Mohon tunggu...
Revo Linggar Vandito
Revo Linggar Vandito Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Politik UPN Veteran Jakarta

Mahasiswa yang hobi menulis sejak dalam kandungan

Selanjutnya

Tutup

Politik

Demokrasi Terpimpin: Demokrasi Konstitusional atau Demokrasi ala Soekarno

12 November 2022   15:46 Diperbarui: 12 November 2022   15:52 480
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Demokrasi terpimpin adalah sistem demokrasi yang diterapkan oleh Presiden Soekarno setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959 sampai 1966 oleh. Karakteristik dari demokrasi terpimpin adalah kekuasaan didominasi oleh eksekutif dan banyak melakukan penyelewengan terhadap konstitusi dan intervensi terhadap lembaga eksekutif dan yudikatif. Sedangkan demokrasi konstitusional adalah demokrasi yang berpatokan pada konstitusi yang menganggap bahwa pemerintah yang demokratis adalah pemerintah yang terbatas kekuasaannya dan tidak dibenarkan bertindak secara sewenang wenang terhadap rakyat (Budiardjo, 2003)  Essay ini akan menjelaskan sisi kontradiktif antara demokrasi terpimpin dan demokrasi konstitusional dari sisi kebijakan Presiden Soekarno dalam berbagai aspek 

Demokrasi terpimpin adalah sistem demokrasi yang ditawarkan kepada soekarno lewat Dekrit Presiden 1959 yang mencita citakan demokrasi berlandaskan keadilan sosial (Kusumaningrum, 2019). Namun dalam penerapannya demokrasi terpimpin dianggap bersifat inkonstitusional yang berlawanan dengan Demokrasi konstitusional. Sisi kontradiktif antara demokrasi terpimpin dan konstitusional yang pertama adalah dominasi lembaga eksekutif terhadap lembaga lembaga legislatif dan yudikatif yang diimplementasikan melalui intervensi presiden Soekarno terhadap 2 lembaga tersebut (Budiardjo, 2003) Dalam bidang legislatif Soekarno melakukan pembubaran terhadap DPR hasil pemilu yang mana bukan kewenangan dari pihak eksekutif menurut konstitusi dan menggantikannya dengan DPR gotong royong. Dalam pelaksanaanya DPR GR hanya berperan sebagai pembantu presiden dan menghilangkan fungsi kontrol lembaga legislatif, akibatnya dalam pemerintahan tidak tercapai check and balance. Dalam bidang yudikatif presiden Soekarno melakukan intervensi dengan menerbitkan Undang-Undang no 19/1964 pasal 19 yang mengatakan bahwa Presiden diperbolehkan mencampuri urusan pengadilan. Hal ini menunjukan dominasi Soekarno dalam menjalankan pemerintahanya (Pujosantoso, 2018). Kebijakan politik Soekarno ini berlawanan dengan asas asas demokrasi konstitusional yang mengutamakan pembagian kekuasaan sesuai dengan filosofi Montesquieu 

Demokrasi konstitusional memiliki ciri khas untuk melakukan pergantian pemimpin secara teratur (Budiardjo, 2003). Paham demokrasi juga memandang bahwa manusia yang mempunyai kekuasaan tak terbatas pasti akan menyalahgunakan kekuasaannya. Soekarno melalui Demokrasi terpimpin juga melakukan pelanggaran terhadap konstitusi sekaligus kontradiktif dengan demokrasi konstitusional. Soekarno menetapkan bersama MPRS sebuah TAP MPRS Nomor III/MPRS/1963 Tahun 1963 yang menetapkan presiden Soekarno sebagai presiden seumur hidup. "Pergantian seorang pemimpin atas dasar pengangkatan diri sendiri dianggap tidak wajar dalam suatu demokrasi (Budiardjo, 2003). 

Demokrasi terpimpin juga dengan paksa membubarkan partai politik di Indonesia.Partai Masyumi dan PSI dibubarkan karena dianggap melawan pemerintahan Soekarno melalui peristiwa pemberontakan PRRI/Permesta. Moh Natsir dan Syafrudin Prawiranegara sebagai salah satu petinggi Masyumi dianggap menjadi dalang dari pemberontakan PRRI/Permesta, namun menurut Prawoto Mangkusasmito ketua Masyumi saat itu mengatakan bahwa tokoh tokoh seperti Natsir dan Syafrudin tidak lagi berstatus sebagai petinggi Masyumi. Sayangnya Soekarno tetap bersikukuh membubarkan Masyumi dan PSI dengan alasan "pemberontakan" pada tanggal 17 Agustus 1960. Dampak dari pembubaran PSI dan Masyumi adalah dengan pemberangusan koran koran yang dianggap berafiliasi dengan PSI dan Masyumi. Pada masa ini Soekarno juga melakukan penangkapan terhadap lawan politiknya yang dikenal dengan dengan menangkap Sutan Syahrir, Moh Roem dengan alasan mengadakan konspirasi untuk menggulingkan pemerintah dengan percobaan pembunuhan terhadap Soekarno (Kusumaningrum, 2019). Penangkapan pihak oposisi tanpa landasan hukum yang kuat sangat berlawanan dengan demokrasi konstitusional yang selalu mengedepankan untuk menyelesaikan perselisihan dan perbedaan dengan damai dan melembaga

Secara eksplisit dalam konstitusi disebutkan bahwa indonesia menganut sistem demokrasi konstitusional yang selalu membatasi kekuasaan seorang pemimpin. Demokrasi terpimpin dalam penerapannya terdapat ketidaksesuaian antara jalannya pemerintahan dengan konstitusi. Perbedaan perbedaan di atas telah menunjukan sisi kontradiktif antara demokrasi terpimpin dan demokrasi konstitusional yang dianut bangsa Indonesia, yang mana demokrasi terpimpin seringkali melawan koridor konstitusi, bersifat otoriter, keras terhadap lawan politik sehingga menjadi menjadi dominan dalam suatu pemerintahan. Indonesia di dalam konstitusi 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun