Program Kartu Indonesia Pintar (KIP) merupakan salah satu inisiatif pemerintah untuk meningkatkan akses pendidikan bagi anak-anak dari keluarga kurang mampu. Meskipun program ini memiliki tujuan mulia, penyalahtargetan dalam implementasinya sering kali menjadi masalah yang menghambat efektivitasnya.
KIP diluncurkan sebagai bagian dari upaya pemerintah untuk mengurangi angka putus sekolah dan meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Berdasarkan data dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, jumlah penerima KIP pada tahun 2022 mencapai lebih dari 20 juta siswa di seluruh Indonesia.
Namun, meskipun niatnya baik, pelaksanaan program ini sering kali menemui kendala, terutama terkait dengan penyalahtargetan.
Penyalahtargetan dalam konteks KIP merujuk pada kesalahan dalam menentukan penerima manfaat. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa tidak semua siswa yang seharusnya menerima bantuan dapat terjangkau oleh program ini.
Misalnya, data dari penelitian di Kabupaten Semarang menunjukkan bahwa sekitar 30% penerima KIP berasal dari keluarga mampu, sementara anak-anak dari keluarga yang benar-benar membutuhkan sering kali terabaikan. Menurut Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2021, lebih dari 4 juta anak di Indonesia masih tidak terdaftar dalam sistem pendidikan, menandakan bahwa banyak siswa yang seharusnya mendapatkan akses pendidikan tidak terlayani dengan baik.
Beberapa faktor penyebab penyalahtargetan dalam KIP meliputi data yang tidak akurat, proses verifikasi yang lemah, dan kurangnya sosialisasi. Salah satu masalah utama adalah akurasi data yang digunakan untuk menentukan penerima manfaat.
Banyak daerah yang masih menggunakan data lama atau tidak lengkap, sehingga mengakibatkan kesalahan dalam penyaluran bantuan.
Proses verifikasi data penerima manfaat sering kali tidak dilakukan secara menyeluruh, menyebabkan siswa yang tidak layak mendapatkan bantuan, sementara mereka yang benar-benar membutuhkan tidak terdaftar. Selain itu, banyak orang tua dan siswa yang tidak mengetahui tentang program KIP atau cara mendaftar, sehingga siswa yang seharusnya menerima bantuan malah terlewatkan.
Di beberapa daerah terpencil, tingkat literasi yang rendah juga menjadi hambatan dalam sosialisasi program.
Evaluasi adalah suatu proses sistematis yang dilakukan untuk mengumpulkan, menganalisis, dan menafsirkan informasi mengenai suatu program atau kebijakan.
Tujuan utama dari evaluasi adalah untuk menentukan sejauh mana suatu program telah mencapai tujuan yang ditetapkan, serta untuk mengidentifikasi aspek-aspek yang perlu diperbaiki. Dalam konteks pendidikan, evaluasi sangat penting untuk memastikan bahwa sumber daya yang dialokasikan benar-benar digunakan secara efektif dan memberikan manfaat maksimal bagi penerima manfaat.
Oleh karena itu, dalam menghadapi isu penyalahtargetan ini, evaluasi menjadi alat yang vital untuk memahami seberapa efektif KIP dalam menjangkau anak-anak yang membutuhkan.
Pentingnya evaluasi dalam konteks program KIP tidak dapat diabaikan.