Mohon tunggu...
Revan Fajar Dwi Yuantoro
Revan Fajar Dwi Yuantoro Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Mahasiswa

Mahasiswa UPN VETERAN JAWA TIMUR

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kerjasama Negara-Negara APEC dalam Mengatasi Ketimpangan Infrastruktur untuk Mencapai Pembangunan Internasional Pasca Pandemi Covid-19

22 Oktober 2024   07:38 Diperbarui: 22 Oktober 2024   08:00 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://asiatoday.id/read/negara-negara-apec-sepakat-kolaborasi-untuk-pulihan-ekonomi 

LATAR BELAKANG

Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) merupakan forum ekonomi yang terdiri dari 21 negara di kawasan Asia-Pasifik, dibentuk dengan tujuan utama mempromosikan pertumbuhan ekonomi, mempererat komunitas, dan mendorong perdagangan bebas. Sejak didirikan pada tahun 1989, APEC berfungsi sebagai wadah penting bagi negara-negara anggotanya untuk bekerja sama dalam berbagai isu ekonomi, termasuk pembangunan infrastruktur. Infrastruktur menjadi salah satu elemen kunci dalam pembangunan ekonomi global, terutama di era pasca pandemi COVID-19, di mana ketimpangan infrastruktur antara negara-negara maju dan berkembang semakin terlihat jelas. Pandemi COVID-19 menimbulkan tantangan besar terhadap upaya pembangunan infrastruktur, baik di negara maju maupun berkembang. Pembatasan pergerakan, tekanan ekonomi, dan krisis kesehatan global memperlambat proses pembangunan yang sudah direncanakan oleh negara-negara anggota APEC. Meskipun demikian, pandemi juga menunjukkan pentingnya kerja sama internasional dalam mengatasi tantangan global, seperti krisis kesehatan dan ekonomi, sekaligus memunculkan urgensi untuk memperkuat infrastruktur guna mencapai pembangunan berkelanjutan.

 
Ketimpangan infrastruktur di antara negara-negara APEC merupakan isu signifikan yang memengaruhi banyak anggota forum ini. Negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Jepang, dan Korea Selatan telah memiliki infrastruktur yang sangat kuat dan canggih, memungkinkan mereka untuk berkembang pesat dalam ekonomi digital dan partisipasi dalam rantai nilai global. Sebaliknya, banyak negara berkembang dalam APEC, seperti Indonesia, Filipina, dan Papua Nugini, masih menghadapi tantangan besar dalam menyediakan infrastruktur dasar bagi penduduknya, terutama di daerah-daerah terpenci
 
KERANGKA TEORI
 
1. Kerjasama Internasional
Pembahasan mengenai kerja sama internasional menjadi sangat penting dalam konteks dunia global yang semakin terintegrasi. Sebagai sebuah konsep yang sudah lama ada, kerjasama internasional berfungsi untuk menjembatani kebutuhan negara-negara dalam berbagai bidang, mulai dari ekonomi, politik, hingga keamanan. Seiring dengan berkembangnya hubungan antar negara, muncul pula berbagai studi akademik yang mencoba untuk menjelaskan dinamika dan bentuk kerjasama tersebut. Fokus ini menjadi semakin relevan dengan munculnya organisasi internasional seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang berperan dalam menjaga perdamaian dan mendorong kerja sama internasional.
 
