Mohon tunggu...
Revika Amelinda feftyana
Revika Amelinda feftyana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hobi membaca novel

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Ritual di Awal Musim Giling PG Soedhono Ngawi

1 Juni 2024   15:22 Diperbarui: 1 Juni 2024   15:32 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Revika Amelinda F

Sudah menjadi rahasia umum, pabrik gula yang berdiri di Pulau Jawa akan melakukan ritual tertentu ketika akan memulai musim giling tebu. Termasuk Pabrik Gula (PG) Soedhono Ngawi.

Pabrik yang sudah berdiri sejak tahun 1800-an ini memiliki ritual mempersembahkan kepala kerbau. Hal ini dilakukan karena, terdapat keyakinan sebagai wujud penolak bala, dan demi keselamatan serta kesejahteraan karyawannya.

Setelah acara persembahan kepala kerbau, juga dilakukan ritual methil tebu (memetik tebu) sebanyak dua puluh batang. Setelah dipetik, tebu - tebu tersebut akan diangkat kendaraan menuju terminal induk Geneng. Dari terminal, tebu - tebu ini akan diarak menuju PG Soedhono. Setiap tebu akan dibawa oleh seorang pria yang memakai beskap atau pakaian jawa.

Kemudian dua batang tebu dibungkus dengan kain putih dan dihias janur kuning. Saat diarak, kedua tebu yang sudah dibungkus kain putih tadi juga diiringi oleh putri domas dan manggolo, layaknya pengantin.

Dua tebu dari dua puluh batang tebu ini ialah wujud dari lambang pasangan temanten yang baru menikah. Hal ini melambangkan pabrik gula akan mulai giling tebu.

Selain itu, ada juga simbol sepasang pengantin yang dinaikkan ke kereta kuda. Pengantin pria diberi nama Bagus Rosan dan Roro Ayu Gendis Manis. Roro artinya garis yang ada pada batang tebu dan gendis artinya gula. Pengantin tebu ini hanyalah sebagai simbolis saja.

Arak -- arakan pengantin tebu ini diiringi oleh kesenian dongkrek dan reog, saat menuju tempat penggilingan. Setelah didoakan, dua puluh batang tebu akan dimasukkan ke penggilingan secara bergiliran.

Tradisi ini diadakan setiap tahun, satu kali. Jika tradisi ini tidak dilakukan, diyakini akan terjadi musibah. Konon kata dari salah seorang karyawan, pernah dulu kepala kerbau yang dipersembahkan hanya replika. Dan terjadilah beberapa musibah.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun