Saat ini sedang heboh petisi meminta Pemerintah menunda tahun ajaran baru 2020 - 2021. Bukan hanya dalam petisi, beberapa orang tua dan guru yang diwawancara media televisi juga menyatakan keberatan mereka untuk dimulainya tahun ajaran baru di bulan Juli 2020. Keberatan ini memang berasal dari kondisi keterpaparan covid 19 pada anak-anak sekolah setelah sekolah kembali masuk di Perancis, Finlandia dan Korea Selatan.Â
Sebagai bagian dari jajaran pendidik, penulis justru ingin mengimbau pemerintah, "Tolong, jangan tunda tahun ajaran baru!" Menunda tahun ajaran baru memiliki arti berbeda dengan memperpanjang masa belajar dari rumah. Menunda tahun ajaran baru bisa berarti mendorong terjadinya "lost generation", generasi yang kehilangan kesempatan untuk berkembang secara akademik.
Kondisi saat ini berbeda dengan tahun 1979 ketika pemerintah menambah 6 bulan pembelajaran untuk sekolah. Seandainya ingin ditambahkan masa enam bulan untuk satu tahun ajaran agar tidak ada ketertinggalan pelajaran, tentu sangat baik. Tapi, menunda pembukaan tahun ajaran selama satu semester sangat tidak bijaksana.
Bisa jadi, ada masalah perbedaan persepsi bahasa. Mungkin yang dituntut oleh orang-orang yang membuat dan menanda-tangani petisi bukan penundaan tahun ajaran baru, tapi penundaan pembukaan gedung sekolah untuk kegiatan ajar mengajar. Hal ini lebih masuk akal. Karena selama perjalanan ke sekolah, ada saja kemungkinan terinfeksi virus covid 19. Tetapi, penundaan tahun ajaran berarti membiarkan enam bulan kosong tanpa dorongan dan motivasi untuk anak agar belajar dan berkembang secara akademis.
Yang sangat penting untuk didahulukan adalah kepentingan anak-anak ini sendiri. Baik dari segi kesehatan dan keamanan mereka, maupun dari segi keberlanjutan perkembangannya secara akademis. Tapi, sebenarnya yang terpenting adalah menumbuhkan dan memupuk kecintaan dan motivasi pribadi mereka untuk senang belajar.
"Tapi pasti ortu lebih mikirin kesehatan anaknya, lebih baik bodoh tapi ga kena covid karena tidak yakin kalau faskes siap dengan meledaknya pasien jika new normal ini diberlakukan," kata seorang Ibu yang berusaha meyakinkan penulis untuk ikut menanda-tangani petisi. "Kalaupun di rumah, sekarang banyak les online yang ditawarkan jadi anak tidak main game melulu," lanjutnya.
Penundaan dimulainya satu tahun ajaran baru secara nasional tidak bisa hanya melihat dari satu sisi. Indonesia sendiri memiliki daerah yang sangat luas. Harian Kompas cukup sering berbagi kesulitan anak-anak di daerah untuk mendapatkan akses internet. Memang harus dicarikan jalan keluar yang terbaik.
Pembelajaran dari rumah memang memiliki banyak aspek kesulitan juga. Yang perlu dipelajari adalah bagaimana pendidik dan orang tua bisa membuat pendidikan jarak jauh ini berjalan efektif dan berhasil. Bukan justru meniadakan pendidikan selama satu semester.
Orang-orang yang memiliki uang dan kemampuan akan dengan mudah menambahkan les, atau bahkan sekolah dan kuliah online dari dalam negeri maupun dari luar negeri untuk anak-anak mereka. Tapi, bagaimana dengan orang-orang yang untuk membayar uang sekolah saja harus berjuang keras? Nah, bagi sebagian orang lain, alasan ekonomi justru merupakan dasar tuntutan penangguhan dimulainya tahun ajaran baru.
Ketika sekolah ditangguhkan, beban finansial orang tua bisa terkonsentrasi pada pengeluaran kebutuhan pokok harian seperti sandang dan pangan dan papan. Apakah penundaan dimulainya kegiatan sekolah dengan meniadakan uang sekolah selama enam bulan sungguh akan membantu orang tua dan bangsa ini? Bagaimana dengan gaji guru dan karyawan sekolah? Bukankah mereka juga orang tua dari anak-anak usia sekolah? Untuk sekolah swasta, pendanaan utama yang terbesar tentunya ada di komponen gaji guru dan karyawan. Bagaimana juga dengan guru honorer yang selama kehidupan normal biasa sudah harus berjuang secara finansial?
Aspek yang perlu diperhatikan pemerintah sangat luas. Bukan sekedar masalah kesehatan dan masalah finansial. Pekerjaan rumah dari pemerintah saat ini sangat berat. Yang perlu orang tua lakukan sebenarnya adalah mendoakan setiap pengambil kebijaksanaan untuk bisa membuat keputusan yang terbaik, bisa mengusahakan jalan yang paling bijaksana sebagai solusi dari masalah yang sebenarnya dialami seluruh dunia ini.