Mohon tunggu...
Riana Evelina
Riana Evelina Mohon Tunggu... Lainnya - seorang teman

tidak semua orang bisa becerita, menulis adalah pilihan saya

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Pekerjaan yang Tidak Diinginkan

14 September 2020   13:21 Diperbarui: 14 September 2020   13:32 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

matamu kail pancing

merobek padatnya isi tenggorokan dan tak bisa dilepas

malam itu kau memelukku erat

tanpa mengucap kata sebelumnya

lenganmu lengang bagi tubuhku yang tidak ingin bergerak bebas

hangat!!

bahkan lebih hangat dari perapian puncak gunung yang dibuat oleh para pendaki

aroma tubuhmu sampai di batang hidung

menusuk kenangan untuk nanti kuingat

malam menggulung warna merah pada amarah senja sore tadi

"jangan lepaskan pelukku" ucapmu berbisik

anggukku mengiyakan dikeheningan dan suara tetesan sisa hujan pada ranting tengah malam

bibirku dijahit oleh bekas kail pancing yang menekan di tenggorokan

tidak ada kata lagi

jarinya masuk ke sela-sela kosong

membentuk rasa yang tidak asing sebagai penguat genggamannya

seperti memberi jarak pada kalimat- "semua akan baik-baik saja"

tak ada angin yang menyapa kami

seolah-olah tahu bahwa itu akan menjadi sapaan terakhir baginya

peluknya semakin erat

memberi isyarat, sebentar lagi

sebentar lagi fajar akan tiba

dan kau akan bebas,

-tidak

kita akan terikat oleh kenangan

hatiku terus berbicara

sampai pada waktu yang tidak melambat sekalipun

kini fajar telah tiba

di sepanjang perjalanan

mampu kuingat raut wajah kesedihan itu

tatapannya seperti sumur dimusim kemarau

tubuhnya sudah tidak hangat lagi

lambaian tangan atas beban kosong sebagai akhir dari kata yang tidak terucap

tidak ada yang lebih perih dari luka yang terkena garam

tidak ada yang lebih hancur dari kerikil yang dipukul oleh pekerja keras

tidak ada yang lebih hancur dan perih dari pekerjaan yang tidak diinginkan -perpisahan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun