Mohon tunggu...
Revinda Augustina Ardania
Revinda Augustina Ardania Mohon Tunggu... Lainnya - Senior high school student

When plan A is not working, alphabet still has B to Z

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Tren Gangguan Mental para Remaja Pengguna Media Sosial Twitter

6 November 2021   18:58 Diperbarui: 6 November 2021   19:09 244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Perkembangan teknologi yang semakin cepat membuat munculnya bergagai platform-platform media sosial. Media sosial menjadi wadah untuk menampung berbagai informasi yang disebarkan oleh penggunanya. Salah satu aplikasi media sosial yang kita kenal adalah Twitter. 

Twitter merupakan layanan jejaring sosial dan mikroblog daring yang memungkinkan penggunanya untuk mengirim dan membaca pesan berbasis teks hingga 140 karakter akan tetapi pada tanggal 07 November 2017 bertambah hingga 280 karakter yang dikenal dengan sebutan kicauan atau tweet. Penggunanya dapat bebas menge-tweet apapun, entah itu opini, cerita, bahkan debat. Aplikasi ber-ikon burung biru tersebut telah menggaet berjuta-juta pengguna dari berbagai kalangan dan usia termasuk para remaja.

Para remaja yang menggunakan twitter akan berhadapan dengan berbagai permasalahan yang sering terjadi di twitter. Akan banyak informasi dan opini dari berbagai sudut pandang para pengguna. Para remaja yang sedang dalam fase pencarian jati diri dan pematangan psikologis rentan akan informasi-informasi yang bebas beredar di twitter. Mereka akan mudah terpengaruh dan mengikuti berbagai opini yang belum tentu sesuai dengan nilai dalam dirinya sendiri dan nilai dalam masyarakat.

Tidak jarang perbedaan opini antara para pengguna twitter akan memicu debat atau bahkan perselisihan. Untuk pengguna yang tidak kuat mental akan merasa lelah psikis walaupun hanya menyimak perselisihan tersebut. Karena walaupun hanya menyimak, otak pasti juga ikut memikirkan masalah, dan akan menyebabkan bentrok dalam pikirannya.

Selain itu, kebebasan menge-tweet juga diiringi oleh kebebasan berkomentar. Para remaja yang belum terlalu matang bisa saja mengunggah postingan yang bisa memicu komentar pedas publik. Bahkan tidak jarang juga walaupun tweet yang diposting tidak salah, tetap ada yang berkomentar jahat. Lama kelamaan, perilaku tersebut dapat digolongkan menjadi cyber bullying yang tentunya akan menghancurkan mental remaja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun