**Cuap-cuap Dulu Sebentar. (Silahkan lewati bagian dibawah dan langsung ke Poin Utama yang ada Hal kedua, Huruf Besar Cetak tebalnya). Kalau mau cuap-cuap dulu ya silahkan dibaca semuanya. Hari Sabtu hari santai, artikel panjang tentu bisa dilahap. Hehehe.**
Artikel ini mungkin merupakan artikel terakhir dari saya tentang Ahok dan Pilgub DKI 2017. Berikutnya saya akan menulis hal-hal lain, tidak ngurusin Ahok karena sudah finished. Menurut saya kemungkinan besar Ahok tidak bisa ikut Pilgub DKI 2017. Kelihatannya akan ada kendala besar yang membuat Ahok tidak jadi bertarung. Dan saya bukan dukun yang bisa menebak-nebak apa penyebab Ahok tidak jadi ikut Pilgub DKI kedepan. Hahaha.
Sepenggal curhat, setahun tidak menulis di Kompasiana lalu 3 bulan terakhir ini saya menulis lagi dan kebanyakan soal Ahok. Sayangnya saya menemukan Demokrasi yang salah kaprah di Kompasiana ini. Saya menyebutnya sebagai Demokrasi Ala Ahok, dimana para pendukung Ahok sudah berubah menjadi komunitas yang garang dan agak kurang waras.
Mereka juga punya standar ganda dalam menilai sesuatu. Salah satu yang membuat saya sedih (ciyee). Saya sering dituduh Rasis oleh mereka. Hanya karena saya sering mengkritik Ahok, maka saya disebutnya Anti Cino. Tentu ini berlebihan. Karena sebenarnya adik saya juga menikahi warga Tionghoa, sahabat saya di dunia nyata juga banyak warga Tionghoa. Mereka tentu saja tidak tahu dan tidak akan mau tahu tentang itu.
Di Kompasiana ini saya juga dekat dan satu pandangan dengan Kompasmania senior Go Teng Shin. Beliau keturunan Tionghoa tapi Nasionalismenya sangat hebat. Saya juga kalah. Dan kemudian menjadi akan menjadi lucu kalau saya dan Go Teng Sin disebut Rasis oleh mereka. Hahaha. Saya sulit menjelaskan pada mereka tentang batasan Rasis. Biarlah mereka menilai seperti itu karena mereka sedang dalam keadaan kurang waras gara-gara Sumber Waras. Kkkakakakaaa.
Oh ya satu lagi, para Ahoker itu culun-culun dan lucu-lucu. Banyak dari mereka yang menuduh saya adalah Penulis Bayaran. Wew mau dong saya kalau begitu. Alasannya kata mereka, saya selalu menyerang Ahok tak henti-hentinya. Padahal saya itu mengkritisi tetapi dibilang menyerang. Baiklah kalau begitu. Alasan lainnya katanya akun saya hanya muncul pada even-even politik saja. Oh yah? Hahaha.
Dua alasan itu yang membuat saya dicap sebagai Penulis Bayaran. Haha. Tapi nanti giliran ditanya, kira-kira pihak yang membayar saya siapa, mereka pasti bingung. Mau nuduh siapa ya? Haha. Nuduh PDIP, ternyata mereka tahu saya tidak suka Megawati dan sering mengkritiknya. Mau nuduh Yusril, saya tidak pernah menghebat-hebatkan Yusril. Lalu siapa yang bayar saya? Kkkkakakakak.
Waktu Pilpres 2014 kemarin mereka tahu saya bela Jokowi mati-matian dan menyerang Prabowo habis-habisan. Berarti dulu Jokowi yang bayar saya dong. Hahahaha.
Penulis Bayaran atau Tim Buzzer dalam even politik itu adalah bukan mereka yang selalu menyerang seseorang. Itu cari masalah namanya. Tim Buzzer cenderung memuja-muji seorang tokoh yang dijagokan. Mereka punya link, punya pasukan cyber dll. Tugas mereka hanya memblow-up jagoannya dan membuat serangan balik kalau ada gempuran. Lah kalau saya, situ mau nyerang siapapun juga saya mah cuek-cuek aja. Terserah. Saya tidak ada urusan. Gimana judulnya dibilang Buzzer? Buzzer dari Hongkong? Kkkkakakaka. Udah ah curhatnya kepanjangan.
******** *********** *********
PERJANJIAN PREMAN MEMBUAT AHOK DICAP SEBAGAI GUBERNUR PREMAN