Melalui kerangka teori kerja sama internasional, kita dapat melihat bagaimana aktor-aktor negara maupun non-negara terlibat dalam hubungan yang tidak didasarkan pada paksaan, seperti yang dijelaskan oleh Dougherty dan Pfaltzgraff (1997). Dalam hal ini, kerja sama internasional melibatkan serangkaian hubungan yang dilegitimasi oleh hukum dan norma internasional, dengan aktor negara yang menciptakan kerangka aturan, peraturan, dan norma yang disepakati bersama. Teori ini menunjukkan bahwa kerjasama dapat tercipta dari kepentingan pribadi aktor yang percaya bahwa kerjasama akan lebih menguntungkan dibandingkan persaingan.
Sementara itu, Robert Axelrod dalam bukunya The Evolution of Cooperation (1984) menekankan bahwa kerjasama antar aktor independen tidak selalu bertentangan dengan kepentingan egois masing-masing aktor. Sebaliknya, dalam situasi saling ketergantungan, kerjasama dapat menguntungkan semua pihak. Axelrod berargumen bahwa kerja sama muncul sebagai perilaku yang terkoordinasi dari aktor-aktor yang meskipun memiliki kepentingan egois, mereka menyadari bahwa kesejahteraan mereka tergantung pada perilaku orang lain. Konsep ini relevan dalam situasi internasional di mana negara-negara sering kali bergantung satu sama lain untuk mencapai tujuan ekonomi, keamanan, dan politik.
 
2. Pembangunan Internasional
Pembangunan internasional telah menjadi salah satu konsep fundamental dalam urusan global, terutama pasca Perang Dunia Kedua. Konsep ini mengacu pada upaya untuk memperbaiki kesejahteraan ekonomi, sosial, dan politik negara-negara yang secara historis tertinggal, serta mereka yang baru memperoleh kemerdekaan dari kolonialisme. Pembangunan internasional tidak hanya berfokus pada pembangunan fisik atau infrastruktur, tetapi juga mencakup elemen-elemen yang lebih luas seperti pendidikan, kesehatan, pemerintahan yang baik, dan kesetaraan sosial. Pada masa pasca Perang Dunia Kedua, kebutuhan akan pembangunan internasional menjadi semakin nyata, khususnya karena banyak negara di Asia, Afrika, dan Amerika Latin mulai merdeka dari kekuasaan kolonial. Negara-negara ini seringkali menghadapi tantangan besar dalam membangun perekonomian mereka, memperbaiki infrastruktur yang rusak, serta menstabilkan kondisi politik yang sering kali rapuh. Dalam konteks ini, Amerika Serikat dan kekuatan Barat lainnya melihat pentingnya menciptakan lembaga-lembaga internasional untuk mendukung pembangunan global. Pembentukan Bank Dunia dan IMF pada tahun 1944 adalah contoh konkret dari upaya tersebut, yang berfungsi untuk menyediakan dana dan dukungan teknis bagi negara-negara yang membutuhkan.
 
Dalam beberapa dekade terakhir, konsep pembangunan internasional juga mulai berfokus pada isu-isu global lainnya seperti perubahan iklim, keberlanjutan lingkungan, dan keadilan global. Konferensi-konferensi internasional seperti KTT Bumi dan Agenda 2030 untuk Pembangunan Berkelanjutan menekankan pentingnya pendekatan yang holistik terhadap pembangunan, yang tidak hanya mendorong pertumbuhan ekonomi tetapi juga perlindungan lingkungan dan pengentasan ketidaksetaraan global. Pendekatan ini menekankan pentingnya partisipasi masyarakat lokal dalam proses pembangunan, dengan memastikan bahwa pembangunan tidak hanya dilakukan untuk mereka, tetapi juga oleh mereka. Sebagai bidang studi, pembangunan internasional menempati posisi penting dalam hubungan internasional, karena berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan mendasar tentang kemiskinan, ketidaksetaraan, dan keadilan global. Studi ini mencakup berbagai disiplin ilmu mulai dari ekonomi, politik, hukum, hingga sosiologi dan bertujuan untuk memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang proses-proses yang membentuk dunia global kita. Pendekatan ini juga mencoba memahami bagaimana kebijakan dan intervensi internasional dapat meningkatkan atau bahkan memperburuk kondisi di negara-negara berkembang.
 
3. Dependency Theory
Teori Dependensi (Dependency Theory) merupakan perspektif penting dalam kajian Ekonomi Politik Internasional, yang berupaya menjelaskan ketidaksetaraan antara negara-negara di Global North (negara-negara maju) dan Global South (negara-negara berkembang). Teori ini pertama kali muncul pada 1950-an sebagai kritik terhadap teori modernisasi yang mendominasi pemikiran pembangunan saat itu. Modernisasi berpendapat bahwa semua negara, jika mengikuti jalur pembangunan yang tepat, pada akhirnya akan mencapai tingkat kemajuan ekonomi dan sosial yang sama dengan negara-negara maju. Namun, Teori Dependensi menyanggah klaim tersebut dan menekankan bahwa struktur ekonomi global justru menciptakan ketidaksetaraan dan memaksa negara-negara berkembang berada dalam posisi ketergantungan yang menghambat kemajuan mereka.
Dasar dari Teori Dependensi dibentuk melalui analisis para ekonom yang berafiliasi dengan Komisi Ekonomi PBB untuk Amerika Latin dan Karibia (ECLA), di antaranya Ral Prebisch yang menjadi salah satu tokoh paling berpengaruh. Prebisch berargumen bahwa ketertinggalan ekonomi negara-negara berkembang, terutama di Amerika Latin, tidak dapat dijelaskan hanya melalui kegagalan domestik, tetapi juga karena ketidakadilan dalam sistem perdagangan global. Dia menemukan bahwa negara-negara berkembang cenderung menjadi eksportir bahan mentah dan importir barang-barang manufaktur yang bernilai lebih tinggi. Ketergantungan pada ekspor bahan mentah ini membuat negara berkembang rentan terhadap fluktuasi harga internasional dan melemahkan upaya mereka untuk membangun sektor industri yang lebih maju.
 
PEMBAHASAN
 
1. Inisiatif APEC dan Rencana Awal Pembangunan
Dalam menghadapi dampak dari pandemi Covid-19, APEC (Asia-Pacific Economic Cooperation) telah mengambil langkah-langkah penting untuk memulihkan ekonomi di kawasan Asia-Pasifik. Sebagai organisasi internasional yang berfokus pada ekonomi dan perdagangan, APEC dengan cepat merespons pandemi melalui sejumlah inisiatif pemulihan ekonomi. Upaya ini melibatkan komitmen kuat dari negara-negara anggota, analisis mendalam dari para ahli, serta inovasi dan proyek praktis dalam rangka mendorong kerjasama antar negara APEC. Pada KTT APEC tahun 2020, APEC menghasilkan visi jangka panjang yang dikenal sebagai APEC Putrajaya Vision 2040. Visi ini dirancang untuk menetapkan prioritas kerjasama selama 20 tahun ke depan, dengan tujuan membangun komunitas Asia-Pasifik yang terbuka, dinamis, tangguh, dan damai pada tahun 2040, serta memastikan kemakmuran untuk semua generasi mendatang.
 
Visi Putrajaya 2040 akan diwujudkan melalui tiga penggerak utama: perdagangan dan investasi, inovasi dan digitalisasi, serta pertumbuhan yang kuat, seimbang, aman, berkelanjutan, dan inklusif. APEC berkomitmen untuk terus menciptakan lingkungan perdagangan dan investasi yang bebas, terbuka, dan adil, serta mendorong ekonomi yang transparan dan dapat diprediksi. Dalam konteks ini, APEC juga memfasilitasi investasi yang mendukung pertumbuhan sektor-sektor baru seperti teknologi digital, ekonomi sirkuler, teknologi komunikasi, e-commerce, dan pertanian di kawasan Asia-Pasifik. Investasi langsung asing atau Foreign Direct Investment (FDI) menjadi salah satu instrumen penting yang dapat digunakan negara anggota untuk mendorong pemulihan ekonomi pasca-pandemi. Untuk itu, APEC mendorong negara-negara anggotanya untuk menghindari kebijakan proteksionis, memanfaatkan peluang baru dalam perubahan tren FDI, serta memperkuat kerjasama global guna mendukung rantai pasokan yang lebih terintegrasi.
 
Sebagai bagian dari upaya implementasi, pada tahun 2021, APEC meluncurkan Aotearoa Plan of Action, sebuah rencana aksi untuk menerapkan Visi Putrajaya 2040. Rencana ini disusun berdasarkan dokumen-dokumen pendirian APEC seperti Tujuan Bogor 1994 dan Osaka Action Agenda 1995. Aotearoa Plan of Action menetapkan langkah-langkah individual dan kolektif yang perlu diambil oleh negara anggota untuk mencapai visi jangka panjang ini. Dokumen ini bersifat dinamis, yang artinya akan terus ditinjau dan disesuaikan seiring dengan perkembangan global agar tetap relevan dan komprehensif dalam mencakup semua elemen dari Visi Putrajaya 2040. Selain itu, rencana ini tidak menghalangi pekerjaan lain yang dijalankan oleh APEC dalam rangka mewujudkan visi tersebut. Melalui pendekatan ini, APEC berupaya memastikan kawasan Asia-Pasifik tetap tangguh terhadap berbagai krisis, pandemi, dan keadaan darurat lainnya di masa depan, sekaligus mendorong pertumbuhan yang inklusif dan berkelanjutan bagi seluruh rakyat di kawasan tersebut.
 
2. The Experience Exchange, Koneksi, dan Aliansi
Pertukaran pengalaman, koneksi, dan aliansi di antara negara-negara anggota APEC (Asia-Pacific Economic Cooperation) merupakan fondasi penting dalam mendorong kerjasama ekonomi regional dan global di kawasan Asia-Pasifik. APEC menyediakan platform yang memungkinkan 21 negara anggotanya, termasuk Amerika Serikat, Cina, Jepang, Australia, dan Kanada, untuk saling berbagi pengetahuan, praktik terbaik, serta pembelajaran dalam berbagai bidang seperti perdagangan, investasi, pembangunan ekonomi, dan teknologi. Melalui pertemuan rutin, seminar, lokakarya, dan kelompok kerja, negara-negara anggota APEC dapat belajar dari pengalaman satu sama lain, baik dari segi keberhasilan maupun tantangan yang mereka hadapi, sehingga menghasilkan kebijakan dan strategi yang lebih baik untuk diadopsi oleh ekonomi anggota lainnya.
 
Koneksi dan aliansi yang terbentuk di APEC tidak hanya terbatas pada aspek formal seperti perjanjian perdagangan dan investasi. APEC juga berperan dalam menciptakan inisiatif-inisiatif seperti Asia-Pacific Trade Agreement (APTA) dan Comprehensive and Progressive Agreement for Trans-Pacific Partnership (CPTPP), yang mendorong liberalisasi perdagangan dan investasi. Selain itu, inisiatif seperti Free Trade Area of the Asia-Pacific (FTAAP) memperkuat upaya APEC dalam menyelaraskan regulasi perdagangan dan investasi antar negara anggota untuk menciptakan pasar regional yang lebih mulus dan terintegrasi. Langkah-langkah ini mengarah pada terbentuknya hubungan ekonomi yang erat di antara negara anggota dan menciptakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.
 
APEC juga memahami pentingnya konektivitas fisik dan digital dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Negara anggota bekerja sama dalam pengembangan infrastruktur fisik seperti transportasi, energi, dan telekomunikasi yang memperkuat integrasi ekonomi. Di samping itu, APEC mendorong kemitraan publik-swasta melalui Public-Private Partnerships (PPPs) untuk mengatasi tantangan bersama dan memanfaatkan keahlian sektor swasta. Kolaborasi ini memfasilitasi konektivitas, perdagangan, serta investasi, sekaligus memperkuat hubungan dan aliansi ekonomi di kawasan ini.
 
Selain koneksi bisnis, APEC juga mempromosikan pertukaran budaya, akademik, dan kepemudaan untuk membangun hubungan antar individu dan institusi di berbagai negara. Inisiatif ini mendukung pembentukan aliansi yang lebih kuat di antara masyarakat, serta memperkaya kerjasama sosial dan budaya di kawasan Asia-Pasifik. Dalam aspek pembangunan berkelanjutan, negara anggota APEC berbagi pengalaman dan praktik terbaik dalam mengatasi isu-isu seperti perubahan iklim, energi terbarukan, serta pertumbuhan ekonomi inklusif. Melalui kolaborasi di bidang ini, APEC memperkuat hubungan antar negara dan membentuk aliansi untuk mewujudkan tujuan bersama dalam menciptakan pertumbuhan yang berkelanjutan. Tidak hanya itu, APEC juga menyediakan bantuan teknis dan program peningkatan kapasitas, seperti dalam fasilitasi perdagangan, e-commerce, dan inovasi, yang memperkuat keterampilan dan pengetahuan negara anggota. Secara keseluruhan, koneksi dan aliansi yang terbentuk melalui berbagai mekanisme di APEC, baik dalam aspek perdagangan, investasi, teknologi, maupun pembangunan berkelanjutan, memberikan manfaat nyata bagi integrasi ekonomi dan kesejahteraan kawasan Asia-Pasifik. Kegiatan yang terorganisir ini berkontribusi dalam meningkatkan kerja sama ekonomi, membangun kemakmuran bersama, serta mengatasi tantangan-tantangan yang dihadapi oleh negara-negara anggota.
 
 
3. Belt Road Initiative
Belt and Road Initiative (BRI) merupakan program infrastruktur global yang diinisiasi oleh pemerintah Cina pada tahun 2013, dengan tujuan memperkuat konektivitas dan kerja sama ekonomi antara negara-negara di berbagai wilayah dunia. Program ini juga dikenal sebagai One Belt One Road (OBOR) dan terdiri dari dua komponen utama: Silk Road Economic Belt (Sabuk Ekonomi Jalur Sutra), yang merujuk pada jalur darat yang menghubungkan Cina dengan Asia Tengah hingga Eropa, dan 21st Century Maritime Silk Road (Jalur Sutra Maritim Abad 21), yang mencakup jalur laut yang menghubungkan Cina dengan Asia Tenggara, Asia Selatan, Timur Tengah, hingga Afrika. Hingga awal 2023, sebanyak 151 negara telah terdaftar sebagai partisipan dalam program BRI, mencakup 75% populasi dunia dan lebih dari separuh produk domestik bruto (PDB) global.
 
Inisiatif ini bertujuan untuk menginvestasikan dana besar dalam pembangunan infrastruktur di negara-negara peserta, yang meliputi pelabuhan, jalur kereta api, jalan raya, bandara, dan berbagai proyek pembangunan lainnya. Dengan terlibatnya banyak negara, proyek ini dirancang untuk meningkatkan arus perdagangan, menurunkan biaya perdagangan global, dan mendorong pertumbuhan ekonomi di negara-negara berkembang. Menurut estimasi World Bank, BRI memiliki potensi untuk meningkatkan arus perdagangan negara peserta hingga 4,1%, serta menurunkan biaya perdagangan global antara 1,1% hingga 2,2%. Selain itu, BRI diproyeksikan dapat meningkatkan PDB negara-negara berkembang di Asia Timur dan Pasifik dengan kisaran 2,6% hingga 3,9%, menunjukkan dampak positif yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi kawasan tersebut.
 
BRI juga dilihat sebagai alat penting bagi Cina untuk memperluas pengaruh geopolitiknya dengan menjalin kerja sama yang lebih erat dengan negara-negara peserta melalui investasi infrastruktur. Selain keuntungan ekonomi, inisiatif ini juga mendorong pembangunan konektivitas sosial melalui promosi interaksi antarmasyarakat dan memperkuat hubungan bilateral antar negara. Dengan fokus pada lima kepentingan utama, yaitu pengembangan infrastruktur fisik, konektivitas keuangan, dan sosial, BRI bertujuan untuk merangkul masa depan yang lebih cerah bagi kawasan Asia dan sekitarnya, seperti yang dijelaskan oleh Xi Jinping dalam berbagai pidato dan pernyataan resminya.
 
KESIMPULAN
Dalam menghadapi dampak dari pandemi Covid-19, APEC (Asia-Pacific Economic Cooperation) telah mengambil langkah-langkah penting untuk memulihkan ekonomi di kawasan Asia-Pasifik. Sebagai organisasi internasional yang berfokus pada ekonomi dan perdagangan, APEC dengan cepat merespons pandemi melalui sejumlah inisiatif pemulihan ekonomi. Upaya ini melibatkan komitmen kuat dari negara-negara anggota, analisis mendalam dari para ahli, serta inovasi dan proyek praktis dalam rangka mendorong kerjasama antar negara APEC. Pertukaran pengalaman, koneksi, dan aliansi di antara negara-negara anggota APEC (Asia-Pacific Economic Cooperation) merupakan fondasi penting dalam mendorong kerjasama ekonomi regional dan global di kawasan Asia-Pasifik. APEC menyediakan platform yang memungkinkan 21 negara anggotanya, termasuk Amerika Serikat, Cina, Jepang, Australia, dan Kanada, untuk saling berbagi pengetahuan, praktik terbaik, serta pembelajaran dalam berbagai bidang seperti perdagangan, investasi, pembangunan ekonomi, dan teknologi.
 
 
 
Nama : Revan Fajar Dwi Yuantoro
NPM : 21044010144
Program Studi : Hubungan Internasional
 

DAFTAR PUSTAKA
Joseph, P. 2016. Dependency Theory. In The SAGE Encyclopedia of War: Social Science Perspectives. SAGE Publications, Inc. https://doi.org/10.4135/978148335 9878.n191
Kay, C. 2005. Andr Gunder Frank: From the "development of underdevelopment" to the "world system." In Development and Change (Vol. 36, Issue 6, pp. 1177-- 1183). https://doi.org/10.1111/j.0012- 155X.2005.00455.
Leiss, W. 1977. The Modern WorldSystem: Capitalist Agriculture and the Origins of the European WorldEconomy in the Sixteenth Century, Immanuel Wallerstein, New York: Academic Press, 1974, pp. xiv, 410, dalam Canadian Journal of Political Science, 10(1), pp. 202--203. https://doi.org/10.1017/s00084239 00039573
Maiwan, M. 2017. Geografi, Geopolitik, dan Globalisasi: Suatu Analisa Terhadap Teori Sistem Dunia Immanuel Wallerstein. Jurnal SPATIAL - Wahana Komunikasi Dan Informasi Geografi, 17(1), 1--8. https://doi.org/https://doi.org/10.21 009/spatial.171.01
Medeiros, V., & Ribeiro, R. S. M. 2020. Power infrastructure and income inequality: Evidence from Brazilian state-level data using dynamic panel data models. Energy Policy, 146. https://doi.org/10.1016/j.enpol.202 0.111734
So, A. Y. 1990. Alvin Y. So - Social Change and Development. Modernization, Dependency, and World-System Theories-SAGE (1990) (Issue 1).
Sorinel, C. 2010. Immanuel Wallerstein's World System Theory. Annals of Faculty of Economics, 1(2), 220--224. https://econpapers.repec.org/articl e/orajournl/v_3a1_3ay_3a2010_3a i_3a2_3ap_3a220-224.htm
Sun, M., Xu, X., Wang, L., Li, C., & Zhang, L. 2021. Stable energy, energy inequality, and climate change vulnerability in Pan-Third Pole regions: Empirical analysis in cross-national rural areas, dalam Renewable and Sustainable Energy Reviews, 147. https://doi.org/10.1016/j.rser.2021. 111197

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun