuangan negara yang transparan dan akuntabel menjadi prinsip penting dalam Baitul Mal, sehingga menjamin dana yang diterima digunakan untuk kepentingan masyarakat. Prinsip keadilan dan kesejahteraan sosial dalam kebijakan fiskal juga menekankan pentingnya menghindari mayshir, gharar dan riba (MAGRIB) dalam transaksi keuangan. Riba sendiri dianggap merugikan karena memperparah ketimpangan ekonomi dan menyebabkan ketidakstabilan keuangan. Sebaliknya, ekonomi Islam mendorong sistem keuangan berdasarkan bagi hasil dan kemitraan. Hal ini tidak hanya meningkatkan keadilan dalam distribusi pendapatan tetapi juga mendorong investasi yang produktif dan berkelanjutan.
Di era modern, banyak negara mayoritas Muslim yang mengadopsi prinsip kebijakan fiskal Islam dalam sistem keuangannya. Di Indonesia sendiri jika berbicara mengenai pendapatan dan anggaran belanja, kita semua mengetahui bahwa sumber pendapatan terbesar negara kita adalah dari pajak yang dibayarkan oleh seluruh masyarakat Indonesia, seperti pajak penghasilan (PPh), pajak penjualan (Ppn), pajak pertambahan nilai (PPnBM), pajak bea masuk dan ekspor, dan pajak bumi bangunan (PBB). PBB ini merupakan salah satu instrumen pajak yang sudah diterapkan juga sejak zaman Rasulullah hingga para khalifah. Di sisi lain, dalam belanja negara atau pengeluaran pemerintah diperuntukkan untuk memenuhi segala kebutuhan masyarakat, menjaga stabilitas sosial dan menggerakkan pertumbuhan ekonomi, seperti Infrastruktur publik, pendidikan, kesehatan, keamanan, pelayanan sosial, hingga ke anggaran penelitian dan pengembangan. Jadi, segala pendapatan yang diterima negara dari rakyat harus bisa diberikan kembali dan dirasakan oleh rakyat.
Secara keseluruhan, kebijakan fiskal dalam ekonomi Islam menawarkan pendekatan holistik dan inklusif dalam mengelola perekonomian. Dengan menekankan keadilan sosial, distribusi kekayaan, dan kesejahteraan umum, kebijakan-kebijakan ini tidak hanya relevan dalam konteks masyarakat Muslim namun juga berpotensi berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi global yang lebih adil dan berkelanjutan. Prinsip-prinsip ini dapat diintegrasikan ke dalam kebijakan fiskal modern untuk menciptakan sistem perekonomian yang lebih adil dan tentunya manusiawi.

Pertanyaan selanjutnya muncul, apakah rakyat merasa puas?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun