Seringkali kita mendengar istilah roleplay, dan kata tersebut tentunya tidak asing di telinga sebagian kalangan masyarakat. Menurut Cambridge Dictionary, pengertian roleplay adalah berpura-pura menjadi karakter tertentu dan berperilaku dan bereaksi seperti karakter tersebut. Roleplay yang dimaksud dalam artikel opini kali ini termasuk pada konteks bermain peran dalam dunia virtual. Permainan ini biasa hadir dalam berbagai platform media sosial yang dapat melakukan interaksi, seperti Facebook, Instagram, LINE, Telegram, Twitter, atau bahkan TikTok. Cara memainkannya pun tidak lain tidak bukan adalah berperilaku seolah-olah kita menjadi karakter yang sudah dipilih sebagai muse. Memilih sebuah muse untuk bermain roleplay biasanya menggunakan idol dari berbagai negara, namun yang paling banyak digemari oleh pemain adalah idol yang berasal dari Korea Selatan, khususnya member boygroup atau girlgroup.
Berita terkait permainan roleplay banyak dilaporkan media dengan terkesan mengancam kestabilan psikologis dan perilaku anak. Kejadian yang sering ditemukan adalah ketika anak di bawah umur bermain roleplay di sebuah platform, mereka secara tidak sengaja terpapar pengetahuan seks yang seharusnya hanya diketahui orang-orang dewasa. Dan belum tentu si anak dapat mengolah secara bijak berbagai informasi yang didapatkan. Hal tersebut dapat terjadi karena aturan dari roleplay sendiri bersifat anonim dan melarang membuka serta menyebarkan identitas pengguna asli, alias mereka menggunakan identitas musenya sebagai karakter di dalam game, maka tidak sedikit orang yang memanfaatkan hal ini untuk berbuat yang kurang bermoral di dunia virtual. Dampak lain juga bisa dilihat dari perilaku anak yang berubah ke arah yang lebih buruk akibat dari bermain roleplay. Seperti menarik diri dari lingkungan, emosi yang tidak stabil, sering membangkang kepada orang tua, bahkan hingga berimbas pada turunnya kualitas akademik dari sang anak. Contoh-contoh tersebut sungguh mengerikan, tak heran jika banyak orang tua yang marah hingga melarang anak-anaknya menyentuh dunia virtual dan roleplay.
Melalui roleplay, kita banyak bertemu dengan orang-orang asing dibalik muse yang mereka pakai. Pemain dari berbagai umur, agama, ras, dapat ditemukan secara mudah di dunia virtual tersebut. Dunia virtual memang seluas dan sebebas itu, tapi jika kita memilah dan memilih ranah lingkungan bermain yang benar, maka dampak positif dari roleplay pun dapat dirasakan. Sebagai salah satu mantan pemain roleplay di lingkup bermain yang baik, saya setuju terhadap pernyataan yang baru saja dipaparkan. Dampak positif yang sangat terasa adalah melatih kemampuan berkomunikasi, karena di dalam roleplay akan selalu berinteraksi dengan sesama pemain agar tercipta hubungan yang baik dan tidak terjadinya miskomunikasi. Tak jarang bahasa yang digunakan pun terkesan lebih sopan dan menghargai, bahkan terkadang sampai memperhatikan suasana hati dari lawan bicara, apakah sedang dalam kondisi baik untuk diajak interaksi ataukah tidak. Dari kepedulian terhadap hal kecil tersebut akan tercipta jiwa sosial yang tinggi dan saling tolong menolong apabila ada teman yang sedang membutuhkan bantuan. Terkadang pula pertemanan tidak selalu terjalin dengan mulus, masalah akan selalu hadir di berbagai aspek kehidupan dan di manapun kita berada, termasuk di dunia virtual roleplay. Namun karena dasar berkomunikasi yang dibangun sudah cukup mumpuni, regulasi konflik yang dijalankan dapat berjalan dengan baik. Selain itu, karena banyaknya event-event yang diadakan di roleplay, para pemain aktif dapat meningkatkan kemampuan editing dan membantu perkembangan kreativitas diri mereka dalam memeriahkan event tersebut.
Sebenarnya selain poin-poin tadi, masih banyak dampak positif lain dari bermain roleplay. Memang yang ramai diberitakan itu benar adanya, namun tidak semuanya seperti kasus yang dilaporkan. Baik atau tidaknya sesuatu, kembali lagi pada pribadi masing-masing. Sudahkah bijak dan pandai atas penerimaan hal baru? Hal tersebut harus sejalan dengan bagaimana kita mencoba melihat dari berbagai sudut pandang. Karena sejatinya, sesuatu tidak akan sepenuhnya negatif dan begitu pula sebaliknya.
Penulis: Revalina Dwi Rahmawatti
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H