Dari kajian filosofis, sosiologis dan yuridis Rancangan Undang Undang Perguruan Tinggi (RUU PT) sangat lemah, karena tidak adanya materi muatan dalm RUU PT yang diamanatkan oleh UUD 1945. Di dalam Pasal 31 Ayat 3 UUD 45 menyebutkan “Pemerintah menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional dalam satu Undang-undang”, Undang Undang yang dimaksud adalah Undang Undang No.20/2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) yang didalamnya juga mengatur tentang pendidikan tinggi, amanat yang ada dalam UU Sisdiknas tersebut tidak untuk membuat UU baru melainkan membuat Peraturan Pemerintah (PP) karena Pasal 53 ayat 4 yang mengamanatkan pembentukan Undang Undang Badan Hukum Pendidikan (UU BHP) sudah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Serta dalam putusan MK paska pembatalan UU BHP juga tidak mengamanatkan pembentukan RUU PT, jadi pembentukan RUU PT tidak memiliki rujukan yang jelas sekaligus tidak sesuai dengan legal standing (Dasar Hukum) yang sudah ada.
Dari aspek sosiologis juga sangat lemah, karena masyarakat tidak pernah mendesak adanya legal formal (Kebutuhan hukum yang mendesak) sebagai dasar pembentukan RUU PT, yang ada hanya desakan dari beberapa Perguruan Tinggi yang sudah menjadi BHMN (Badan Hukum Milik Negara) untuk segera disahkannya RUU tersebut, sebagai dasar mempertahankan otonominya serta untuk tidak harus mematuhi PP No. 17 tahun 2010 Tentang pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan. Padahal dalam PP ini ada banyak hal menguntungkan bagi masyarakat yang memiliki keterbatasan ekonomi, karena PP ini mengamanatkan pemerintah atau pemerintah daerah untuk memberikan kesempatan kepada masyarakat yang mempunyai keterbatasan ekonomi tetapi memiliki kemampuan akademik memadai untuk ikut serta menikmati pendidikan tinggi dengan biaya ringan bahkan gratis.
Selain itu ada kekhawatiran lain, RUU ini masuk ke DPR demikian cepat dan sudah jelas ini tidak prosedural, pembuatan RUU ini hanya melalui Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) di DPR yang hanya melibatkan kaum elit kampus ternama, khususnya kampus yang selama 5-10 tahun terakhir merasakan nikmatnya candu skema privatisasi pendidikan berlabel BHMN. Padahal dalam penyusunan RUU juga harus didahului dengan kajian yang mendalam. Beberapa hal yang harus RUU lalui, diantaranya kajian white paper hingga legal drafting. Jadi sudah pasti RUU ini akan mengalami banyak penolakan dari berbagai elemen masyarakat terkhusus para akademisi dan para praktisi pendidikan di bangsa ini, yang kemudian ada judicial review (penijauan kembali) dengan Cost yang besar, tapi kerugian yang lebih besar lagi akan dialami bangsa jika RUU PT tetap disahkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H