Akhirnya seperti biasa, Ahok mengaku lupa. Dia mengakui terkadang ada dana Pengembang yang ikut membiayai mobilisasi tersebut (ada diartikel sebelumnya). Disisi lain Ahok mengatakan bahwa setiap Personil Polri mendapatkan dana mobilisasi dari sumber APBD sebesar Rp.250 ribu ditambah Uang Makan Rp.38.000 dan ditransfer ke rekening anggota Polri atau satuannya. Lucunya lagi, Polda Metro Jaya kemarin juga membantah dan mengatakan Dana Pengerahan Pasukan itu tidak mendapatkan sumbangan dari manapun. Sudah ada anggarannya (DIPA). Wah mana yang benar ini, Ahok atau Polri?
Dalam bantahannya kemarin juga ternyata Ahok mengakui bahwa Pemprov DKI sudah menerima Dana Kontribusi Tambahan dari Agung Podomoro sebesar Rp. 200 Milyar lebih, sementara Podomoro masih kurang bayar Rp.100 Milyar lebih. Ucapan Ahok ini ternyata sinkron dengan informasi yang dirilis Teropong Senayan. Berarti benar bahwa Agung Podomoro sudah membantu Pemprov DKI baik dengan Fasilitas Umum maupun dana Cash sebanyak Rp. 200 Milyar lebih. Itu Dana apa sebenarnya?
Pengakuan Ahok berikutnya malah semakin menjelaskan Ahok sudah melakukan Kesalahan Fatal dalam Birokrasi Pemprov DKI.
Jadi Dana yang diminta Ahok kepada Agung Podomoro ternyata adalah Dana Konstribusi Tambahan yang berkaitan dengan Proyek Reklamasi. Dana itu diperhitungkan dari Kontribusi 15% Pengembang didalam menjual Propertynya di Pulau Reklamasi. Agung Podomoro membangun Pulau G. Dari sejumlah bangunan Property Komersial yang dibangun, dihitung dari perkiraan NJOP nya (sekitar Rp.25 Juta/M2) maka timbulah Biaya Kontribusi Tambahan sebesar 15% dari total property sehingga menghasilkan nilai Ratusan Milyar Rupiah. Dana ini rupanya sudah mulai ditarik oleh Ahok dan dipakai untuk membiayai banyak kegiatan operasional Pemprov DKI. Ini benar-benar ngawur dan benar-benar sinting.
Sangat Jelas Bahwa, Ahok tidak punya dasar hukumnya sama sekali untuk Menarik Dana Kontribusi Tambahan sebesar 15% tersebut. Tidak ada UU nya, tidak ada Perdanya maupun Pergubnya. Ini benar-benar melanggar Hukum.
Saya karena herannya mencari tahu apa dasar Ahok berani menarik dana tersebut akhirnya membawa saya membaca Keputusan Gubernur No.2238 tahun 2014. Surat keputusan itu adalah Surat Izin Pelaksanaan Reklamasi yang dikeluarkan Ahok kepada PT. Muara Wisesa (anak perusahaan Agung podomoro).
Dan ternyata disini kedok Ahok terbongkar lagi. Yang diributkan Ahok tentang 5 % dan 15% itu ternyata semua ada disini. Bohong kalau Ahok bilang dia ngotot minta Kontribusi 15% sementara DPRD DKI minta Kontribusi 5%. Ahok hanya pake jurus ngeles (pengalihan isu) ketika Ariesman ditangkap KPK dan mengatakan Podomoro kurang ajar dan main belakang.
Sangat jelas dalam Kepgub No.2238 bahwa Kontribusi yang diwajibkan pengembang (B.Kontribusi Ayat 2) menyebut Pengembang wajib memberi Konstribusi Lahan sebesar 5 % dari Total Lahan diluar Lahan Fasum/Fasos. Jadi Tidak ada itu Kontribusi 15% yang akan dinegoisasi menjadi 5%. Karena KepGubnya sudah menyebut jelas seperti itu atau tepatnya Ahok sudah menetapkan Keputusan itu.
Dalam Kepgub tersebut juga , Poin C, disebut soal Kontribusi Tambahan untuk Revitalisasi Kawasan Jakarta Utara berupa Penataan Wilayah, Pembangunan Rusun, Jalan dan Infrastruktur penangangan banjir (pompa dll) dan pembangunan Tanggul NCICD. Besaran Kontribusi akan ditetapkan dengan Keputusan Gubernur. Catat yang ini kawan. Baru akan ditetapkan jumlahnya dengan Keputusan Gubernur berikutnya. Kapan adanya? Ya tentu saja hanya Ahok dan Tuhan yang tahu.
Jadi Dana Kontribusi Tambahan (yang dihitung 15%) dan sudah mulai ditarik Ahok dari Agung Podomoro itu sebenarnya DANA ILEGAL. Tidak ada Payung Hukumnya. Begitupun juga Aliran masuk dana tersebut ke Ahok/ Pemprov DKI Tidak Jelas. Berapa yang sudah dikeluarkan dan berapa yang masuk. Apakah ada yang masuk Kantong Ahok atau Sunny atau Keluarga Ahok, hanya Ahok dan Tuhan yang tahu.
Kalau saya jadi KPK atau KPK yang sekarang adalah KPK Jilid 3, Ahok pasti sudah dicokok dengan adanya fakta-fakta ini.