"ombak itu berisik ya"
"lebih berisik mana dengan isi kepalamu ?"
"berisik tapi bikin tenang?"
"kepalamu ?"
"laut"
Jawaban laut, buat saya jadi tahu. Pertanyaan saya yang kemarin nggak perlu kamu jawab, saya sudah tahu jawabannya. Kamu akan sampai kesana. Kenapa saya bisa seyakin itu, ya, sebenarnya saya malas mengakuinya. Mengakui kalau kamu hebat, saya sudah bilangkan, semestamu akan berpihak padamu. Jadi pasti akan sampai.
Saya kagum, walau terkadang saya iri, saya iri dengan orang-orang di sekitarmu, yang mungkin akan kamu ajak ke sana. Sementara saya lebih menikmati isi kepala yang lebih berisik dari apapun, tapi di situ, dalam isi kepala saya, justru saya bisa menemukanmu. Dan ini akan terus begitu. Saya yang nggak punya tujuan harus ke mana, tapi saya nggak bingung lagi untuk mencarimu. Karena ternyata dari ke nggak tahuan saya, saya jadi bisa ketemu kamu meski hanya dalam isi kepala. Dan itu nggak apa-apa buat saya.
Pantas saja kamu tidak pernah ada di kakiku saat butuh langkahmu untuk pergi merambah anganku. Pertemuan singkat dan terbatas hanya dalam pikiran. Setidaknya saya nggak butuh tiket pulang pergi untuk mengunjungimu. Sebatas malam dan waktu. Semudah itu saya ketemu kamu.
Nggak pernah terpikirkan sebelumnya, kalau ternyata bisa ya, sedih dan senang datang bersamaan dalam satu waktu. Saya selalu cemas kalau kebahagiaan datang sendirian, saya juga takut kalau kebahagiaan bisa membuat saya melupakan banyak hal dalam hidup. Termasuk kesedihan.
Tapi, saya juga lebih takut kalau kesedihan mulai menghampiri mu.
Saya takut kalau kamu gak bisa menemukan saya.