Hilangnya barang bukti di lingkup penegak hukum merupakan masalah serius serta mengusik sistem peradilan di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. Barang bukti merupakan salah satu elemen penting serta berperan sentral dalam pelaksanaan proses hukum yang berfungsi sebagai sarana untuk membuktikan ataupun membantah fakta-fakta yang ada pada suatu perkara persidangan. Dengan barang bukti, profesi-profesi yang berperan penting sebagai penegak hukum pada jalannya persidangan seperti, hakim, jaksa dan pengacara dapat memastikan bahwa Keputusan yang diambil berdasar pada fakta yang valid dan sah menurut hukum. Namun, Ketika barang bukti tersebut mengalami kerusakan, hilang ataupun disalahgunakan oleh para penegak hukum, hal tersebut memiliki banyak dampak negatif yang sangat merugikan serta, hilangnya kepercayaan publik terhadap sistem peradilan.
Kepercayaan Masyarakat terhadap sistem peradilan merupakan salah satu faktor penting dalam penegakan hukum. Tanpa adanya kepercayaan publik, akan menyebabkan legitimasi sistem hukum akan runtuh. Masyarakat yang meragukan integritas penegak hukum mungkin tidak lagi merasa yakin bahwa mereka dapat mengandalkan sistem peradilan untuk menyelesaikan masalah hukum secara adil. Ketika diberikan kewenangan untuk menjaga barang bukti dengan baik, justru hilang ataupun digunakan untuk kepentingan pribadi. Hal tersebut yang dapat menyebabkan publik semakin skeptis terhadap integritas institusi seperti kejaksaan. Adapun selanjutnya akan timbul pertanyaan-pertanyaan yang ada pada benak Masyarakat seperti: apakah jaksa benar-benar bekerja untuk menegakkan keadilan atau ada oknum yang memanfaatkan kekuasaan tersebut untuk keuntungan pribadi?.
Â
Dalam beberapa kasus, ada indikasi bahwa barang bukti yang hilang bukan hanya karena kelalaian, melainkan penyalahgunaan kekuasaan. Beberapa oknum jaksa diduga terlibat dalam praktik-praktik tidak etis, termaksuk menjual atau menyalahgunakan barang bukti untuk keuntungan finansial pribadi. Kasus-kasus seperti ini yang akan memperburuk citra Lembaga penegak hukum di mata Masyarakat. Barang bukti berupa asset berharga seperti mobil, emas atau barang-barang dengan nilai jual tinggi, sering kali menjadi target penyalahgunaan oleh apparat yang tidak bertanggung jawab. Tindakan tersebut tentunys melanggar prinsip-prinsip hukum dan menghancurkan kepercayaan publik terhadap sistem peradilan.
Â
Kode etik profesi hukum menjadi sangat penting dalam situasi seperti ini, yang mengatur mengenai perilaku aparat penegak hukum termasuk jaksa, agar mereka bertindak dengan integritas, professional dan bertanggungn jawab. Jaksa diharuskan untuk menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan dan bersikap transparan serta menghindari segala bentuk penyalahgunaan kekuasaan. Pelanggaran kode etik, terutama dalam pengelolaan barang bukti, merupakan pelanggaran serius yang tidak hanya merugikan pihak-pihak yang terlibat dalam perkara melainkan dapat mencederai sistem hukum secara menyeluruh.
Â
Untuk mengatasi permasalahan ini, sangat memerlukan reformasi dalam pengelolaan barang bukti. Salah satu langkah penting yang harus diambil adalah memperketat sistem penyimpanan dan pengelolaan barang bukti. Saat ini, masih terdapat banyak celah dalam prosedur penanganan barang bukti yang akan memungkinkan terjadinya penyalahgunaan atau hilangnya barang bukti. Diperlukannya mekanisme pengawasan yang lebih ketat dan transparan untuk memastikan bahwa barang bukti dikelola dengan baik dan sesuai denganprosedur hukum yang berlaku. Teknologi pun berperan dalam meminimalisir human error atau potensi penyalahgunaan, seperti penggunaan sistem digital untuk melacak serta mendokumentasikan setiap langkah dalam proses pengelolaan barang bukti.
Â
Selain itu, penting untuk memberikan pelatihan yang berkelanjutan kepada jaksa dan aparat penegak hukum lainnya mengenai pentingnya menjaga integritas dalam setiap aspek pekerjaan mereka, terutama dalam hal pengelolaan barang bukti. Pemahaman mendalam mengenai kode etik profesi dan transparansi dalam menjalankan tugas hukum pun harus ditekankan dalam pelatihan tersebut. Dengan pemahaman yang baik mengenai tanggung jawab mereka sebagai aparat penegak hukum, diharapkan dapat melaksanakan tugas mereka dengan cara yang lebih professional dan akuntabel.
Â
Selanjutnya, diharapkan adanya penguatan dalam penegakan disiplin terhadap pelanggaran kode etik. Setiap pelanggaran terhadap standar profesionalisme, seperti hilang maupun disalahgunakannya barang bukti, harus dikenai sanksi yang tegas. Sanksi tersebut tidak hanya untuk memberikan efek jera, tetapi juga untuk menjaga kepercayaan publik terhadap sistem hukum. Aparat penegak hukum yang terlibat dalam penyalahgunaan barang bukti harus menghadapi konsekuensi yang sesuai dengan apa yang telah mereka perbuat, baik itu sanksi administratif, hukum, maupun sanksi etis. Dengan demikian, diharapkan setiap jaksa dan penegak hukum lainnya akan lebih berhati-hati dan bertanggung jawab dalam melaksanakan tugas mereka.
Â
Dalam hal pengawasan, institusi seperti Jaksa Agung Muda Pengawas (Jamwas) berperan penting dalam menindaklanjuti laporan terkait pelanggaran pengelolaan barang bukti. Publik dapat melaporkan kasus hilangnya barang bukti kepada lembaga ini, yang akan membentuk tim investigasi untuk memeriksa kesalahan yang dilakukan oleh aparat kejaksaan. Mekanisme pengawasan ini diatur dalam berbagai peraturan, seperti Peraturan Jaksa Agung No. Per-027/a/ja/10/2014 dan diperbarui melalui Peraturan Kejaksaan No. 9 Tahun 2019 serta No. 7 Tahun 2020 tentang Pedoman Pemulihan Aset. Peraturan-peraturan ini menjadi landasan penting dalam menegakkan akuntabilitas di lingkungan kejaksaan dan memastikan bahwa setiap pelanggaran ditangani secara adil dan transparan.
Â
Dengan memperkuat pengawasan internal, menegakkan disiplin, dan meningkatkan kesadaran tentang pentingnya integritas, maka timbul harapan mengenai terciptanya sistem peradilan yang lebih adil dan dapat dipercaya. Jaksa dan penegak hukum lainnya harus menyadari bahwa setiap tindakan mereka mencerminkan nilai-nilai dan integritas dari seluruh sistem peradilan. Hanya dengan penerapan kode etik yang ketat dan pengelolaan barang bukti yang transparan, kita dapat membangun kembali kepercayaan publik dan memastikan bahwa keadilan ditegakkan dengan seadil-adilnya.
Â
Pada akhirnya, reformasi dalam pengelolaan barang bukti tidak hanya akan memperbaiki kinerja sistem peradilan, tetapi juga mengembalikan keyakinan masyarakat bahwa hukum dapat ditegakkan secara transparan, adil, dan bertanggung jawab.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H