Mohon tunggu...
Revan Depati
Revan Depati Mohon Tunggu... -

Double Job Lover

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ujian Nasional Berbasis Komputer Belum Waktunya di Indonesia

26 April 2017   14:02 Diperbarui: 26 April 2017   23:00 323
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Melihat UNBK yang dilaksanakan di Tingkat SMA kemarin saya sangat miris sekali. Ketimpangan yang ada antara kota dan desa begitu terlihat. Kesiapan alat, jaringan, tenaga IT dan lain-lain sebagainya.

Menurut saya, UNBK belum saatnya dilaksanakan di negeri ini, karena masih banyak faktor yang belum menunjang untuk terlaksananya UNBK ini. Dari beberapa sekolah di tempat saya berada saat, (saya asli Jakarta) ini sebuah daerah berbentuk kabupaten yang "mungkin" Presiden kita saat ini belum pernah mengunjunginya he he he, terlihat sekali ketidaksiapannya. 

Pertama, ketersediaan perangkat komputer. Saya lihat untuk melaksanakan UNBK ini mereka mengumpulkan pinjaman berupa Laptop, komputer dari orang tua siswa, teman, kerabat dan lain-lain. "meminjam" nanti kalau rusak gimana? dana BOS?

Kedua, Ketersediaan jaringan komputer, untuk mencapai dan koneksi ke server pusat sangat dibutuhkan ketersediaan jaringan telekomunikasi, disinipun ada jaringan komunikasi, tetapi kecepatan dan kadang miss/hilangnya jaringan, itu suatu hal yang sering terjadi, sehingga secara tidak langsung dapat mempengaruhi konsentrasi siswa yang sedang mengerjakan soal menjadi terganggu.

Ketiga, Tenaga IT. Disini seperti terlalu dipaksakan, dimana tenaga-tenaga IT yang seharusnya menjadi tenaga handal dan menjadi Garda terdepan untuk melakukan koneksi ke server, dengan sangat terpaksa dilakukan oleh tenaga-tenaga pendidik, yang notebone bukan orang IT asli, yang secara dasar tidak terlalu mengerti tentang dunia IT dan jaringan, sehingga yang terjadi adalah : IP tidak bisa konek, kalang kabut, panik, mereka harus lembur, dll. (Biaya lagi)

Keempat, belum semua sekolah siap menjalankan UNBK ini karena keterbatasan dana, terutama sekolah-sekolah swasta mandiri yang kemampuan finansialnya belum mencukupi, dan terpaksa menumpang di sekolah yang mampu. "menumpang", apa ada yang gratis? mudah-mudahan ada, kan ada tapinya.....

Kesimpulan yang saya dapat, untuk saat ini sebaiknya UNBK tetap seperti dulu, tetap berupa soal ujian berbentuk kertas. Kenapa? karena dengan secarik kertas yang berisi soal di depan mata itu lebih memotivasi siswa untuk dapat menjawab soal ujian dengan bahasa dan kreativitas mereka, sehingga secara tidak langsung kemungkinan ada ide-ide menarik dari seluruh siswa yang mungkin timbul dari jawaban mereka. Untuk pendistribusian soal menurut saya, dikirm dalam bentuk file saja (bentuk email dll) yang mungkin bisa langsung diakses 2 atau 3 hari sebelum Ujian dilaksanakan. 

Saran saya buat pemerintah, tetaplah menempatkan the right man on the right place. Negeri ini banyak mempunyai sarjana-sarjana yang sesuai dengan bidang akademi yang digelutinya, jangan ada lagi pemaksaan pekerjaan. Setiap siswa yang telah menentukan dirinya untuk masa depannya dengan memilih Profesi yang diinginkannya. Selama ini yang saya lihat, profesionalitas sangat kurang dihargai di negeri ini. Banyak simpang siur tentang tenaga akademis dan terlatih, yang dengan terpaksa menerima apa saja yang penting kerja, dan ini yang menyebabkan mereka yang tadinya ahli / bisa di bidang A, dipaksa belajar lagi untuk bidang B, demikian seterusnya (jalan ditempat dong). Sudah seharusnya pemerintah memperhatikan ini. Profesionalitas sangat penting, karena orang yang bekerja sesuai dengan yang diinginkannya akan terasa lebih enjoy dan mengasyikan. Negeri ini luas, bukalah Program Padat Karya walaupun dengan gaji UMR tetapi mereka mau ditempatkan dimana saja, tempatkanlah keahlian mereka ditempatnya masing-masing,kalau ini dilaksanakan akan banyak faktor "X" yang secara tidak langsung dapat menjadi faktor yang menunjang pemerataan pembangunan di negeri ini.

Sekian opini saya, terima kasih

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun