Konferensi Nasional PRBBK XIII tahun ini terasa agak sedikit berbeda, selain karena pemilihan lokasi yang merupakan destinasi wisata terkini yang paling banyak digandrungi wisatawan lokal dan asing, konferensi juga dimulai dengan kunjungan lapangan di hari pertama sehingga peserta bisa menyaksikan langsung upaya PRBBK yang telah dilakukan di Pulau Seribu Masjid ini. Kunjungan lapangan KNPRBBK XIII terbagi menjadi empat wilayah dan masing-masing peserta dibagi secara berkelompok dalam jumlah yang hampir seimbang. Salah satu lokasi kunjungan lapangan berada di Dusun Kerujuk, Desa Pemenang Barat, Kecamatan Pemenang, Lombok Utara. Kecamatan Pemenang tidak hanya menang dari keindahan hamparan tiga gili (Gili Trawangan, Gili Air, Gili Meno), tetapi juga menang dari segi potensi ekowisata yang terletak di Dusun Kerujuk. Perjalanan kurang lebih satu setengah jam dari Kota Mataram terbayar sudah dengan pemandangan hijau dari perbukitan dan sawah yang masih sangat asri dan menyejukkan mata. Setelah itu kita juga akan disambut dengan bangunan sekolah PAUD dan jembatan yang dibangun dari bambu.
Dusun Kerujuk memang merupakan salah satu destinasi wisata berbasis konservasi alam, khususnya bambu. Bambu sengaja dipilih karena memiliki manfaat yang cukup banyak dalam kehidupan, secara ekologis bermanfaat untuk mengikat tanah dan air serta memproduksi oksigen, secara ekonomis juga dapat dijual dan dijadikan kerajinan tangan seperti bakul, caping, miniatur sehingga dapat menambah pendapatan. Sejalan dengan pendapat Yani (2016: 7) yang mengatakan bahwa bambu memiliki banyak manfaat dari akar sampai daunnya, salah satunya adalah rumpun pohon bambu yang dapat menjadi benteng yang kuat untuk mencegah tanah dan erosi akibat terkikis oleh air hujan atau air tanah sehingga mencegah terjadinya longsor. Selain itu, masyarakat Dusun Kerujuk memang sangat dekat dengan bambu mulai sejak hari lahir sampai pada akhir kehidupan sebagai manusia. Berdasarkan ritual adat sekitar, pada saat lahir bambu digunakan sebagai pemotong tali pusar dan pada saat prosesi kematian, bambu digunakan sebagai keranda mayat, penopang tanah pada liang lahat dan sebagai penutup kuburan. Munculnya ide ekowisata berbasis bambu di Dusun Kerujuk bukannya tanpa alasan. Kepala Desa Pemenang Barat, M. Sukri mengatakan bahwa posisi geografis daerah yang diapit oleh pegunungan dan memiliki aliran sungai yang cukup besar dari lereng membuat dusun ini pernah mengalami berbagai bencana seperti banjir bandang tahun 1985 dan 2015, longsor di tahun 2002 dan 2013, dan kekeringan tahun 2010-2014. Hal inilah yang menjadi latar belakang dimanfaatkannya potensi sumber daya untuk melakukan upaya pengurangan risiko bencana. Pendirian konsep dusun ekowisata dimulai tahun 2014 dan dilakukan secara gotong royong bersama warga sekitar. Mata pencaharian yang sebagian besar adalah petani membuat masyarakat berpikir lebih jauh bagaimana caranya agar kawasan tetap hijau, masyarakat tetap hidup dekat dengan alam, namun tetap menghasilkan pendapatan tanpa harus terus-terusan melakukan rutinitas yang sama di dalam hutan ataupun ladang. Secara berangsur-angsur pembangunan dilakukan dengan pembuatan jembatan, sekolah PAUD, kolam pemacingan, pipanisasi, dan permainan-permainan tradisional yang secara keseluruhan memanfaatkan bambu. Sampai saat ini pemerintah desa, pokdarwis (kelompok sadar wisata) dan masyarakat setempat terus melakukan upaya pengembangan wisata dengan harapan menjadikan Dusun Kerujuk sebagai dusun laboratorium bambu.
REFERENSI
- Yani, Priotomo. 2016. Philosopy of Bamboo. Bogor: Guepedia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H