Cemplung dan saya kembali melanjutkan pendakian. Di depan kami, kabut siang yang semula hanya berada di bagian puncak Plawangan, sekarang mulai bergerak turun. Terik matahari mulai berkurang saat kami berjalan masuk ke dalam selimut kabut. Tidak lama kemudian, saat saya menoleh ke belakang, saya lihat porter kami sudah berada dekat di belakang kami. Cemplung dan saya harus berjalan ke pinggir untuk memberi mereka jalan. Seperti sebelumnya, mereka menyusul kami tanpa mengatakan sepatah katapun. Mereka benar-benar kereta-api ekspres.
Istri saya membelikan saya jam tangan hybrid baru warna hitam beberapa hari sebelum saya berangkat ke Rinjani. Saya tidak tahu darimana dia mendapat ide, tapi jam tangan yang dilengkapi diantaranya dengan kompas dan altimeter ini sangat memudahkan saya untuk orientasi. Saya hanya perlu melirik ke jam tangan sambil tetap terus mendaki dan langsung mendapat gambaran dimana posisi saya relatif terhadap Plawangan.
“Ada pendaki lain di belakang kita Mas” kata Cemplung. Saya berhenti sesaat untuk menengok ke belakang. Di antara keremangan kabut yang datang dan pergi, saya lihat ada tiga orang mendaki di belakang kami. Dari perawakannya, kelihatannya yang dua orang adalah expat. Yang satu lagi, yang berjalan paling belakang, mungkin guide mereka.
Sambil terus mendaki saya menunggu-nunggu dan sesekali menoleh, barangkali ketiga orang itu sudah dekat, saya dan Cemplung harus ke pinggir supaya mereka mudah menyusul. Ternyata sampai beberapa saat mereka tetap tidak menyusul, hanya jaraknya sekarang menjadi semakin dekat.
Tanjakan panjang tiada henti dari Pos-3 menuju Plawangan. Kabut mulai turun menutupi bukit Plawangan.
Saya kembali berhenti untuk istirahat. Cemplung menyalakan rokok. Kami berdua duduk dan diam tidak saling bicara. Cemplung menikmati rokoknya, saya menikmati coklat saya.Selesai Cemplung merokok, saya lihat ketiga pendaki di belakang kami tadi sudah terlalu dekat. Saya memberi kode kepada Cemplung untuk membiarkan mereka lewat lebih dulu. Salah seorang dari mereka menyapa sekedar untuk basa-basi saat lewat di depan kami. Logat bahasa Inggrisnya sangat jelas menunjukkan kalau dia bukan orang yang berbahasa asli Inggris.
Saya dan Cemplung kemudian mulai mendaki lagi setelah mereka agak jauh. Begitu kami mulai berjalan, ketiga orang itu justru malah berhenti. Ganti kami yang sekarang melewati mereka. Rupanya mereka berhenti untuk istirahat makan siang. Pada akhirnya nanti, kami jadi saling susul dengan mereka sampai tiba di rim Plawangan. Bahkan tenda mereka di Plawangan-pun bersebelahan dengan tenda kami.
Jam 15:10 kami sampai di rim puncak Plawangan. Saya langsung duduk di pinggir rim menghadap ke arah danau. Dua orang expat teman baru kami yang tadi saling susul juga tampak duduk di rim menghadap danau sambil memegang kamera SLR. Seharusnya pemandangan di bawah saya sekarang adalah danau Segara Anak dengan gunung Barujari berada di tengahnya. Tetapi yang tampak hanya warna putih. Kabut tebal menyelimuti seluruh pandangan ke arah danau.
Agak lama Cemplung dan saya duduk di pinggir rim. Saya tidak perlu khawatir lagi dengan kalkulasi waktu, saya sudah berada di Plawangan, lebih cepat dari perkiraan semula. Selama saya duduk di rim sekitar 15 menit, saya melihat ada dua atau tiga rombongan expat lain bersama guide mereka berdatangan dari bawah. Berarti tidak jauh di belakang kami saat mendaki tadi ada beberapa rombongan lain yang mengikuti.
Kami kemudian berjalan sepanjang rim ke arah selatan menuju tempat perkemahan. Sepuluh menit kemudian sudah bertemu dengan Subur, Sar dan Rean yang sedang sibuk mendirikan tenda. Di tempat perkemahan ternyata sudah berjejer tenda pendaki yang bertebaran di sepanjang jalan, hampir semuanya expat, setidaknya saya tidak melihat wajah orang Indonesia kecuali guide dan porter.
Seingat saya, saya hampir tidak pernah beriringan dengan rombongan pendaki lain sejak berangkat dari Sembalun. Saya heran kenapa bisa ada banyak tenda di sini ? apakah mereka sudah sejak kemarin berkemah di sini ?
“Kebanyakan guide yang membawa rombongan pendaki naik dari arah Senaru, Mas. Kebalikan dari rute kita. Hari pertama mereka camping di Plawangan Senaru. Paginya turun ke Segara Anak, makan siang di sana, lalu naik dan camping di sini. Dari sini mereka ke puncak, turun lagi ke sini untuk sarapan, baru langsung turun ke Sembalun. Makanya tadi kita sering bertemu dengan rombongan yang turun ke arah Sembalun” jawab Cemplung saat saya menanyakan.
Rute hari pertama : (1) Penginapan Lembah Rinjani, Sembalun Lawang, elevasi 1120 m (2) Kantor Taman Nasional Gunung Rinjani (3) Akhir dari perjalanan dengan motor/ojek, elevasi 1260 m (4) Pos-1, elevasi 1425 m (5) Pos-2, elevasi 1510 m (6) Pos-3Baru, elevasi 1750 m (7) Pos-3, elevasi 1790 m, (8) Rim Plawangan Sembalun, elevasi 2605 m (9) Perkemahan di Plawangan, elevasi 2645 m. Total jarak yang ditempuh : 14.3 km, 3.7 km diantaranya naik ojek.
Saya minum teh sambil ngobrol dengan Cemplung saat menunggu Subur, Sar dan Rean menyelesaikan pengaturan ‘hotel’ yang akan kami tempati selama berada di Plawangan. Saya lihat teman expat tadi dengan guide dan porternya lewat, rupanya mereka masih mencari tempat yang cocok untuk mendirikan tenda. Beberapa menit kemudian mereka kembali lagi dan bertanya apakah boleh mendirikan tenda mereka di sebelah tenda kami, katanya di bagian selatan sudah penuh. Saya katakan kalau ini adalah tempat perkemahan umum, dia bisa mendirikan tenda dimanapun yang dia inginkan.
(Bersambung…)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H