Pada tahun 1899 ketika Kartini mulai menulis surat kepada sahabat penanya, tatkala pertanyaan-pertanyaan dan eksplorasi batinnya ia bagikan dalam surat-suratnya yang kemudian dibukukan menjadi buku "Habis Gelap Terbitlah Terang", sebenarnya ia sudah menjadi duta suatu bangsa yang kala itu masih jauh dari merdeka. Pasti tidak terbayangkan olehnya bahwa seratus dua puluh tahun kemudian akan ada banyak srikandi Indonesia yang menjadi perwakilan Indonesia sebagai Duta Besar Indonesia di Negara lain.
Sebelumnya saya tidak pernah memperhatikan bahwa ada lebih dari sepuluh orang perempuan yang memegang jabatan Duta Besar Indonesia. Ajakan untuk ikut mendengarkan webinar "Kartini Masa Kini dalam Krisis Covid-19: Perlindungan Warga dan Kerja Sama Luar Negeri" menyentak.Â
Pembicara dan moderator adalah Duta Besar Perempuan Indonesia, dengan nara sumber seorang perempuan staf ahli bidang diplomasi ekonomi. Tidak tanggung-tanggung, webinar ini dibuka oleh Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi, seorang menteri perempuan. Wow, keren juga ya....
Empat belas orang perempuan Indonesia ini bertemu dalam sebuah pertemuan daring pada peringatan hari lahir Raden Ajeng Kartini, 21 April 2020. Kartini lahir 21 April 1879 di desa Mayong, kabupaten Jepara, Jawa Tengah. Pada tanggal 12 Januari 1900 dalam suratnya kepada Estella H. Zeehandelaar Kartini menjeritkan kerinduanya untuk pergi ke Eropa, "Pergi ke Eropa! Sampai napas yang penghabisan hal itu akan tetap menjadi cita-cita saya. Seandainya saya dapat mengecil sehingga saya bisa masuk ke sampul surat, saya akan turut serta mengunjungi kamu, Stella...."
Kartini ingin berkunjung ke Eropa bukan sekedar untuk berjalan-jalan dan cuci mata. Ia ingin mengejar pendidikan. Di dalam suratnya ia tidak berkisah tentang pendidikannya. Ia berkisah tentang surat ayahnya kepada pemerintah untuk memperjuangkan pendidikan bagi rakyat. Â "Pemberian pendidikan yang baik kepada anak negeri sama halnya seolah-olah pemerintah memberi lentera di tangannya, agar selanjutnya ia menemukan sendiri jalan yang benar yang menuju ke tempat nasi itu terdapat," ujarnya.
Para Duta Besar perempuan yang semalam berkumpul dari jam delapan malam hingga hampir pukul setengah sebelas malam Waktu Indonesia bagian Barat menjadi bukti bagaimana pendidikan dan kesempatan bagi kaum perempuan Indonesia sudah membukakan jalan bagi terwujudnya cita-cita Kartini.
Retno Marsudi, Menteri Luar Negeri Indonesia, dalam sambutannya, juga mengingatkan akan adanya dukungan dari semua pihak, termasuk dari diplomat laki-laki yang secara bersama-sama mampu membuat team work yang kuat dan solid.
Siti Nugraha Mauludiah, Duta Besar Indonesia untuk Polandia, memandu pertemuan virtual ini dengan perkenalan singkat dan menciptakan suasana yang akrab. Sri Astari Rasjid, Duta Besar Indonesia di Bulgaria melihat perjalanan Kartini sebagai sebuah "journey in isolation", sebuah penjelajahan diri seorang Kartini ke dalam jiwanya untuk mencari inner wisdom.Â
Situasi isolasi dalam kondisi Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) atau bahkan lock down di beberapa negara tempat para Duta Besar itu bekerja, membuat Astari Rasjid mengajak orang-orang ikut mencari ke kedalaman jiwa, membangun sikap peduli kepada sesama seperti yang ditunjukkan oleh Kartini.
Amelia Yani, putri pahlawan revolusi Jendral Ahmad Yani, yang bertugas di Bosnia Herzegovina, menceritakan bagaimana ketika pertengahan Maret dinyatakan sebagai kondisi darurat, penduduk di Bosnia sangat disiplin menjalankan imbauan pemerintah. Karena itu Amelia Yani juga berpesan agar orang-orang di Indonesia tetaplah tinggal di rumah dan menjaga pola hidup sehat.
Tugas utama para Duta Besar beserta tim kerjanya adalah pertama-tama membantu Warga Negara Indonesia (WNI) yang berada di daerah penugasannya. Ada WNI yang memang tinggal di tempat tersebut, ada juga yang kebetulan berada di sana karena urusan pekerjaan atau karena sedang berwisata. Tugas Duta Besar sebagai wakil negara membutuhkan kemampuan komunikasi dan membangun jejaring komunikasi dengan banyak pihak.