Budaya Atsanti (KBA) 2022 menjadi ajang pertemuan 60 anak muda dari berbagai penjuru di Indonesia. Mereka berbaur, saling berkenalan, saling bekerja sama dan melakukan praktek dokumentasi kebudayaan bersama maestro dan pelaku kebudayaan.
Kemah Bulan Oktober yang dipilih oleh Yayasan Atma Nusvantara Jati (ATSANTI Foundation) sebagai waktu pelaksanaan KBA 2022 berangkat dari keinginan menyalakan semangat Sumpah Pemuda pada generasi muda Indonesia dalam mencintai budaya mereka.
Diharapkan pengenalan dan kecintaan akan budaya bangsa bisa menjadi akar bagi mereka dalam mengembangkan kebudayaan Indonesia yang berasal dari budaya luhur bangsa. KBA 2022 ini didukung Fasilitasi Bidang Kebudayaan, Kementrian Pendidikan, Kebudayaan Riset dan Teknologi Republik Indonesia.Â
Tema yang diusung adalah "Temu, Kenali Kearifan Lokal (Sandang, Pangan, dan Papan) dari Relief Borobudur dan Masyarakat di Kawasan Borobudur sebagai Inspirasi Kekinian dan Masa Depan."
Herdina Tambunan, kepala sekolah SMA Saint John's Meruya (Jakarta) yang ikut sebagai guru pengamat dalam acara KBA 2022 mengamati betapa ide menumbuhkan semangat budaya sungguh tercapai.Â
Anak-anak mampu lebur dalam antusiasme belajar budaya. Kebudayaan menjadi sesuatu yang menarik untuk dipelajari oleh anak-anak usia SMA yang berasal dari 11 propinsi yang berbeda-beda.
Bagi Herdina, acara ini merupakan praktek langsung P5 atau Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila. Demikian pula adanya refleksi setiap akhir suatu acara, merupakan bagian yang diusung dalam kurikulum merdeka. Pembelajaran yang tersampaikan bisa terlihat dalam refleksi untuk memaknai hal-hal yang mereka pelajari.
Praktek langsung unsur-unsur kebudayaan yang menjadi fokus utama pemajuan kebudayaan menjadi bagian yang membangkitkan gairah belajar anak-anak muda ini. Bagi Aquino Tom Davit dari Makassar kegembiraannya bisa menginjakkan kaki untuk pertama kalinya ke candi Borobudur, ditambah pertemuan dengan teman-teman dari pulau Jawa, Bali, Kalimantan, Sumatera dan Papua, merupakan hal yang sangat berharga. Ia ingin agar lebih banyak lagi anak muda yang bisa merasakan pengalaman tersebut.
Untuk Bening Larasati yang berasal dari Malang, kunjungan ke candi Borobudur kali ini merupakan kunjungan kedua baginya. Kunjungan pertamanya saat ia masih kecil.Â
Yang teringat olehnya adalah banyaknya wisatawan yang datang. Dalam kunjungan kali ini di mana candi Borobudur tertutup untuk umum dan ia boleh belajar di sana ditemani teman-teman dari berbagai latar belakang menjadi sangat istimewa.
Rekan satu sekolah Bening di Malang, Elfrado Dee merasa sangat seru bertemu teman-teman baru dengan pengalaman baru. Cello, panggilan Elfrado, sangat terkesan berkesempatan naik mobil VW terbuka berkeliling kabupaten Magelang. "Rasa cape, kurang tidur karena tugas membuat video, semua terhapuskan....seru!"
Guyuran hujan yang seringkali mengganggu jalannya acara tampaknya tidak mengurangi semangat para pemuda dan pemudi ini untuk terus mengikuti semua kegiatan dengan antusias.
Shiny Tanate yang berasal dari Jayapura, Papua, menggambarkan perasaan kagumnya belajar kebudayaan lain Indonesia, "Empat hari mengikuti KBA ini sangat luar biasa. Kita belajar hal baru, terutama buat saya dari Papua yang belum tahu budaya di sini. Kita bukan hanya belajar tapi juga langsung mencoba."
Shiny juga merasa bahwa perlu lebih banyak lagi teman-teman generasi muda yang bisa ikut acara serupa sehingga mampu membawa perspektif budaya lokal dalam kehidupan yang saat ini sangat didominasi kebudayaan modern.
Claudio, anak Toraja yang besar di Banten, awalnya merasa berat dengan acara daring pada tanggal 1,2,8 dan 9 Oktober 2022. Banyaknya tugas KBA yang bersamaan dengan kegiatan belajar di sekolah yang juga padat terasa membebani.Â
Ia berangkat ke Magelang untuk sesi luring 20 -23 Oktober 2022 dengan ekspektasi yang tidak tinggi. Ternyata kegiatan yang memberikan kesempatan pada siswa untuk langsung praktek memberikan keseruan yang membangkitkan semangatnya. Ia jadi belajar banyak hal lain di luar minatnya yang besar pada fotografi, dan terutama menambah banyak teman dari berbagai penjuru tanah air.
Herdina, sebagai guru yang mengamati kegiatan yang berlangsung, mencatat bahwa dalam KBA ini siswa dan siswi yang hadir langsung praktek komunikasi dan kolaborasi. Mereka juga belajar berpikir kritis, terlihat terutama saat mereka harus membuat pertunjukan kelompok mereka dengan keterlibatan semua anggota kelompok.Â
Anak-anak muda ini saling mengajar, saling mengingatkan, dan setiap anak bisa mengembangkan kemampuannya yang menonjol untuk membantu kelompoknya.Â
Dina, demikian panggilan guru yang mengawal anak-anak dari Banten dan Jakarta dalam perjalanan ke Magelang dan kembali ke Jakarta, juga menyoroti bagaimana peserta KBA belajar untuk mengatur disiplin diri dan disiplin waktu dalam setiap kegiatannya.Â
Sebagai guru, Dina juga mendapatkan inspirasi-inspirasi untuk membuat kegiatan kebudayaan yang dikemas secara menarik sehingga membuat murid-murid antusias dan terlibat dengan aktif.
Belajar dari para Maestro memang merupakan ciri khas Atsanti sejak  AYF 1 dan AYF 2. Ternyata komunikasi budaya antara Maestro dan anak muda Indonesia bisa bertaut lancar.
Kebersamaan yang kuat membuat isak tangis pecah ketika mereka harus berpisah. Harapan untuk bertemu kembali tetap menyala, tetapi yang lebih penting semangat kesatuan mereka yang berkobar-kobar. Satu bangsa Indonesia dengan keberagaman dan kekayaan budaya yang luar biasa. Mereka pulang dari Kemah Budaya Atsanti dengan semangat sebagai duta budaya Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H