Mohon tunggu...
Revi Yudhistira
Revi Yudhistira Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Mahasiswa yang belajar menulis

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Pentingkah Etika dalam Periklanan? Berikut Contoh-Contoh Iklan yang Melanggar Etika

14 April 2021   12:04 Diperbarui: 14 April 2021   17:53 7676
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar 2. Iklan yang dipaku di pohon (Dokpri)

Iklan merupakan suatu bentuk informasi produk maupun jasa dari produsen kepada konsumen maupun penyampaian pesan dari sponsor melalui suatu media. Iklan sangat sering kita jumpai dalam kehidupan kita sehari-hari. Ketika memainkan gadget kemudian sedang asik membaca informasi di website berita tertentu, tiba-tiba ada iklan yang muncul dan menutup sebagian layar. Pada media elektronik seperti televisi-pun tidak bisa dilepaskan dari iklan yang muncul pada setiap jeda acara. Bahkan ketika keluar dari rumah, kita juga masih bisa melihat iklan luar ruang di jalanan yang dilalui, baik yang resmi ataupun yang ilegal.

Periklanan di Indonesia berpedoman pada Etika Pariwara Indonesia (EPI) yaitu acuan kewajaran nilai dan kejujuran dalam iklan. EPI disepakati sebagai dokumen dalam etika dalam wilayah periklanan oleh berbagai pihak yang terlibat dalam industri iklan. Jadi, EPI dapat diartikan sebagai etika terapan yang berlaku di periklanan yang disusun dengan prinsip swakramawi (Junaedi, 2019:125:127)

Namun, dalam menyampaikan pesan iklannya, pembuat iklan terkadang mengesampingkan etika dalam periklanan yang berlaku. Pengiklan juga harus mempunyai etika seperti yang diatur dalam Etika Pariwara Indonesia (EPI) yang dikeluarkan oleh Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (PPPI) sebagai kode etik yang mengatur perusahaan dan pekerja periklanan. Etika Pariwara Indonesia adalah pedoman dasar tata krama dan tata cara periklanan di Indonesia. Dan berikut merupakan contoh-contoh iklan yang melanggar aturan EPI.

Gambar 1. Iklan yang terpasang di tiang listrik (Dokpri)
Gambar 1. Iklan yang terpasang di tiang listrik (Dokpri)
Iklan di atas melanggar aturan EPI tentang Ketentuan Tata Krama Media Luar Griya (Out Of Home Media) nomor 4.5.1 yang berbunyi "Hanya dapat ditempatkan pada lokasi yang telah memperoleh izin dari pihak yang berwenang". Iklan tersebut dibilang melanggar EPI, karena penempatan iklan yang tidak pada tempatnya yaitu tiang listrik. Selain itu, iklan yang ditempatkan pada tiang listrik tidak mendapat izin dari pihak berwenang, terlebih lagi jumlah iklan yang banyak dan tidak teratur dapat menjadi sampah visual dan merusak keindahan.

Gambar 2. Iklan yang dipaku di pohon (Dokpri)
Gambar 2. Iklan yang dipaku di pohon (Dokpri)
Selanjutnya, iklan luar griya yang masih banyak mengabaikan EPI, iklan yang dipaku di pohon. Hal ini melanggar aturan EPI tentang Ketentuan Tata Krama Media Luar Griya (Out Of Home Media) nomor 4.5.2 yang berbunyi "Wajib menghormati dan menjaga kualitas bangunan atau lingkungan sekitar". Iklan yang dipaku di pohon tersebut merupakan perbuatan yang dapat merusak lingkungan, sehingga hal tersebut merupakan salah satu pelanggaran EPI.

Gambar 3. Iklan yang menutupi iklan lain (Dokpri)
Gambar 3. Iklan yang menutupi iklan lain (Dokpri)
Kemudian, iklan di atas melanggar EPI tentang Ketentuan Tata Krama Media Luar Griya (Out Of Home Media) nomor 4.5.3 yang berbunyi "Tidak boleh ditempatkan menutupi sebagian atau seluruh iklan luar griya lain yang sudah lebih dulu berada di lokasi itu, rambu jalan, rambu publik, jalan, bangunan yang dipugar, bangunan cagar budaya". Bisa terlihat pada gambar tersebut terdapat iklan lain yang menutupi sebagian iklan lainnya yang sudah terlebih dulu ada. Tentu saja hal ini membuat masyarakat terganggu ketika membaca iklan tersebut.

Gambar 4. Iklan Shoppe Fashoin Sale di Youtube (Dokpri)
Gambar 4. Iklan Shoppe Fashoin Sale di Youtube (Dokpri)
Lalu iklan yang melanggar EPI berikutnya yaitu iklan Shopee Fashion Sale. Iklan ini melanggar Etika Periklanan Indonesia pasal 1.2.2 tentang bahasa iklan yang berbunyi; Iklan tidak boleh menggunakan kata-kata superlatif seperti "paling", "nomor satu", "top" atau kata-kata berawalan "ter", dan/atau yang bermakna sama, kecuali jika disertai dengan bukti yang dapat dipertanggungjawabkan". Dengan penggunaan kata "Fashion Terlengkap Sejagat Raya" tentu saja kata tersebut merupakan kata superlatif dan tidak dapat dipertanggungjawabkan. Pengiklan tidak menyertai bukti bahwa Shopee Fashion Sale ini memiliki fashion yang paling lengkap, dan kata "Sejagat Raya" terlalu berlebihan bila digunakan dalam iklan. Menggunakan kata superlatif dalam iklan dianggap salah karena klaim superlatif tidak bisa dipertanggungjawabkan.

Gambar 5. Iklan Tokopedia di Youtube (Dokpri)
Gambar 5. Iklan Tokopedia di Youtube (Dokpri)
Terakhir, iklan yang melanggar ketentuan EPI adalah iklan dari Tokopedia. Iklan ini melanggar EPI pasal 1.2.3 (f), yang menjelaskan bahwa; kata "gratis", "cuma-cuma", atau kata lain yang bermakna sama tidak boleh dicantumkan dalam iklan, jika ternyata ada biaya lain yang harus dibayar konsumen. Pada kenyataannya, Tokopedia akan membebaskan biaya pengiriman apabila jumlah pembelanjaan lebih dari Rp50.000, dan jika jumlah pembelanjaan tidak mencapai Rp50.000, tetap saja dibebankan biaya pengiriman.

Revi Yudhistira, mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun