Mohon tunggu...
REVALINE ALVIADI
REVALINE ALVIADI Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa aktif semester di program studi pendidika masyarakat

Saya merupakan Mahasiswa Pendidikan Masyarakat yang memiliki kemauan yang tinggi , saya Revaline Alviadi , seorang mahasiswa semester 2 di Program Studi Pendidikan Masyarakat (Penmas) di Universitas Pendidikan Indonesia. Saya memiliki minat yang kuat dalam bidang komunikasi, hubungan masyarakat dan pengelolahan internal. Selama kuliah, saya aktif mengikuti berbagai kegiatan organisasi kemahasiswaan yang memberikan saya kesempatan untuk mengembangkan kemampuan komunikasi, manajemen waktu, dan kerja sama tim. Saya tertarik untuk berkontribusi dalam proyek-proyek yang bertujuan meningkatkan kualitas hidup masyarakat melalui pendidikan.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Krisis Kesehatan Mental Gen Z: Tantangan dan Solusi Menuju Dunia Sejahtera

24 Desember 2024   19:20 Diperbarui: 24 Desember 2024   19:20 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gen Z, generasi yang lahir antara tahun 1997 hingga 2012, kerap dipandang sebagai generasi penerus yang akan memainkan peran besar dalam membentuk masa depan dunia. Dalam kurun waktu empat tahun mendatang, diperkirakan sebanyak 20% populasi dunia kerja dan organisasi akan diisi oleh Gen Z. Sebagai kelompok yang mendominasi, mereka memikul tanggung jawab besar untuk menciptakan inovasi, membawa perubahan, dan memastikan keberlanjutan di berbagai sektor. Jurnal "Selamat Datang Gen Z, Sang Penggerak Inovasi!" dari McKinsey (2018) menyoroti karakteristik Gen Z yang unik, salah satunya adalah "the communaholic." Generasi ini dikenal sangat inklusif, memiliki keinginan kuat untuk terhubung dengan komunitas, dan memanfaatkan kecanggihan teknologi untuk memperluas dampak positif yang ingin mereka ciptakan. Dengan kemampuan adaptasi yang tinggi dan ambisi besar, mereka sering kali dianggap sebagai penggerak utama inovasi di era modern.

Namun, di balik potensi besar ini, terdapat tantangan yang tidak bisa diabaikan: krisis kesehatan mental. Fleksibilitas tinggi dan ambisi kuat yang dimiliki Gen Z kerap menjadi pedang bermata dua. Di satu sisi, mereka mampu meraih pencapaian luar biasa. Di sisi lain, tekanan dari ekspektasi sosial, akademis, dan karier, ditambah dengan pengaruh media sosial yang masif, telah meningkatkan risiko gangguan kesehatan mental dalam kelompok ini. Data menunjukkan bahwa Gen Z lebih rentan mengalami depresi, kecemasan, dan stres dibandingkan generasi sebelumnya, menjadikan isu kesehatan mental sebagai salah satu prioritas utama yang harus segera ditangani untuk mewujudkan visi kehidupan sehat dan sejahtera, seperti yang diusung dalam SDGs ke-3.

Tingkat kecemasan yang tinggi pada Gen Z bukanlah fenomena yang muncul tanpa sebab, melainkan hasil dari berbagai faktor yang saling terkait. Salah satu alasan utama adalah tekanan dari penggunaan media sosial yang berlebihan. Media sosial telah menjadi bagian integral dari kehidupan Gen Z, namun membawa dampak negatif seperti paparan isu-isu yang memicu stres, di antaranya cyberbullying dan FOMO (Fear of Missing Out). Kedua hal ini memicu perasaan cemas dan rendah diri, yang berdampak signifikan pada kesejahteraan mental mereka. Selain pengaruh media sosial, tekanan akademis dan tuntutan karier juga berkontribusi besar terhadap meningkatnya tingkat kecemasan di kalangan Gen Z. Generasi ini dihadapkan pada ekspektasi yang tinggi dari orang tua dan masyarakat untuk mencapai kesuksesan di usia yang masih muda. Hal ini diperparah dengan persaingan yang semakin ketat di dunia pendidikan dan pekerjaan, di mana setiap individu berlomba untuk menonjol dan mendapatkan kesempatan terbaik. Studi kasus di SMP Negeri 35 Medan pada tahun 2023 menunjukkan bagaimana faktor-faktor ini mempengaruhi kesehatan mental siswa, menggambarkan beban berat yang dipikul oleh Gen Z dalam memenuhi harapan tersebut.

Tekanan-tekanan ini menempatkan Gen Z dalam situasi yang menantang, di mana ambisi dan potensi besar mereka sering kali harus dibayar dengan meningkatnya risiko gangguan mental seperti kecemasan dan depresi. Sebagai generasi yang dikenal akan fleksibilitas dan semangat inovasinya, penting untuk memahami dan mengatasi tantangan-tantangan ini agar mereka dapat berkontribusi secara optimal tanpa mengorbankan kesejahteraan mental.

Krisis kesehatan mental memberikan dampak yang signifikan pada kesejahteraan Gen Z, terutama dalam aspek psikologis. Gejala seperti tingkat stres yang tinggi, kecemasan berlebihan, dan perubahan suasana hati yang ekstrem menjadi masalah umum yang dapat secara negatif memengaruhi keseimbangan emosional mereka. Kondisi ini sering kali berujung pada penurunan kualitas hidup, menurunnya produktivitas, dan meningkatnya risiko terhadap gangguan kesehatan mental yang lebih serius seperti depresi. Selain dampak psikologis, krisis kesehatan mental juga berpengaruh pada kondisi fisik. Salah satu contoh adalah gangguan pencernaan seperti penyakit asam lambung (GERD), yang sering dialami oleh individu dengan tingkat kecemasan tinggi. Hal ini menunjukkan bagaimana tekanan mental dapat secara langsung berdampak pada kesehatan fisik, memperkuat hubungan erat antara kesejahteraan psikologis dan fisik.

Tidak hanya itu, dampak sosial juga perlu diperhatikan. Gen Z yang mengalami masalah kesehatan mental cenderung menarik diri dari lingkungan sosial, yang kemudian dapat memperburuk rasa kesepian dan isolasi. Mereka juga menghadapi tantangan dalam menjaga hubungan interpersonal, baik di lingkungan keluarga, sekolah, maupun tempat kerja. Dampak ekonomi dari krisis ini juga tidak dapat diabaikan. Peningkatan kebutuhan layanan kesehatan mental memberikan tekanan pada sistem kesehatan, sementara penurunan produktivitas akibat gangguan mental berdampak pada individu dan masyarakat secara lebih luas. Dengan memahami dampak multidimensional dari krisis ini, menjadi jelas bahwa kesehatan mental adalah elemen krusial yang memengaruhi seluruh aspek kehidupan Gen Z, baik secara personal maupun sosial. Pendekatan yang holistik dan terintegrasi diperlukan untuk mengatasi tantangan ini secara efektif.

Mengatasi krisis kesehatan mental yang dialami oleh Gen Z membutuhkan solusi komprehensif dan terintegrasi. Langkah pertama adalah peningkatan kesadaran serta edukasi mengenai kesehatan mental. Kampanye untuk menghapus stigma terkait masalah kesehatan mental, diikuti dengan penerapan pendidikan kesehatan mental di sekolah, universitas, dan tempat kerja, akan mendorong generasi muda untuk lebih terbuka dan proaktif dalam menjaga kesejahteraan mental mereka. Selanjutnya, perlu adanya peningkatan akses terhadap layanan kesehatan mental yang terjangkau dan mudah dijangkau, seperti penyediaan layanan konseling di sekolah atau penggunaan aplikasi kesehatan mental berbasis teknologi, yang memungkinkan individu mendapatkan bantuan tanpa terkendala jarak. Pemberdayaan keluarga dan komunitas juga memiliki peran penting. Keluarga dapat menjadi pendukung utama bagi anak-anak dalam menghadapi tantangan emosional, sementara komunitas menyediakan ruang aman bagi individu untuk berbagi pengalaman serta saling mendukung. Selain itu, membekali Gen Z dengan keterampilan manajemen stres dan teknik coping yang efektif, seperti mindfulness, olahraga, dan pola tidur yang sehat, akan membantu mereka lebih tangguh dalam menghadapi tekanan kehidupan sehari-hari. Pemerintah juga harus berperan dengan mengintegrasikan kesehatan mental dalam kebijakan kesehatan nasional dan mendukung program-program yang berfokus pada pencegahan serta perawatan kesehatan mental.

Krisis kesehatan mental yang dihadapi oleh Gen Z bukan hanya masalah individu, tetapi juga tantangan kolektif yang membutuhkan perhatian serius dari semua pihak. Dengan meningkatnya tekanan dari berbagai aspek kehidupan seperti media sosial, ekspektasi akademis, dan persaingan di dunia kerja. Kesehatan mental menjadi faktor utama yang memengaruhi kualitas hidup mereka. Dampak psikologis dan fisik yang timbul dari masalah ini menunjukkan betapa pentingnya keseimbangan antara kesehatan mental dan fisik untuk menciptakan kehidupan yang sehat dan sejahtera. Penting bagi masyarakat, pemerintah, dan keluarga untuk bekerja sama dalam memberikan dukungan yang dibutuhkan oleh Gen Z, melalui edukasi, akses terhadap layanan kesehatan mental, serta penguatan keterampilan coping dan manajemen stres. Hal ini akan membantu menciptakan generasi yang tidak hanya sehat secara fisik, tetapi juga memiliki ketahanan mental untuk menghadapi tantangan masa depan.

Krisis kesehatan mental ini sangat relevan dengan pencapaian utama Sustainable Development Goal (SDG) 3: Kehidupan Sehat dan Sejahtera. SDG 3 menekankan pentingnya memastikan kehidupan yang sehat dan meningkatkan kesejahteraan untuk semua usia, termasuk mempromosikan kesehatan mental dan kesejahteraan. Dengan mengatasi masalah kesehatan mental pada Gen Z, kita berkontribusi pada tercapainya tujuan ini, menciptakan masa depan yang lebih sehat, lebih sejahtera, dan lebih inklusif bagi seluruh masyarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun