[caption id="" align="aligncenter" width="601" caption="Ilustras- Ditjen Pajak. (KOMPAS.com/Riza Fathoni)"][/caption]
Di masa pemilu ini, Politikus berlomba-lomba mencari program-program terbaik bagi mereka untuk dijadikan sebagai janji politik kepada masyarakat. Pada umumnya yang menjadi lead program mereka adalah mengentaskan kemiskinan, peningkatan kesehatan, perbaikan sarana umum, pendidikan yang murah dan sebagainya. Tetapi dengan apa?
Jarang sekali Politikus-politikus menjelaskan bagaimana cara membiayai program kegiatannya, sama seperti yang yang saya simpulkan dari tulisan kompasiana ekonom bapak Faisal Basri berjudul “Janji Tanpa Komitmen” bahwa belum ada perhatian atau fokus program yang jelas dari para politikus , Capres dan Cawapres. Faisal basri menulis “tidak ada pilihan lain untuk memperkokoh kemandirian pembangunan kecuali dengan meningkatkan penerimaan pajak” but how to do it?? Faisal Basri tidak menyebutkan secara jelas namun intinya beliau berpendapat bahwa pajak penghasilan belum mencapai 20% sedangkan riset dan media menyebutkan bahwa muncul banyak orang kaya baru dan meningkatnya jumlah penduduk berpendapatan menengah dan beliau juga menyebutkan perlunya suri tauladan dari pemimpin negeri ini.
Sedikit penjelasan pembuka dari saya bahwa menurut saya mekanisme pembiayaan negara simple aja, ada 2 opsi yaitu :
1. Melalui Penerimaan Negara
2. Melalui Utang
Sebagai bangsa yang merdeka, saya akan menepikan nomor 2, jadi tidak akan dibahas. kalaupun ingin dibahas, pendapat saya cuma satu yaitu "go to hell with your aid!", negara ini sudah cukup dijajah dengan utang.
Penerimaan negara terbagi atas Penerimaan Pajak yang hampir mencapai 80% total penerimaan dan sisanya adalah penerimaan negara bukan pajak.
Pemimpin yang cerdas tentunya akan dapat membedakan mana yang strategis dan mana pula yang bukan strategis. Effort pimpinan seharusnya difokuskan ke isu yang mempengaruhi penerimaan sebesar 80% dan sisanya baru dari penerimaan lain lain selain pajak seperti migas, iuran bla bla, pungutan, denda, sanksi dan sebagainya.
Selama ini yang menjadi titik fokus perhatian pemerintah selalu dalam jenis belanja baik rutin, belanja modal maupun belanja operasional, namun pemerintah lupa untuk menginvestasikan belanjanya kepada mesin pencari 80% uangnya yaitu Ditjen Pajak.
Butuh Gebrakan untuk memaksimalkan penerimaan pajak, tidak bisa hanya dengan business as usual., Berikut gebrakan gebrakan agar penerimaan pajak dapat maksimal.
1. Komitmen Pimpinan sebagai Suri Tauladan
Komitmen presiden dan wakil presiden terpilih sangat dibutuhkan, Presiden SBY telah menunjukan hal tersebut dengan mempublish Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Pajak beliau yang kalau tidak salah sejumlah 261 Juta rupiah setahun (sumber: detik)
Hal tersebut sangat baik sebagai contoh masyarakat bahwa Presiden membayar pajak dan tidak takut untuk diketahui berapa jumlahnya dikarenakan beliau merasa yakin akan kebenaran isi SPT yang disampaikan. Hal ini perlu dicontoh oleh para calon Presiden dan Wakil Presiden dalam pesta demokrasi ini demi meyakinkan para konstituennya bahwa mereka adalah orang yang jujur yaitu dengan cara mempublish SPTnya.
Selain itu, Alangkah baiknya jika hal tersebut diikuti oleh komitmen presiden saat ini ataupun presiden dan wapres yang kelak berasal dari Calon Presiden serta Cawapres dengan penerbitan peraturan peraturan yang berpihak dengan pihak pihak yang membayar pajak benar dan memberikan rasa keadilan kepada mereka.
Peraturan-peraturan tersebut merupakan langkah nyata presiden dalam merealisasikan komitmennya seperti :
a) Membuat takut pengemplang pajak. Masyarakat yang benar dalam melaporkan hartanya tidak akan takut dan tentunya bank negeri ini dan bank bank luar negeri yang beroperasi di negeri ini perlu dipertanyakan mengenai nasionalismenya jika dengan dalih melindungi nasabah tetapi mengorbankan kepentingan negara.
b) Perubahan Peraturan peraturan terkait dengan kemerdekaan Resources bagi Otoritas Pengumpul Pajak terkait SDM, Anggaran dan Organisasi guna pengembangan kapasitas otoritas pajak menghadapi tantangan zaman.
c) Membuat peraturan bahwa Kejahatan Perpajakan merupakan Kejahatan Prioritas yang menjadi komitmen bersama antara Otoritas Perpajakan, Kejaksaaan, KPK dan Polisi untuk secepatnya dituntaskan tanpa pandang bulu.
e) Komitmen politik untuk memback up otoritas pajak untuk menyentuh “the untouchables” dengan catatan jika otoritas pajak masih di bawah presiden. Jika tidak, pajak akan bekerja dan bertanggung jawab hanya kepada rakyat sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
Presiden kelak harus berani menback-up dan melindungi petugas pajak dalam rangka pelaksanaan tugas. Petugas pajak rentan dikriminalisasi, bagaimana tidak, pajak tentu berhubungan dengan orang kaya, yang bisa jadi jika kaya banget berasal dari kalangan terpandang negeri ini, yang dengan mudahnya dapat mengkriminalisasi petugas pajak.
Usulan Program 100 Hari (quick win) pajak yang dapat dilakukan presiden yang kelak terpilih yaitu :
a. Segera menginstruksikan Pimpinan Otoritas Pajak yaitu Dirjen Pajak menyusun apa apa saja yang diperlukan terkait perubahan peraturan tentang SDM, Anggaran dan Struktur Organisasi guna menyamakan otoritas Ditjen Pajak dengan otoritas perpajakan di negara negara OECD dan langsung melaporkan hal tersebut ke Presiden dalam waktu 1 Bulan.
b. Menetapkan anggaran otoritas perpajakan tahun x sebesar 5% dari target penerimaan tahun x dan insentif otoritas perpajakan tahun x+1 sebesar 1-5% dari realisasi penerimaan yang diperoleh di tahun X
c. Meminta DPR untuk segera melakukan pembahasan UU Ketentuan Umum Perpajakan terbaru serta UU Otoritas Perpajakan Indonesia.
d. Mendorong DPR menyetujui usulan transparansi data perbankan untuk keperluan otoritas perpajakan untuk kegiatan tidak terbatas dalam rangka pengumpulan pajak negara
e. Segera Mengumpulkan para pimpinan penegak hukum seperti Kapolri dan jaksa agunag serta Pimpinan Otoritas Perpajakan untuk menandatangani perjanjian Justice collaborator dalam rangka penanganan tindak pidana perpajakan, perlindungan hukum dalam proses pelaksanaan tugas perpajakan dan mengajak KPK sebagai pengawas.
f. Menyampaikan bahwa penyelesaian tindakan pidana perpajakan merupakan prioritas nasional dan presiden berkomitmen akan memberikan insentif 3% yang dibagi sesuai aturan berlaku untuk setiap uang negara yang berhasiil diselamatkan bagi Kepolisian, Pajak dan Kejaksaan terkait tindak pidana perpajakan.
g. Menetapkan Target 1000 Trilliun untuk penerimaan pajak tahun 2015 dengan target tax ratio 18 % di tahun 2019
h. Menginstruksikan Ditjen Pajak untuk mulai menyusun Single ID Number untuk setiap penduduk Indonesia baik di dalam maupun luar negeri, tahun 2017 SIN sudah dapat diterapkan.
Anda ingin membiayai janji janji politik anda maka Berinvestasilah dengan unit yang menghasilkan penerimaan hampir 80% total penerimaan negara yaitu Unit Otoritas Perpajakan Indonesia.
2. Penguatan Otoritas Perpajakan
Penguatan otoritas di pajak ditujukan agar dapat mengimbangi tuntutan target yang harus di capai dan agar otoritas perpajakan indonesia sama dengan otoritas perpajakan negara negara oecd
Sungguh mengherankan sejak jaman Indonesia merdeka hingga sekarang belum sekalipun otonomi otoritas terkait sdm, anggaran dan struktur organisasi diberikan ke Ditjen Pajak padahal OECD sudah memberikan perbandingan Otonomi otoritas bahwa negara negara yang meiliki tax ratio yang baik sebagian besar otoritas pajaknya memiliki kewenangan anggaran, SDM dan Stuktur Organisasi.
Bagaimana kita akan bermimpi mengejar ketertinggalan kita dengan singapura.Singapura yang baru melaksanakannya sejak tahun 1992 mampu meningkatkan penarikan pajak sebanyak 50% terhadap wajib pajak yang sebelumnya belum tersentuh. Akhirnya tingkat korupsi juga menurun dan kepuasan masyarakat akan pelayanan pajak meningkat.
Dan fokus otonomi Ditjen pajak, prioritasnya adalah pelimpahan wewenang SDM, Organisasi dan Anggaran dengan perubahan perpres dan PP yang membatasi wewenang Pajak serta memperpanjang jalur birokrasi yang ada.
Untuk menjadi badan tersendiri atau independen pun harus satu paket dengan tiga otonomi otoritas tersebut.
Terkait tengan isu otonomi Ditjen Pajak lengkapnya dapat dibaca di sini :
3. Sinergi Penegak Hukum
Kejahatan perpajakan disini merupakan kejahatan extraordinary dimana disitu terdapat pelanggaran yang complicated, tindakan perpajakan tidak perlu melibatkan oknum aparat pajak namun jika pun ada, berarti terdapat indikoasi korupsi didalamnya.
Kejahatan perpajakan disini lebih fokus ke arah penggelapan pajak dengan tidak melaporkan dan atau melaporkan namun terlambat dan atau melaporkan namun tidak benar baik alfa dan atau sengaja.
didalam kejahatan ini terdapat perihal penggelapan uang negara oleh wajib pajak, pengkhianatan dikarenakan disaat wajib pajak lain membayar jujur, oknum ini malah tidak bayar namun tetap menikmati subsidi, fasilitas umum yang dibiayai pajak.
Kejahatan perpajakan harus menjadi prioritas utama bagi penegak hukumn lainnya dikarenakan sampai kapanpun terdapat kemungkinanan oknum oknum yang akan mengecilkan pajak yang di bayar bahkan sampai menghindari membayar pajak.
Perlu deterent effect untuk mengecilkan potensi tax evasion tersebut, dengan meingkatnya kepatuhan masyarakat dalam membayar pajak tentu akan meningkatkan penerimaan pajak secara signifikan, mengecilkan biaya operasional untuk mengumpulkan pajak serta memberikan rasa adil bagi wajib pajak yang telah patuh.
Polisi dan Jaksa pun diharapkan perlu menyadari bahwa seluruh anggaran dan gaji mereka berasal dari penerimaan negara yang total 80%nya berasal dari pajak. Bila penerimaan pjaak meningkat ada harapan bagi polisi dan jaksa untuk mendapat perbaikan, ada harapan bagi anak anak mereka dan generasi penerusnya hidup dalam Indonesia yang lebih baik. Tentu orantua mereka tidak akan berpaling dari hal tersebut jika memang memahami.
Saat ini adalah moment yang tepat bagi para penegak hukum untuk berkolaborasi dengan pajak guna memiskinkan para pengemplang pajak yang selama ini mengambil hak rakyat..bantu otoritas pajak dalam melaksanakan tugasnya.
4. Sinkronisasi Politik dengan Pajak
Di negara Maju pada saat debat Capres, Pajak selalu menjadi komoditi utama dalam pembahasan dan diskusi. Pertama yang dilihat warga negara adalah bagaimana program pajak Capres Capresnya, tentu yang popular adalah peningkatan pajak terhadap orang kaya, namun ada hal yang juga perlu digaris bawahi yaitu terdapat kebanggaan bagi warga negara yang membayar pajak,.
Apakah warga warga ini layak diberikan penghargaan?? Disaat yang lain menikmati subsidi dari pajak yang mereka bayarkan? Warga kelas utamakah? Tentu di era demokrasi ini tidak akan mengizinkan per-kasta-an. Namun paling tidak bila ada warga yang akan ,maju sebagai pemimpin di manapun, baik di eksekutif, legistlatif, yudikatif dan birokrasi harus mempublikasikan SPTnya dan diverifikasi oelh Kantor Pajak mengenai kebenaran formil dan materil SPTnya.
Kenapa hal tersebut dilakukan,?
Karena kita tidak menginginkan pemimpin kita berasal dari orang yang tidak pernah berkontribusi ke negaranya, lintah yang hanya mengerogoti negaranya padahal dia mampu untuk berbuat lebih dengan membayar pajak.
Oleh karenanya sudah sewajar KPU mewajibkan SPT yang telah diverifikasi untuk kemudian di pubvlish ke masyarakat dikarenakan kegiatan dan operasional KPU juga dibiayai oleh pajak, ada tanggung jawab moril KPU disitu sebagai pengguna pajak yang dibayarkan rakyat untuk memastikan bahwa warga yang menjadi calon tsb merupakan suri tauladan jujur dalam kewajiban perpajakan,
Sekian sudah tulisan saya yang panjang, semoga dapat mengsinspirasi capres capres yang sedang bertanding dalam kancah politik.
apalagi yang saudara semua tunggu??
bukti sudah diberikan, teori sudah disampaikan?? Tentu kita semua ingin adanya perubahan ke arah yang lebih baik.
sebelum saya lupa saya ucapkan Trima kasih juga untuk pak faisal basri yang telah menginspirasikan saya untuk menulis artikel ini.
silakan kunjungi artikel artikel terkait lainnya :
3. http://politik.kompasiana.com/2014/03/15/tantangan-untuk-capres-jw-p-hrarb-ri-di-w-dll-638853.html
4. http://birokrasi.kompasiana.com/2014/03/17/bisa-tidak-otoritas-pajak-kita-seperti-jerman-639400.html
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H